Begitu banyak pernak-pernik kisah yang menghiasi sistem pemilihan umum di tanah air. Salah satunya strategi serangan fajar yang jadi senjata akhir bagi tim sukses atau calon kandidat untuk meraih hati pemilih atau konstituen.Â
Sepertinya tidak akan ada yang berani mengatakan bahwa sistem Pemilu di negara kita bebas dari aktivitas curang. Ini karena masih lemahnya pemantauan dan pengawasan panitia pemilu maupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terhadap kecurangan melalyi serangan fajar.Â
Ada kisah unik pernah diceritakan secara langsung dari rekan-rekan kerja saya di kantor terkait serangan fajar.Â
"Kamu dapat berapa? " Seorang staf bertanya pada rekan kerja lain.Â
"150 ribu" Kata rekan tersebut
"Wuah kalah, ku dapat 225 ribu" Balas staf awal
Saya yang secara tidak sengaja mendengar perbincangan ini tertarik mengulik lebih dalan. Usut punya usut, rekan saya ini mendapatkan serangan fajar dari Caleg yang maju.Â
Hal menarik justru mereka paham betul bahwa menjelang subuh pada hari pencoblosan akan ada seliweran tim sukses yang mendatangi rumah warga untuk menerapkan strategi serangan fajar.Â
Ternyata tidak hanya berbentuk uang namun bisa berupa sembako atau kebutuhan lainnya.Â
Saya sempat bertanya, kok mereka terima uang atau bantuan sembako dari Caleg. Padahal kita tahu ini bentuk kecurangan.Â
Jawab sederhana, karena ini rejeki. Tidak baik menolak rejeki.Â
Jawaban yang menandakan bahwa warga pun banyak yang menanti atau membutuhkan sumbangan atau pemberian tersebut. Setidaknya ini dianggap rejeki dadakan meski tahu bahwa ini adalah faktor kecurangan. Kembali lagi dengan alasan kebutuhan maka susah untuk menyalahkan.Â
Pertanyaan saya kembali, apakah mereka akan memilih calon yang memberikan serangan fajar?Â
Satu persatu rekan saya memberikan jawaban yang membuka pandangan saya. Nyatanya mereka justru memanfaatkan hak suara dengan strategi tersendiri.Â
Saya pilih semuanya pak. Biar adil
Lah, kok dipilih semuanya. Kan tandanya surat suara tidak sah? Saya sempat bingung apakah mereka tidak paham aturan Pemilu atau bagaimana?Â
Ternyata mereka paham dan karena paham inilah mereka sengaja memilih semuanya agar hak suara mereka masuk sebagai suara tidak sah. Disatu sisi mereka sudah melakukan kewajiban untuk memilih caleg yang memberikan serangan fajar. Namun disisi lain mereka cerdas karena suara tidak sah pasti tidak akan dihitung.Â
Mereka sadar jika caleg dengan strategi serangan fajar terpilih. Potensi untuk korupsi besar demi mengembalikan dana yang terpakai saat masa kampanye.Â
Jawaban lebih menohok juga diceritakan oleh rekan kerja lain. Pengalaman mendapatkan serangan fajar saat Pilkades serentak beberapa tahun lalu.Â
Tim sukses Kades incumbent diinfokan menyebarkan amplop berisi uang 100ribu kepada warga. Ternyata tim sukses tahu mana warga yang menjadi pendukung sejati si Calon Kades, mana warga yang sudah pasti memilik Calon Kades lain dan mana yang masih abu-abu.Â
Pemilih abu-abu inilah yang berusaha didekati tim sukses mengingat jumlahnya yang besar dan mampu menjadi penentu saat penghitungan.Â
Hal yang buat saya geleng-geleng adalah pemilih abu-abu ini tetap menerima amplop tersebut justru suara diberikan kepada kandidat pesaing. Alhasil kandidat pesaing-lah yang menang.Â
Informasi ini begitu cepat menyebar bahkan paska penghitungan hasil si Calon Kades incumbent marah besar pada tim sukses. Bahkan si Kades ini emosinya menjadi tidak stabil menjelang berakhirnya masa jabatan.Â
Wajar ternyata untuk maju dalam Pilkades saja, calon bisa menghabiskan uang hingga ratusan juta rupiah buat masa persiapan, tim sukses, kampanye hingga dana khusus untuk serangan fajar.Â
Saya sempat tertawa ternyata kini masyarakat sudah pintar dalam menggunakan hak pilihnya. Mereka dengan suka hati menerima amplop atau bantuan dari tim sukses namun bukan berarti mereka akan memberikan hak suara pada Caleg tersebut.Â
Berbagai kasus seperti kasus korupsi yang dilakukan oleh Calon Terpilih saat menjabat menjadi acuan bagi mereka untuk menentukan calon mana yang layak dipilih.Â
Calon yang terang-terangan melakukan tindakan curang mengindikasikan bahwa sosok tersebut tidak amanah, tidak adil dan bisa melakukan apa saja. Kekhawatiran ini yang jadi pertimbangan bagi warga khususnya rekan kerja saya saat itu.Â
Saya ancungkan dua jempol mendengar kisah mereka yang saya anggap cerdas
***
Fenomena serangan fajar bukan hal baru di tanah air. Strategi kerap dilakukan saat ada pemilihan dari lingkup desa, kabupaten, provinsi ataupun nasional. Dalih agar bisa mendapatkan suara dari pemilih abu-abu ternyata tidak selalu sejalan dengan harapan
Inilah pengalaman dari rekan kerja dimana serangan fajar dinanti namun tak berarti. Tak berarti karena si pemilih biasanya sudah paham harus melakukan apa untuk kebaikan bersama. Bisa jadi Calon Kandidat hanya bisa meringis dan kecewa karena dana sudah diberikan tapi suara tidak di raih.Â
Semoga Bermanfaat
--HIM--
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H