Ada wacana larangan pakaian impor guna melindungi industri fesyen dalam negeri kian digaungkan oleh pemerintah. Saya pun saat ini melihat usaha pakaian impor terus menjamur dalam beberapa tahun terakhir.Â
Di lingkungan tempat saya tinggal bahkan ada pasar pakaian impor yang telah dikenal luas. Dulu pasar ini ramai dikunjungi pembeli karena harganya super murah. Bahkan pakaian impor yang notabane-nya bekas bisa didapat dengan harga di bawah 10 ribu.
Namanya pakaian bekas impor maka sudah dipastikan pengunjung harus jeli dalam memilih. Kadang ada yang sudah robek, luntur, jahitan tidak rapih atau ukuran baju yang terlalu besar.Â
Namun jika sabar dan jeli kadang bisa mendapatkan pakaian branded atau dari merk terkenal dengan harga terjangkau. Pasti ada rasa bangga jika bisa menggunakan pakaian branded namun ramah di kantong.Â
Kini pasar baju impor ini mulai membidik pelanggan demi meraih cuan. Penjual kini menerapkan strategi selektif menjual pakaian dimana ada yang sengaja menjual pakaian bekas dengan merk sudah dikenal.Â
Tidak hanya itu jika dulu pakaian bekas dijual apa adanya sehingga harga bisa murah. Kini penjual menjual pakaian bekas layak pakai. Pakaian yang kotor akan dicuci, yang ada noda akan dicoba dibersihkan kemudian di setrika.Â
Alhasil jika dulu baju bekas dijual 10 ribu rupiah kini bisa dipatok 50 ribu rupiah hanya dengan memoles pakaian menjadi lebih layak. Kondisi ini membuat pasar ini tidak seramai dulu tapi pedagang justru dapat membidik pangsa ekslusif dan cuan pun tetap bisa didapat.Â
Di Denpasar bahkan ada area yang terkenal menjual pakaian impor. Memanfaatkan lahan kosong di pinggir jalan besar, penjual ini berdagang secara kelompok. Lampu yang terang, pakaian yang dipajang di sekitar jalan sangat menarik orang untuk sekedar datang melihat.Â
Pengalaman Membeli Pakaian Bekas Impor
Dulu teman cewek zaman kuliah asal Bekasi cerita bahwa pakaian yang selama ini dipakai ke kuliah kebanyakan dari Pasar Senen di Jakarta. Wow, kami takjub karena kami pikir beli baru karena dari kualitas bagus dan dari merk terkenal.Â
Dirinya bilang jika ke Pasar Senen bisa sampai berjam-jam untuk melihat satu per satu pakaian yang dijual. Menariknya pakaian yang dibeli justru tergolong murah. Contoh teman saya menunjukkan baju yang dipakai saat itu harganya tidak sampai 15 ribu. Celana pun di bawah 30ribu.Â
Selain harus pintar memilih juga pintar menawar karena sebagai konsumen pasti kita ingin mendapatkan barang bagus tapi terjangkau. Teman saya menambahkan karena barang bekas tentu kondisi tidak 100 persen baik.Â
Ia menunjukan ada noda yang tidak terlalu keliatan di bajunya. Awalnya noda ini besar dan terlihat jelas dengan memanfaatkan bahan pencuci pakaian, noda bisa tersamarkan. Celana pun sama ada jahitan yang tidak rata. Mungkin inilah yang membuat pakaian ini tidak digunakan oleh pengguna pertama.Â
Teringat informasi itu ketika saya merantau pertama ke Jakarta karena mendapatkan pekerjaan, saya pun kerap kali pergi ke Pasar Senen.Â
Bayangkan saat merantau, saya hanya membawa beberapa helai baju dan celana saja. Padahal kerjaan saya menuntut menggunakan kemeja rapih setiap ke kantor. Stok kemeja saya sangat terbatas sedangkan uang hidup merantau terbatas.Â
Ternyata ada teman kantor cerita tentang banyak pakaian impor bagus di Pasar Senen ditambah teringat kisah teman semasa kuliah akhirnya saya menjadikan Pasar Senen untuk mencari pakaian bekas.Â
Tanpa mengurangi maksud larangan pemerintah, sebenarnya ada sisi positif adanya penjual pakaian impor berdasarkan pengamatan dan pengalaman saya.Â
Pertama, Memahami Persaingan Bisnis. Kita tidak bisa menampik bahwa dalam usaha pun ada persaingan.Â
Saya akui masuknya pakaian impor seakan jadi ancaman bagi pelaku fesyen tanah air. Namun bukankah persaingan membuat mental bisnis jadi terasah?Â
Jika saya pelaku usaha fesyen, saya akan menciptakan strategi baru. Menciptakan produk unik, kreatif dan punya pasar khusus. Logika sederhana saat ini pun banyak terdapat penjual tas impor atau tas imitasi di masyarakat dengan harga murah. Apakah usaha ini mematikan bisnis Channel atau Dior?Â
Justru hadirnya tas impor atau tas imitasi bukanlah ancaman bagi Channel atau Dior karena mereka sengaja membidik pasar menengah ke atas yang mencari keunikan dan eksklusivitas. Ketika ada produk yang di launching, sudah ada ratusan atau ribuan orang mengantri untuk membeli.Â
Pelaku usaha fesyen tanah air pun harus terpacu lebih kreatif. Daya tarik pakaian impor umumnya karena sisi harga murah. Masa mau kita menciptakan produk murahan agar bisa bersaing? Tidak masalah pembeli pakaian kita sedikit tapi harga yang kita jual berpuluh-puluh atau beratus-ratus kali lipat dari pakaian impor.Â
Sepertinya belum ada sosok miliarder karena menjual pakaian bekas impor. Justru miliader dari fesyen unik dan kreatif mulai banyak bermunculan.Â
Kedua, Mengasah Kemampuan Tawar-Menawar. Ini adalah kemampuan yang tidak diajarkan di bangku sekolah atau kuliah.Â
Membeli pakaian impor maka mindset di otak kita adalah pakaian tersebut bekas. Maka harga pun seharusnya lebih murah dibandingkan harga baru. Disinilah kemampuan tawar-menawar kita diuji.Â
Contoh teman kuliah saya yang bisa mendapatkan baju seharga 15 ribu dimana jika beli baru bisa seharga ratusan ribu rupiah. Meski si penjual awalnya membuka harga 50 ribu tapi karena kelihaian teman saya dalam negosiasi akhirnya deal di angka 15 ribuÂ
Saya pun mempraktekan hal ini saat belanja pakaian impor saat awal merantau. Awalnya malu menawar atau tidak mau menawar terlalu jauh dari harga yang disebutkan. Perlahan ketika sudah paham, mendapatkan harga yang sesuai dengan budget menjadi kebahagian tersendiri.Â
***
Hadirnya pakaian impor memang menjadi dilema tersendiri. Di satu sisi masyarakat bisa mendapatkan pakaian yang disuka dengan harga murah dan dengan merk terkenal. Disisi lain bisa menjadi ancaman pelaku fesyen tanah air.Â
Jika kita ingin menjadi pelaku bisnis fesyen hebat bisa jadi hadirnya pakaian impor bukanlah ancaman serius. Seperti pepatah pisau semakin tajam jika terus diasah. Kemampuan bisnis pun semakin kuat jika kita mampu menaklukkan ancaman bisnis.Â
Semoga Bermanfaat
--HIM--
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H