"Bukan, itu kado buatku" Suara anak lainnya mulai bergemuruh
Ratih dengan sigap maju menenangkan suasana.Â
Satu per satu saya melihat wajah ketidaksabaran dari anak-anak mungil ini. Padahal dalam hati ku, ada rasa sedih mengingat kemalangan mereka hingga harus di panti.Â
Freddy, anak yang berani itu dititipkan oleh ayahnya 4 tahun lalu. Ibunya meninggal setahun setelah melahirkan dirinya dan sang ayah menikah lagi 3 tahun lainnya. Namun ibu tirinya seakan kurang menyukai kehadiran Freddy.Â
Sheila, dirinya baru 10 bulan bergabung di Panti. Kedua orang tuanya meninggal karena Covid-19. Tidak ada sanak saudara yang ia miliki hingga para tetangga mengantarkan dirinya ke Panti.Â
Ratih, pengasuh anak-anak pun dulunya adalah bagian dari mereka. Nasibnya jauh lebih menyedihkan.Â
Orang tuanya membuang dirinya saat baru dilahirkan. Bahkan ia ditemukan di semak-semak kebun milik warga dengan ari-ari masih menempel. Beruntung ia ditemukan oleh pemilik kebun dan diantarkan ke Panti.Â
Saya ingat orang yang mengantarkan dirinya ingin mengasuh dirinya namun karena ia sudah berusia lanjut dan tinggal seorang diri. Ia seakan khawatir tidak bisa merawat dengan baik. Menurutnya menitipkan di panti adalah pilihan tepat.Â
Tugas kami pengurus panti hanyalah menjaga, merawat dan menyekolahkan anak-anak istimewa ini hingga SMA. Semua biaya operasional dibantu oleh yayasan, gereja dan bantuan donatur.Â
Selepas SMA, anak panti akan mulai mandiri mencari pekerjaan untuk masa depan. Ratih justru memilih ingin membantu para suster untuk menjaga anak-anak istimewa ini.Â
Ia pernah berkata, ini adalah caranya membalas kebaikan Tuhan. Adik-adik panti seakan menjadi keluarga yang ia dapatkan dalam sebuah takdir.Â