Bayaran atas jasa Joki Ilmiah tidaklah murah. Seandainya murah tentu tidak akan banyak orang tertarik terjun di bidang ini.Â
Contoh kenalan saya yang menjadi joki pengerjaan skripsi bisa mendapatkan bayaran 1-3 juta tergantung topik, bidang keilmuan dan sebagainya. Untuk Thesis bisa 2 kali lipat dari biaya Skripsi.Â
Bagi yang sudah pengalaman dalam menulis atau sudah memiliki jam terbang tinggi. Menulis 1 topik skripsi bisa tergarap dalam hitungan minggu. Bahkan jika topik yang diangkat mirip dengan yang pernah digarap akan lebih cepat karena hanya mengedit template yang sudah ada.Â
Bayangkan jika 1 bulan ada 3 orang klien dengan kesepakatan biaya 2 juta/skripsi. Artinya ia bisa mendapatkan 6 juta. Nominal sudah menggungguli pendapatan pegawai kantoran di kota besar.Â
Kenalan saya ini merasa pendapatan dari jasanya ini selain membuat dirinya menguasai banyak bidang keilmuan, mengasah kemampuan nulis juga bisa menghidupi dirinya. Ia mungkin hanya perlu merevisi tulisan sesuai hasil bimbingan yang diberikan dosen si klien.Â
Tanpa harus dipatok waktu kerja, dimarahi atasan atau biaya besar karena mengerjakan proyek tulisan bisa dilakukan meski hanya di dalam kamar atau tempat lain yang dianggap nyaman.Â
# Budaya Prioritas Output Dibanding Process
Setidaknya ini yang saya amati. Tidak kaget jika nilai atau hasil menjadi patokan utama dalam pendidikan kita.Â
Orang akan dianggap pintar jika mendapatkan nilai 8 ke atas. Yg mendapatkan nilai dibawah 5 atau C dianggap tidak kompeten. Padahal bisa jadi ada oknum yang mendapatkan nilai tinggi dengan cara tidak benar.Â
Adik saya cerita memiliki kenalan sebagai joki jawaban. Jadi para Joki ini adalah sosok pintar saat sekolah atau kuliah. Mereka akan senang hati membantu siswa atau mahasiswa yang susah mengerjakan tugas dengan bayaran tertentu.Â