Saya sempat bertanya, kok mereka terima uang atau bantuan sembako dari Caleg. Padahal kita tahu ini bentuk kecurangan.Â
Jawab sederhana, karena ini rejeki. Tidak baik menolak rejeki.Â
Jawaban yang menandakan bahwa warga pun banyak yang menanti atau membutuhkan sumbangan atau pemberian tersebut. Setidaknya ini dianggap rejeki dadakan meski tahu bahwa ini adalah faktor kecurangan. Kembali lagi dengan alasan kebutuhan maka susah untuk menyalahkan.Â
Pertanyaan saya kembali, apakah mereka akan memilih calon yang memberikan serangan fajar?Â
Satu persatu rekan saya memberikan jawaban yang membuka pandangan saya. Nyatanya mereka justru memanfaatkan hak suara dengan strategi tersendiri.Â
Saya pilih semuanya pak. Biar adil
Lah, kok dipilih semuanya. Kan tandanya surat suara tidak sah? Saya sempat bingung apakah mereka tidak paham aturan Pemilu atau bagaimana?Â
Ternyata mereka paham dan karena paham inilah mereka sengaja memilih semuanya agar hak suara mereka masuk sebagai suara tidak sah. Disatu sisi mereka sudah melakukan kewajiban untuk memilih caleg yang memberikan serangan fajar. Namun disisi lain mereka cerdas karena suara tidak sah pasti tidak akan dihitung.Â
Mereka sadar jika caleg dengan strategi serangan fajar terpilih. Potensi untuk korupsi besar demi mengembalikan dana yang terpakai saat masa kampanye.Â
Jawaban lebih menohok juga diceritakan oleh rekan kerja lain. Pengalaman mendapatkan serangan fajar saat Pilkades serentak beberapa tahun lalu.Â
Tim sukses Kades incumbent diinfokan menyebarkan amplop berisi uang 100ribu kepada warga. Ternyata tim sukses tahu mana warga yang menjadi pendukung sejati si Calon Kades, mana warga yang sudah pasti memilik Calon Kades lain dan mana yang masih abu-abu.Â
Pemilih abu-abu inilah yang berusaha didekati tim sukses mengingat jumlahnya yang besar dan mampu menjadi penentu saat penghitungan.Â