Ada istilah yang umum di seputar dunia usaha,Â
Sebuah istilah yang menempatkan pembeli/pelanggan memiliki posisi penting. Ini karena eksistensi usaha dianggap tergantung dengan pembeli. Jika pembeli ramai maka usaha akan mendapatkan banyak cuan dan bisa berkembang dengan baik. Sebaliknya jika pembeli sepi maka bisa menghambat kelangsungan usaha.
Hal unik justru pernah saya lihat di salah satu kedai makan. Terpasang tulisan yang cukup menarik perhatian, kurang lebih isinya berikut :
"Disini Pembeli Bukanlah Raja, Tolong Saling Menghargai"
Wow, baru ini saya melihat usaha yang secara terang-terangan tidak menempatkan pembeli sebagai raja. Saya cukup memahami hal ini karena memang banyak tindakan pembeli/pelanggan justru semena-mena karena mereka merasa layak untuk diistimewakan.Â
Kejadian di atas hanyalah sebagian kecil tindakan yang menurut saya terlalu semena-mena. Bahkan saya pernah melihat sendiri pramusaji yang menangis karena dimaki-maki oleh konsumen karena sebuah kesalahan kecil seperti makanan terlalu lama disajikan.Â
Pertanyaan sederhana, masih relevankah menempatkan pembeli/pelanggan sebagai raja di jaman sekarang?Â
Setidaknya untuk menjawab hal ini sebaiknya dua sisi (baik pelanggan ataupun pengelola usaha) memahami hal-hal berikut :
# 1. Perlu Adanya Mutualisme UsahaÂ
Saya kurang sepakat jika ada pihak merasa bahwa kehadiran dirinya lebih bermanfaat dalam transaksi usaha. Nyatanya kedua pihak baik pembeli maupun penjual saling membutuhkan.Â
Misalkan penjual sembako membutuhkan pembeli agar dagangannya laku dan produk bisa berputar dengan cepat. Disisi lain pembeli pun membutuhkan penjual sembako agar bisa membeli kebutuhan hidup.Â
Bayangkan jika salah satu pihak tidak ada maka tidak akan ada keseimbangan. Si penjual tidak dapat pemasukan dan barang dagangan rusak sedangkan si pembeli akan kelaparan karena tidak mendapatkan barang.Â
Jika kedua belah pihak menyadari bahwa mereka saling membutuhkan ibarat simbiosis mutualisme maka secara langsung akan tercipta rasa saling menghargai.Â
#2. Pelanggan Adalah Raja Menciptakan Strata
Bukankah setiap orang memiliki kedudukan yang sama, setidaknya itulah yang kerap digaungkan di tengah masyarakat kita. Jika sudah terarahkan seperti itu lalu mengapa kita justru menciptakan strata baru dimana menempatkan pelanggan/pembeli sebagai raja.Â
Istilah ini seakan bisa membuat seseorang jadi congkak, angkuh dan merasa dirinya benar. Memandang orang lain tidak setara dengannya dan berpotensi bersikap semena-mena.Â
Tapi kan itu cuma istilah saja?Â
Ya saya pun setuju namun istilah ini telah menciptakan mindset tersendiri di sebagian kalangan.Â
Teringat ada konsumen marah-marah ke seorang pelayan resto. Dirinya menunjuk-nunjuk si pelayan dengan mengatakan konsumen adalah raja dan harus dilayani dengan baik.Â
Saya menyayangkan sikap ini seandainya pelayan resto tersebut melakukan hal yang kurang berkenan, sebaiknya ditegur dengan baik-baik dan jangan mengatakan bahwa dirinya harus mendapatkan pelayanan terbaik layaknya seorang raja.Â
# 3. Di atas Langit Masih Ada Langit
Ini kisah berbeda, ada konsumen yang hendak membeli smartphone keluaran terbaru. Harganya memang cukup mahal. Namun tingkah lakunya seakan-akan menunjukan dirinya adalah sultan karena membeli gadget keluaran terbaru.Â
Si konsumen mungkin lupa bahwa di atas langit masih ada langit. Dirinya mungkin merasa membeli gadget keluaran terbaru membuat status sosialnya lebih tinggi padahal diluar sana ada yang tiap bulan gonta ganti gadget keluaran terbaru.Â
Sangat disayangkan ada tindakan kurang enak oleh si pembeli kepada staf toko. Saya teringat pengalaman dulu menjadi sales counter. Ada saja menemukan karakter pembeli seperti ini. Menganggap sales beruntung mendapatkan pembeli seperti dirinya sehingga sales perlu memberikan pelayanan terbaik untuknya.Â
Padahal ada sales yang juga memiliki gadget seperti dirinya atau bahkan jika si konsumen mau merenung sedikit. Dirinya baru beli 1 gadget terbaru sudah sombong maka pemilik toko yang memiliki ratusan gadget otomatis jauh lebih kaya dibandingkan si pembeli. Kehilangan 1 customer seperti ini bukanlah suatu masalah besar.Â
***
Pembeli adalah raja, sebuah upaya menempatkan pembeli sebagai sosok penting. Mengingat ketika konsumen nyaman dan senang mendapatkan pelayanan terbaik maka dirinya mungkin akan jadi pelanggan setia atau mempromosikan kepada orang sekitar.Â
Sayang istilah ini kerap disalahgunakan oleh beberapa pembeli/pelanggan. Mereka merasa super power, sombong dan bersikap semena-mena terhadap pelayan atau yang melayani dirinya. Saya sangat menyayangkan beberapa kasus yang menunjukan fenomena sosial ini.Â
Berkaca pada sebuah tulisan inspiratif di salah satu tempat makan dimana harus mengutamakan sikap saling menghargai seakan menempatkan pembeli dan penjual dalam posisi sama. Pada kondisi ini akan terjalin hubungan saling menguntungkan ibarat mutualisme dibandingkan komensalisme yang menguntungkan salah satu pihak.Â
Semoga Bermanfaat
--HIM--
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H