Topik Kompasiana tentang Logo dan Slogan Daerah seakan menjadi renungan tersendiri bagi saya. Seberapa kuat pemahaman dan pemaknaan saya terhadap logo dan slogan Bali, daerah yang sejak kecil saya tinggali.Â
Dalam sekejap saya mengecek kembali logo dan slogan Provinsi Bali meskipun sejak kecil logo tersebut sudah familiar. Di seragam sekolah terpasang logo dan simbol Bali, di instansi pemerintah daerah pun akan mudah ditemukan hal ini.Â
Secara garis besar Lambang Bali didesain dalam bentuk segi lima dengan warna dasar biru tua dengan ada beberapa gambar seperti :
- Bintang
- Candi
- Gapura/candi bentar
- Rantai
- Kipas
- Padi dan Kapas
- Bunga Teratai atau Padma
Setiap logo, gambar, warna, dan semboyan pastilah memiliki makna mendalam. Inilah yang ingin saya analisis tentang filosofi logo dan semboyan Bali dalam kehidupan masyarakat lokal.Â
# Filosofi Makna Dalam Kehidupan Sehari-Hari
Bintang Kuning Emas
Lambang ini menjelaskan tentang Ketuhanan Yang Maha Esa. Mayoritas masyarakat Bali menganut agama Hindu. Bagi masyarakat luar Bali kadang memunculkan anggapan bahwa masyarakat Bali memuja banyak dewa dam dewi.Â
Pandangan ini wajar karena memang dalam masyarakat Hindu mengenal banyak dewa dan dewi dengan manifestasi tugas berbeda. Namun yang patut disadari bahwa sebenarnya secara inti, masyarakat Hindu Bali memfokuskan pada 3 Dewa utama yaitu Siwa, Brahma dan Wisnu yang dikenal Tri Murti.Â
Tri Murti dianggap sebagai sebagai satu kesatuan yang bertugas menjaga keseimbangan alam semesta. Dewa Brahma bertugas sebagai pencipta, Dewa Wisnu bertugas sebagai penjaga atau pemelihara dan Dewa Siwa bertugas sebagai pelebur atau pemusnah.Â
Saya salut dengan masyarakat Hindu yang seakan totalitas dalam memberikan pelayanan, persembahan dan rasa syukur kepada Sang Pencipta. Setiap pagi, siang, dan sore akan ada masyarakat lokal yang melakukan persembahyangan sebagai rasa syukur.Â
Candi
Gambar candi ini representasi Candi Pahlawan Margarana yang sekaligus mengenal perjuangan I Gusti Ngurah Rai yang gugur saat perang melawan Belanda yang dikenal dalam peristiwa puputan Margarana.Â
Sejak dulu masyarakat Bali memiliki semangat juang yang tinggi. Istilah puputan atau berperang hingga titik darah penghabisan telah mengakar bahkan sejak masa kerajaan dulu.Â
Ada beberapa peristiwa heroik yang tetap dikenang hingga saat ini seperti puputan Jagaraga, Puputan Kusamba, Puputan Badung, Puputan Margaraga dan Puputan Klungkung.
Perjuangan ini menunjukan bahwa masyarakat Bali siap mempertahankan tanah leluhur dan menjaga harga diri dari pihak luar yang dianggap mengancam. Ini sikap ksatria yang hingga saat ini masih melekat di masyarakat Bali.Â
Gapura/Candi Bentar
Jika pembaca pernah ke Bali akan mudah menemukan bangunan khas seperti candi yang berbentuk gapura megah dengan berbagai motif khas. Candi ini dianggap melambangkan keagamaan yang agung dari rakyat Bali.Â
Desain Gapura atau Candi Bentar ini ternyata sarat akan budaya dari kerajaan Majapahit. Bali memang menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Majapahit dan banyaknya masyarakat Majapahit yang tinggal di Bali yang kemudian meneruskan budaya Majapahit di Bali.Â
Pemerintah daerah bahkan berusaha mempertahankan seni dan budaya lokal dengan membuat gapura Bentar di setiap instansi pemerintahan.Â
Jangan kaget jika wisatawan akan mudah membedakan bangunan masyarakat lokal karena banyak yang dihias dengan Gapura Bentar di halaman depan.Â
Rantai
Gambar rantai melambangkan gotong royong dan persatuan. Saya merasakan sendiri begitu kuatnya rasa gotong royong di masyarakat Bali.Â
Contoh sederhana ketika ada upacara keagamaan atau kedukaan maka akan banyak kerabat dan tetangga yang akan membantu. Dulu ketika ada salah satu kerabat meninggal dunia dan harus mempersiapkan proses ngaben. Proses ini berlangsung hingga seminggu mulai dari persiapan hingga hari H.Â
Kerabat dan tetangga memberikan bantuan dengan ikhlas agar proses pengabenan berjalan lancar. Tetangga ada yang membantu memasak, menyiapkan upakara atau perlengkapan upacara, proses pengiringan hingga mendampingi selama ngaben.Â
Tidak hanya masyarakat Bali terkenal ramah terhadap tetangga. Tidak sedikit teman saya menyampaikan kesenangan tinggal di Bali karena nyaman karena kerap dibantu jika mengalami kesusahan atau kendala.Â
Kipas
Gambar ini memiliki makna kesenian dan kebudayaan Bali. Sudah bukan rahasia lagi jika Bali memiliki kekayaan seni dan budaya. Bahkan sudah dikenal hingga mancanegara.Â
Seni tari seakan kental di masyarakat Bali. Tari kerap ditampilkan sebagian bagian dari upacara keagamaan, menyambut tamu, pertunjukan atau interaksi dengan sesama masyarakat. Kipas menjadi atribut yang kerap digunakan oleh penari Bali.Â
Saya teringat kenangan saat berwisata ke Pura Uluwatu. Di sana ada atraksi tarian Ramayana yang mengkisahkan perjuangan Rama dibantu tentara kera dalam membebaskan Sinta (istrinya) dari Rahwana yang merupakan Raja Raksasa.Â
Bunga Teratai Merah atau Padma
Melambangkan Singgasana Dewa Siwa. Padma Padma dianggap sebagai bunga yang lahir dari lumpur namun tidak dapat dikotori oleh lumpur tersebut.Â
Biasanya Padma ini banyak ditemukan di kolam-kolam sebagai tambahan sisi artistik dan lingkungan.Â
Padi dan KapasÂ
Gambar ini melambangkan kemakmuran. Kesuburan tanah membuat sebagian masyarakat masih tergantung dari sektor pertanian.Â
Pernahkah sobat Kompasiana mendengar istilah Subak? Ya, subak merupakan sistem pengairan pertanian yang memasukan unsur adat lokal. Sistem ini mampu memperkuat sistem pertanian secara adil dan maksimal serta tetap mempertahankan adat istiadat lokal.Â
Filosofi Bali Dwipa Jaya pada Masyarakat Bali
Bali Dwipa Jaya memiliki arti Jayalah Pulau Bali. Tentu saja semboyan ini memiliki makna mendalam di mana menjadi harapan bahwa Bali menjadi wilayah yang berjaya dari segala sektor.Â
Kita sadar bahwa saat ini Bali sangat bergantung dari sektor pariwisata. Sektor ini juga membuat Bali dikenal hingga mancanegara. Kekayaan alam, seni dan budaya lah yang menjadikan Bali berbeda dengan daerah lainnya.Â
Saya sempat mengobrol dengan wisatawan mengapa dirinya suka liburan ke Bali? Jawabnya sederhana, dirinya merasakan ketenangan dan belajar tradisi lokal terasa menyenangkan.Â
Wisatawan bisa melupakan sejenak kepenatan hati saat berlibur ke Bali. Ada juga yang belajar seni lokal seperti menari, memahat patung atau bahkan mencicipi kuliner khas Bali.Â
Sayangnya masa pandemi kemarin sempat menjadi pukulan besar bagi pariwisata di Bali. Sepinya kunjungan wisatawan menjadikan banyak tempat wisata, akomodasi dan usaha pendukung harus tutup.Â
Banyak masyarakat yang ikhlas dirumahkan sementara atau mengalami penurunan penghasilan. Namun seiring waktu pariwisata Bali mulai pulih kembali.Â
Filosofi Bali Dwipa Jaya pun semakin digelorakan kembali yaitu upaya membangkitkan kembali Bali khususnya di sektor pariwisata. Filosofi sederhana namun memiliki harapan dan impian besar.Â
Semoga Bermanfaat
--HIM--
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H