Topik pilihan Mengemis Online mengingatkanku pada kejadian beberapa jam lalu. Melalui postingan di sosial media, ada seorang ibu curhat tentang kesulitan dana untuk membelikan anak susu dan kebutuhan bayi.Â
Uniknya di akhir video, si ibu berharap ada yang dermawan berkenan membawa dirinya untuk membeli kebutuhan anaknya. Apakah salah?Â
Awalnya saya merasa tidak masalah meminta bantuan kepada orang lain namun yang mengganjal justru si ibu terkesan mengincar rasa iba. Jika dilihat si ibu masih bisa merekam kisahnya dengan sang anak melalui gadget dan ada pulsa untuk memposting video di sosial media.Â
Saya awalnya iba jadi geleng-geleng kepala padahal untuk kebutuhan anaknya dirinya lebih mengandalkan belas kasihan dibandingkan menjual gadget atau menahan diri menggunakan uang untuk anak dibandingkan kuota internet.Â
Fenomena mengemis online kini justru jadi cara instan dalam mengumpulkan dana atau membantu menyelesaikan masalah. Baru-baru ada aksi penggalangan dana dari keluarga public figure.Â
Meski akhirnya aksinya ini dihentikan namun masyarakat sudah terlanjur muncul stigma berbeda dimana menilai masih ada banyak aset yang dimiliki untuk dana darurat dibandingkan meminta dana dari masyarakat.Â
Perlahan saya menilai mulai ada pergeseran mental di lingkup kecil masyarakat kita. Jika dulu merasa enggan untuk meminta karena terpentok gengsi kini justru banyak yang terang-terangan meminta bantuan, dukungan atau pemberian untuk memenuhi tujuan dan kebutuhan.Â
Kenapa fenomena ini bisa terjadi?
Sebagai masyarakat biasa ada rasa menggelitik ketika oknum mengemas dirinya sebagai sosok yang patut dikasihani sehingga bantuan orang lain dirasa jadi pilihan tepat. Ini terjadi karena beberapa hal seperti :
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!