Mohon tunggu...
H.I.M
H.I.M Mohon Tunggu... Administrasi - Loveable

Hanya orang biasa yang memiliki 1 hati untuk merasakan ketulusan, 1 otak untuk berpikir bijak dan 1 niat ingin bermanfaat bagi orang lain | Headliners 2021 | Best in Specific Interest 2021 Nominee

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Ternyata Mahasiswa Jalur Belakang Tidak Selalu Menyenangkan

26 Agustus 2022   16:13 Diperbarui: 27 Agustus 2022   12:46 1082
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendaftar seleksi mandiri pendidikan vokasi Universitas Brawijaya (UB) saat mengikuti tes seleksi (Dok Humas UB via kompas.com)

Tahun 2009, adik sepupu saya mendaftar ujian mandiri untuk masuk di Fakultas Kedokteran di salah satu kampus. 

Tiba-tiba seorang oknum mengatasnamakan pejabat kampus menawarkan untuk "jalur belakang" yaitu dengan menyiapkan dana ratusan juta agar sepupu saya bisa lolos di FK kampus tersebut.

Penampilan dan gaya bicara oknum tersebut sangat meyakinkan karena menjelaskan posisi di kampus serta menginformasikan uang dapat dibayarkan saat diterima. 

Bagi yang memiliki dana finansial lebih dan keinginan yang tinggi, tawaran ini pasti sangat menggiurkan karena bisa masuk di jurusan idaman tanpa perlu bersusah payah.

Penangkapan Oknum Yang Menerima Uang Jalur Khusus Dari Penerimaan Mahasiswa Jalur Mandiri | Sumber Liputan6.com
Penangkapan Oknum Yang Menerima Uang Jalur Khusus Dari Penerimaan Mahasiswa Jalur Mandiri | Sumber Liputan6.com

Kasus penangkapan Prof. Dr. Karomani, M.Si, oknum rektor Universitas Lampung (Unila) terkait kasus penyalahgunaan wewenang jabatan dalam penerimaan mahasiswa jalur mandiri seakan mengingatkan saya pada kejadian serupa yang ditawarkan pada sepupu saat di tahun 2009.

Saya menilai kasus ini ibarat gunung es, hanya sedikit yang tampak namun masih banyak kasus serupa yang justru tidak muncul di permukaan. Setidaknya ini berdasarkan pengamatan saya di mana kasus jalur belakang dalam dunia pendidikan bukanlah hal baru.

Saat masih di bangku sekolah, ada beberapa teman yang justru menginfokan jika dirinya diterima melalui jalur belakang. 

Orang tua mendekati pejabat sekolah agar bisa memasukkan anaknya di sekolah tersebut. Faktor kedekatan personal hingga iming-iming sesuatu sebagai timbal balik menjadi alasan adanya oknum pendidikan yang menyalahgunakan wewenang.

Namun uniknya, menjadi siswa atau mahasiswa jalur belakang pun tidak selalu berakhir indah. Ternyata ada hal di luar dugaan yang justru membuat mahasiswa jalur belakang mengalami beberapa masalah yang dihadapi saat menempuh pendidikan. Apa saja itu?

1. Risiko Salah Jurusan Tinggi

Tidak sedikit calon mahasiswa masuk di suatu jurusan tertentu seperti kedokteran, hukum, perawat dan sebagainya hanyalah ambisi dari orang tua si calon mahasiswa. 

Sebenarnya si calon mahasiswa tidak memiliki passion atau minat terhadap jurusan tersebut, namun seakan dipaksakan oleh orang tua.

Bingung Memilih Jurusan Kuliah | Sumber Pahamify
Bingung Memilih Jurusan Kuliah | Sumber Pahamify

Teman saya, sebut saja Irwan seorang mahasiswa di fakultas kedokteran. Ia bercerita jika bisa diterima di FK salah satu kampus swasta karena orang tuanya memberikan dana sumbangan yang tergolong besar. Namun ternyata dalam hati kecil, masuk sebagai mahasiswa FK bukan niat utamanya.

Ia seakan "dipaksa" oleh orang tua untuk masuk di FK karena orang tuanya berprofesi sebagai dokter sehingga harapan dirinya bisa melanjutkan profesi orang tua di keluarga. 

Setelah melalui proses kuliah, Irwan justru mengalami stres karena tidak bisa maksimal mengikuti materi perkuliahan.

Semasa SMA, ilmu biologi dan kimia selalu mendapatkan nilai pas-pasan padahal kedua ilmu ini banyak diajarkan di materi perkuliahan. Sudah bisa ditebak, dirinya semakin merasa masuk di jurusan pendidikan dokter merupakan keputusan yang salah.

Kondisi ini banyak terjadi di bangku kuliah di mana seorang mahasiswa merasa salah masuk jurusan. Padahal orang tua menaruh harapan besar bahwa dirinya bisa lulus dan mendapatkan gelar dari jurusan yang dipilih orang tua.

Umumnya mahasiswa yang masuk dengan jalur belakang merupakan mahasiswa yang kurang menonjol secara akademis. 

Ketika ia berada di jurusan yang sebenarnya dirinya lemah secara keilmuan, maka rasa stres dan depresi akan mudah terjadi di mahasiswa tersebut.

2. Potensi Drop Out Tinggi

Masih berkaitan dengan poin 1, ketika mahasiswa merasa salah masuk jurusan, tidak mampu mengikuti perkuliahan atau bahkan stres karena berada di jurusan yang bukan minatnya maka kecenderungan mahasiswa tidak akan maksimal dalam kuliah.

Mahasiswa Yang Mengalami Drop Out Kuliah | Sumber Situs Estetika Pers
Mahasiswa Yang Mengalami Drop Out Kuliah | Sumber Situs Estetika Pers

Ada yang harus remidial atau mengambil semester pendek untuk perbaikan nilai, mencoba mencari informasi jurusan yang sesuai minat atau bahkan bermalasan dalam mengikuti perkuliahan.

Kondisi-kondisi ini akan membuat prestasi mahasiswa akan rendah serta memilih untuk tidak lanjut kuliah. Drop Out (DO) kerap terjadi bagi mahasiswa yang merasa salah jurusan atau tidak bisa mengikuti perkuliahan.

Beberapa mahasiswa yang saya ketahui masuk dengan jalur belakang ada yang mengalami kondisi ini dan akhirnya di DO serta pindah kampus. Ia beralasan selain salah jurusan, ia ingin mencoba mengambil jurusan baru yang sesuai minatnya.

Bayangkan berapa banyak kerugian yang harus diterima oleh mahasiswa dan keluarganya. Seandainya orang tua menggunakan jalur belakang sebesar yang terjadi pada kasus penerimaan mahasiswa mandiri di Unila yang harus membayar ratusan juta. Artinya uang itu akan hilang bersamaan dengan status DO yang diterima si anak.

Orang tua tentu akan mengeluarkan dana tambahan untuk mendaftarkan kembali si anak di kampus lain. Selain itu dari sisi mahasiswa, ia pun akan kehilangan waktu yang selama ini digunakan untuk kuliah di jurusan yang salah.

Risiko kehilangan dana, tenaga dan juga waktu adalah hal yang harus siap dirasakan oleh mahasiswa jalur belakang yang ternyata tidak mampu beradaptasi.

3. Kasus Perundungan dan Penilaian Sebelah Mata

Kasus perundungan kerap terjadi di lingkungan akademisi. Ini pun mungkin juga akan dialami oleh mahasiswa yang ketahuan masuk dengan jalur belakang. 

Selain kasus perundungan, muncul juga stigma negatif dari orang sekitar kepada si mahasiswa tersebut.

  • "Lah dia itu mah mahasiswa jalur khusus"
  • "Kalau bukan orang kaya, gak mungkin dia masuk di kampus ini"

Ada kampus di mana mahasiswa yang masuk jalur mandiri memiliki nomor registrasi tersendiri. 

Jadi kadang jika ada mahasiswa dari keluarga kaya, masuk melalui jalur mandiri dan selama perkuliahan dianggap lambat memahami materi. Entah kenapa mahasiswa lain langsung muncul pemikiran bahwa si mahasiswa ini mungkin masuk jalur belakang.

Artinya stigma ini kerap tercipta jika ada mahasiswa yang dianggap diterima di kampus dengan jalur istimewa. 

Dampak secara psikis bisa diterima oleh si mahasiswa tersebut karena muncul penilaian sebelah mata dari orang sekitar atau dalam kasus ekstrim terjadi perundungan secara verbal maupun non-verbal.

4. Biaya Kuliah yang Lebih Mahal

Dulu saat kuliah, kampus menerapkan SPP Proporsional dan saling bantu. Mahasiswa dengan kondisi keuangan yang kurang mampu akan mendapatkan SPP gratis hingga berada di golongan 2. 

Sebaliknya mahasiswa yang masuk melalui jalur mandiri akan mendapatkan SPP mulai dari golongan 3. Artinya biaya SPP mahasiswa kurang mampu akan disubsidi dari SPP mahasiswa jalur mandiri.

Contoh saat saya kuliah, SPP mahasiswa  S1 dari jalur mandiri mulai 2,4-4 juta (tahun 2000-an). Biaya ini lebih tinggi dibandingkan mahasiswa yang masuk jalur SNMPTN atau jalur beasiswa yang maksimal hanya membayar 1,7 juta per semester.

Secara tidak langsung mahasiswa jalur mandiri akan menyubsidi mahasiswa dari SNMPTN atau jalur beasiswa. Biaya kuliah tinggi ini akan menjadi sesuatu yang harus siap diterima oleh si mahasiswa.

***

Saat ini ada banyak jalur penerimaan mahasiswa yang diterapkan oleh kampus, salah satunya jalur mandiri. Sayang jalur ini kerap disalahgunakan oleh oknum nakal untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau golongan.

Di sisi lain ternyata jalur mandiri juga tidak selalu memberikan kenyamanan bagi si mahasiswa. Beberapa kasus di atas dapat menjadi contoh sederhana. 

Harapannya kondisi ini juga bisa jadi evaluasi bersama baik calon mahasiswa, pejabat kampus maupun pemerintah agar bisa menjalankan prosedur penerimaan mahasiswa secara terbuka dan transparan.

Semoga Bermanfaat

--HIM--

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun