Hal yang buat saya geleng-geleng adalah pemilih abu-abu ini tetap menerima amplop tersebut justru suara diberikan kepada kandidat pesaing. Alhasil kandidat pesaing-lah yang menang.Â
Informasi ini begitu cepat menyebar bahkan paska penghitungan hasil si Calon Kades incumbent marah besar pada tim sukses. Bahkan si Kades ini emosinya menjadi tidak stabil menjelang berakhirnya masa jabatan.Â
Wajar ternyata untuk maju dalam Pilkades saja, calon bisa menghabiskan uang hingga ratusan juta rupiah buat masa persiapan, tim sukses, kampanye hingga dana khusus untuk serangan fajar.Â
Saya sempat tertawa ternyata kini masyarakat sudah pintar dalam menggunakan hak pilihnya. Mereka dengan suka hati menerima amplop atau bantuan dari tim sukses namun bukan berarti mereka akan memberikan hak suara pada Caleg tersebut.Â
Berbagai kasus seperti kasus korupsi yang dilakukan oleh Calon Terpilih saat menjabat menjadi acuan bagi mereka untuk menentukan calon mana yang layak dipilih.Â
Calon yang terang-terangan melakukan tindakan curang mengindikasikan bahwa sosok tersebut tidak amanah, tidak adil dan bisa melakukan apa saja. Kekhawatiran ini yang jadi pertimbangan bagi warga khususnya rekan kerja saya saat itu.Â
Saya ancungkan dua jempol mendengar kisah mereka yang saya anggap cerdas
***
Fenomena serangan fajar bukan hal baru di tanah air. Strategi kerap dilakukan saat ada pemilihan dari lingkup desa, kabupaten, provinsi ataupun nasional. Dalih agar bisa mendapatkan suara dari pemilih abu-abu ternyata tidak selalu sejalan dengan harapan
Inilah pengalaman dari rekan kerja dimana serangan fajar dinanti namun tak berarti. Tak berarti karena si pemilih biasanya sudah paham harus melakukan apa untuk kebaikan bersama. Bisa jadi Calon Kandidat hanya bisa meringis dan kecewa karena dana sudah diberikan tapi suara tidak di raih.Â