Sesuai namanya Pantai 3 Warna jika dilihat dari tebing akan terlihat degradasi 3 warna yaitu biru, hijau dan coklat semi kemerahan. Kawasan ini sebenarnya merupakan area konservasi manggrove dan terumbu karang. Namun karena potensi wisata indah, Pantai 3 warna ini dibuka untuk umum namun pengelolaannya sejalan dengan konsep Sustainable & Responsible Travel.Â
# Pengelolaan berkelanjutan (bisnis pariwisata)Â
Hebatnya pengelolaan wisata Pantai 3 Warna tidak berorientasi pada jumlah kunjungan. Pengelola berusaha menjaga kawasan ini sebagai area konservasi sehingga hanya membatasi 100 orang per hari ke Pantai 3 Warna.Â
Bahkan pengunjung harus pesan jauh-jauh hari agar bisa mendapatkan slot kunjungan. Pernah saya bertanya, kok dibatasi kunjungan pak? Bukannya semakin rame wisata jadi banyak pemasukan?
Jawaban sederhana, kami tidak ingin merusak alam hanya mencari materi. Mantap, jawaban luar biasa.Â
Saya jadi ingat obyek wisata Ranu Manduro di Mojokerto yang sempat viral karena keindahan alam layaknya di Selandia Baru dengan hamparan padang hijau dengan latar gunung.Â
Akibat viral dan tidak ada pembatasan pengunjung maka jumlah kunjungan membludak. Ironisnya kejadian ini membuat wisata ini akhirnya ditutup untuk umum karena merusak vegetasi tanaman.Â
Belajar dari pengelolaan Pantai 3 Warna yang tidak mengejar materi namun pengelola berusaha tetap menjaga kelestarian alam dengan membatasi kunjungan. Ini yang membuat hingga saat ini Pantai 3 Warna tetap terjaga.Â
# Ekonomi berkelanjutan (sosio ekonomi) jangka panjang
Kelompok masyarakat sekitar sangat dilibatkan dalam pengelolaan wisata. Terlihat ada yang terlibat sebagai petugas parkir kendaraan, menjaga pos pendaftaran, petugas keamanan dan pemandu wisata.Â
Pengunjung diberi kebebasan jika hanya mengunjungi Pantai Gatra yang masih berbatasan dengan Pantai 3 Warna. Namun khusus ke kawasan Pantai 3 Warna wajib menggunakan pemandu wisata.Â