Wisata memang menjadi aktivitas menyenangkan namun ibarat 2 sisi mata uang. Satu sisi memberikan keuntungan secara ekonomi karena kunjungan wisatawan akan membuat memberi dampak penghasilan bagi pengelola wisata maupun masyarakat sekitar.Â
Contoh sederhana di Kota Batu, Jawa Timur dimana tingginya tingkat kunjungan wisatawan membuat roda perekonomian bergerak positif. Masyarakat ikut terkena dampak dimana penghasilan bisa bertambah dengan menyediakan penginapan konsep homestay, menjual souvenir atau menjadi pemandu wisata.Â
Disisi lain berkembangnya wisatawan pun bisa memberi dampak negatif khususnya pada lingkungan. Contoh sederhana ketika Film 5 cm booming dan mengangkat pesona Gunung Semeru.Â
Dalam waktu singkat terjadi lonjakan jumlah pendaki. Mirisnya jalur pendakian Semeru mulai banyak ditemukan sampah, air di ranu kumbolo tercemar dan vegetasi hutan juga ikut rusak karena aktivitas pendakian.Â
Saya justru tertarik dengan gagasan program Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif(Kemenparekraf) dengan konsep Bangga Berwisata di Indonesia menunjukan bahwa wisata di Indonesia pun tidak kalah indah dengan wisata diluar negeri. Bahkan masyarakat internasional seperti Perancis, Singapura atau Jepang justru menilai Indonesia sangat luar biasa karena memiliki banyak daya tarik wisata.Â
Tidak heran Kemenparekraf mulai mendorong pariwisata berkelanjutan atau sustainable tourism di Indonesia dan bukan berfokus pada angka kunjungan semata.Â
Teringat saya akan ucapan dosen yang sempat membahas pentingnya menguatkan sustainable tourism saat ini. Wisata berkelanjutan akan membuat generasi dibawah kita ikut merasakan manfaat secara Sosial-ekonomi dalam jangka panjang dan yang pasti lingkungan tetap terjaga ditengah perkembangan pariwisata.Â
Pesan ini seakan sejalan dengan Kemenparekraf yang menegaskan bahwa pengembangan konsep berwisata berkelanjutan harus mampu menciptakan Sustainable & Responsible Travel sehingga kelak dapat memberikan dampak baik terhadap lingkungan, sosial, budaya, serta ekonomi untuk masa kini dan masa depan bagi seluruh masyarakat lokal maupun wisatawan yang berkunjung.
Dari sekian banyak destinasi wisata di Indonesia, saya justru tertarik dengan tata pengelolaan wisata Pantai 3 Warna yang terdapat di Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang. Saya pernah mengunjungi wisata ini dan langsung takjub tidak hanya dengan keindahan pantainya namun juga pengelolaan wisata yang patut jadi contoh untuk pengelola wisata lainnya.Â
Sesuai namanya Pantai 3 Warna jika dilihat dari tebing akan terlihat degradasi 3 warna yaitu biru, hijau dan coklat semi kemerahan. Kawasan ini sebenarnya merupakan area konservasi manggrove dan terumbu karang. Namun karena potensi wisata indah, Pantai 3 warna ini dibuka untuk umum namun pengelolaannya sejalan dengan konsep Sustainable & Responsible Travel.Â
# Pengelolaan berkelanjutan (bisnis pariwisata)Â
Hebatnya pengelolaan wisata Pantai 3 Warna tidak berorientasi pada jumlah kunjungan. Pengelola berusaha menjaga kawasan ini sebagai area konservasi sehingga hanya membatasi 100 orang per hari ke Pantai 3 Warna.Â
Bahkan pengunjung harus pesan jauh-jauh hari agar bisa mendapatkan slot kunjungan. Pernah saya bertanya, kok dibatasi kunjungan pak? Bukannya semakin rame wisata jadi banyak pemasukan?
Jawaban sederhana, kami tidak ingin merusak alam hanya mencari materi. Mantap, jawaban luar biasa.Â
Saya jadi ingat obyek wisata Ranu Manduro di Mojokerto yang sempat viral karena keindahan alam layaknya di Selandia Baru dengan hamparan padang hijau dengan latar gunung.Â
Akibat viral dan tidak ada pembatasan pengunjung maka jumlah kunjungan membludak. Ironisnya kejadian ini membuat wisata ini akhirnya ditutup untuk umum karena merusak vegetasi tanaman.Â
Belajar dari pengelolaan Pantai 3 Warna yang tidak mengejar materi namun pengelola berusaha tetap menjaga kelestarian alam dengan membatasi kunjungan. Ini yang membuat hingga saat ini Pantai 3 Warna tetap terjaga.Â
# Ekonomi berkelanjutan (sosio ekonomi) jangka panjang
Kelompok masyarakat sekitar sangat dilibatkan dalam pengelolaan wisata. Terlihat ada yang terlibat sebagai petugas parkir kendaraan, menjaga pos pendaftaran, petugas keamanan dan pemandu wisata.Â
Pengunjung diberi kebebasan jika hanya mengunjungi Pantai Gatra yang masih berbatasan dengan Pantai 3 Warna. Namun khusus ke kawasan Pantai 3 Warna wajib menggunakan pemandu wisata.Â
Tarif pemandu wisata saat saya berkunjung 100 ribu untuk maksimal 10 orang dalam kelompok. Ini karena akses ke Pantai 3 Warna akan membingungkan bagi yang belum paham area.Â
Selain itu ada tugas lain yaitu memastikan pengunjung agar berwisata sesuai aturan yang sudah disampaikan. Jadi jangan sakit hati jika ditegur karena ketahuan membuang sampah. Ini sudah menjadi bagian dari tugas untuk menjaga kelestarian alam.Â
Di pantai pun ada jasa persewaan alat snorkeling yang dikelola masyarakat. Usaha-usaha ini memberikan ekonomi berkelanjutan sehingga masyarakat setempat mendapatkan manfaat finansial dari kehadiran wisata Pantai 3 Warna.Â
Keberhasilan ini karena sistem pengelolaan baik masyarakat setempat dengan pemerintah dalam hal ini UPT Pelabuhan dan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan. Hal ini yang bisa dijadikan contoh bagi pengelola wisata agar jangan sampai tidak memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar terhadap kehadiran suatu obyek wisata.Â
# Aspek lingkungan (environment sustainability)
Hal yang saya ancungi jempol dari wisata Pantai 3 Warna adalah cara pengelola menjaga aspek lingkungan. Segala barang bawaan pengunjung akan di data oleh petugas bahkan ada kertas checklist barang yang dibawa dan jumlahnya.Â
Bahkan cemilan yang saya bawa pun ditulis dengan detail. Tujuannya agar saat balik dari Pantai 3 Warna, pengunjung membawa kembali sampah yang dibawa. Jika ada sampah yang tidak sesuai /hilang maka pengunjung akan dikenakan denda sesuai yang tertulis di papan informasi. Wuah luar biasa sekali, ini menekan bahwa jangan buang apapun di tempat wisata selain kenangan.Â
Ini perlu dicontoh khususnya destinasi wisata alam. Jika diterapkan dengan baik selain meningkatkan kesadaran akan alam sekitar juga menekan kerusakan alam karena kunjungan wisata. Jumlah sampah di jalur pendakian pun akan berkurang karena sampah yang tidak bawa balik akan di denda. Pasti akan ada rasa ketakutan jika meninggalkan sampah di alam. Khawatir sanksi denda di pos pulang.Â
Bagaimana Peran Kita Sebagai Wisatawan Bertanggungjawab dan Peduli Lingkungan?Â
Ini menjadi bahan introspeksi diri sudahkah kita menjadi penikmat wisata yang bertanggungjawab?Â
Kita bisa memulai dari hal kecil dalam diri kita sendiri. Seperti apa?Â
Praktekan Bawa, Simpan dan Buang Pada Tempatnya. Umumnya kita tidak dilarang membawa makanan dan minuman ke wisata alam mempertimbangkan susah mencari warung atau menghemat pengeluaran. Namun bukan berarti kita bisa bertindak sesuka hati.Â
Contoh kebiasaan pengunjung Pantai 3 Warna yang dituntut menyimpan kembali sampah yang dihasilkan dan dibuat pada tempatnya yang tersedia di pos keluar. Bahkan untuk bungkus permen yang kecil pun akan disimpan untuk melestarikan alam dan kebersihan lingkungan.Â
Cara ini juga sekaligus bisa mengubah stigma bahwa wisatawan Indonesia agak jorok yaitu suka buang sampah dimanapun berada. Stigma ini bisa berubah seandainya kita membiasakan dari diri sendiri.Â
Jangan Ambil Apapun Kecuali Kenangan. Kebiasaan buruk dimana suka mengambil sesuatu di alam untuk kenang-kenangan. Ini adalah perilaku buruk yang sebaiknya dihilangkan. Tempatkan diri kita tamu yang datang ke tempat seseorang. Tamu yang baik tidak akan merusak barang atau mencuri barang si pemilik rumah. Stigma ini yang kita ciptakan, cukup ambil kenangan indah ketika menikmati karya ciptaan Tuhan.Â
Wisata ini Juga Hak Generasi Penerus. Kasus Ranu Manduro bisa menjadi contoh karena ketidakpedulian kita membuat wisata alam ini terancam tidak bisa dinikmati generasi penerus. Kondisi Ranu Kumbolo di Gunung Semeru pun kini mulai tercemar padahal Ranu Kumbolo menjadi sumber air penting bagi satwa asli dan juga pendaki. Cara sederhana adalah hindari tindakan yang berpotensi merusak lingkungan baik jangka pendek dan panjang.Â
Aku adalah Agen Penjaga Lingkungan. Ketika di mindset tertanam bahwa kita adalah sosok penting penjaga lingkungan maka kita tidak segan menasehati dan menegur siapapun yang terlibat kerusakan lingkungan. Tidak hanya itu, kita juga berusaha memberi contoh baik tentang apa yang bisa dan jangan dilalukan saat berwisata di alam.Â
***
Wisata alam itu dinikmati bukan dirusak, hal utama yang harus kita pahami dan tanamkan. Wisata berkelanjutan kini harus diperkuat agar hadirnya wisata juga memberi manfaat bagi masyarakat lokal, memberi edukasi bagi pengunjung, dan ada kontribusi terhadap kelestarian lingkungan.Â
Jadilah sosok pengunjung bertanggungjawab bukan perusak. Karena sejatinya kita juga adalah bagian dalam ekosistem di dunia.Â
Kita harus Bangga Berwisata di Indonesia
Semoga Bermanfaat
--HIM--
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H