Pernah mendengar pecalang? Bagi yang pernah tinggal di Bali pasti familiar dengan istilah Pecalang. Mengutip dari salah satu portal berita, Pecalang dianggap sebagai satuan petugas penjaga keamanan yang ada di desa adat Bali (Sumber klik disini).Â
Pecalang sekilas mirip dengan Kamtibmas (Keamanan dan ketertiban masyarakat) yang berusaha menjaga keamanan yang ada di masyarakat.Â
Ada sedikit pembeda dimana Pecalang bukanlah sebuah profesi namun sebagai rasa kepedulian anggota masyarakat untuk mengamankan desa adat serta menjaga sosial budaya, pelaksanaan upacara agama dan keamanan fisik yang ada di desa Bali.Â
Pentingnya peran Pecalang maka tugas dan perannya termuat secara administratif pada Perda Provinsi Bali No. 3 Tahun 2003. Maka jika ada aktivitas yang melibatkan banyak orang atau ada pengamanan terhadap aktivitas keagamaan maka akan mudah ditemukan Pecalang di daerah tersebut.Â
Ciri khas Pecalang seperti menggenakan kain atau kamen khas Bali dengan soput poleng (hitam dan putih), pakaian hitam, membawa keris yang diselipkan di pinggang dan kini kerap ditambah atribut rpi bertuliskan Pecalang Desa.Â
Saya ada pengalaman sendiri dengan Pecalang. Saat Nyepi dimana masyarakat Bali tidak diperkenankan untuk bepergian dan dilarang menghidupkan alat penerangan. Saat kecil saya pernah main ke rumah saudara saat Nyepi dengan sembunyi-sembunyi.Â
Apesnya saya bermain hingga petang padahal kondisi lingkungan gelap karena tidak ada penerangan. Rasa was-was makin mencekam karena saya melihat petugas Pecalang mondar-mandir di sekitar.Â
Kekhawatiran jika saya balik ke rumah dan terlihat seliweran di jalan maka kemungkinan saya akan ditangkap oleh Pecalang dan dibawa ke Balai Banjar (Balai Desa). Bisa jadi akan dikenakan sanksi sesuai aturan karena saya bandel keluyuran saat Nyepi meski hanya ke rumah tetangga.Â
Pecalang meski sebagai petugas keamanan namun begitu dihargai oleh masyarakat Bali. Ada kebanggaan tersendiri jika lelaki dewasa dipercaya sebagai Pecalang. Ada beberapa alasan yang saya amati.Â
# Syarat Kekhususan Anggota PecalangÂ
Menjadi Pecalang pun ada persyaratan khusus seperti harus beragama Hindu, sudah menikah, berusia di atas 25 tahun, berperilaku baik dan setidaknya memahami kemampuan baca dan tulis (Sumber Klik Disini).
Artinya anak remaja atau pria dibawah 25 tahun belum diperkenankan sebagai pecalang. Selain itu mengingat Pecalang menjaga keamanan adat desa serta keagamaan maka hanya yang masyarakat setempat dan beragama Hindu.Â
Tujuan agar memahami aturan (awig-awig) desa, mengenali anggota (krama) desa serta disegani. Mengingat anggota desa juga terdiri dari orang dewasa maka jika anggota Pecalang belum matang dalam bersikap, berperilaku dan berkomunikasi maka dikhawatirkan menjadi masalah sendiri dalam tugas penertiban.Â
# Kerap Terlibat Dalam Kegiatan Besar
Saat acara besar seperti G20 yang beberapa bulan lalu dilaksanakan di Bali bisa berjalan sukses juga ada peran Pecalang di sekitar lokasi acara.Â
Pecalang ini membantu aparat TNI dan polisi dalam mengamankan suasana serta menjaga kegiatan agar berjalan tertib tanpa gangguan.Â
Acara G-20 yang melibatkan ratusan pecalang juga menciptakan kebanggaan tersendiri. Ini karena menunjukan bahwa masyarakat Bali peduli dalam menyukseskan acara penting seperti G20. Apalagi G20 dianggap bisa menumbuhkan rasa kepercayaan dunia terhadap pariwisata di Bali.Â
Tidak hanya itu acara besar seperti upacara di pura, konser musik, pertemuan akbar di Bali pun pasti melibatkan Pecalang.Â
Dulu saat keluarga besar saya ada acara metatah (potong gigi dalam tradisi Hindu) serta mengundang kesenian lokal untuk menghibur juga melibatkan Pecalang. Tujuan agar acara berjalan lancar dan terhindar dari preman atau oknum yang bisa merusak kegiatan.Â
Pecalang yang merupakan warga setempat bisa membantu mengenali mana orang yang merupakan warga setempat ataupun dari luar wilayah.Â
Apalagi di kondisi saat ini banyak oknum dengan niat kurang baik misalkan mengincar kendaraan yang terparkir saat ada acara massal
# Pecalang Sebagai Kontribusi Pada Layanan Masyarakat
Mengingat Pecalang bukanlah profesi layaknya polisi atau TNI yang mendapatkan gaji bulanan maka aktivitas Pecalang bisa dikatakan sebagai bentuk layanan pada masyarakat.Â
Pecalang pun harus mengorbankan waktu dan tenaga dalam setiap kegiatan. Tentu untuk membantu keamanan acara pasti harus ikut mulai tahap persiapan, puncak acara hingga paska acara.Â
Tidak hanya itu sebagai bagian dari team keamanan, Pecalang bisa harus berdiri atau keliling lokasi acara selama berjam-jam.Â
Tidak semua orang bersedia jika diminta sebagai Pecalang karena keterbasan waktu, tenaga dan kesiapan diri. Inilah yang membuat Pecalang disegani di masyarakat karena mereka umumnya bertindak tanpa pamrih.Â
Saya pun seandainya diminta sebagai Pecalang belum siap. Makanya saya bangga pada masyarakat yang mencurahkan tenaga dan waktu untuk melayani masyarakat dengan sepenuh hati.Â
***
Pecalang menjadi kearifan lokal bagi masyarakat Bali dan telah banyak memberikan kontribusi bagi masyarakat mulai membantu menjaga kegiatan upacara, menertibkan masyarakat serta membantu menindak pelanggar aturan (awig-awig) desa.Â
Meski bukan sebagai profesi yang memberikan penghasilan tetap tapi Pecalang menjadi sosok yang disegani. Keberhasilan kegiatan G20 menjadi bukti kecil bagaimana peran Pecalang sangat besar dalam menyukseskan acara atau kegiatan upacara.Â
Semoga Bermanfaat
--HIM--
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H