Alhasil saya memutuskan balik dan memilih persimpangan yang tadi mengarah turun. Pertimbangan karena jalur agak besar. Ternyata dari 70an pendaki yang tersesat, hanya 18 orang termasuk saya yang memilih jalur tersebut.Â
Seakan tereleminasi dari awal. Kami ber-18 saling bertukar pendapat dan mengarahkan jika menemukan jalur persimpangan. Ada rasa deg-degan karena jalur ini dikelilingi semak dan batang pohon. Benar-benar seperti mendaki gunung.Â
Suasana berbeda saat saya melalui Jalur Pasar Agung yang beraspal dan mudah. Jalur ini mirip jalan setapak yang tidak terlalu jelas.Â
Rasa bahagia ketika melihat pura di tengah perjalanan. Melihat ada bekas canang sari (sesajen/banten umat Hindu) dengan dupa yang masih menyala jadi tanda bahwa sebelumnya ada yang melewati jalur ini.Â
Alhasil kami menemukan pos 1 sekaligus pos pendaftaran. Ternyata rombongan kami datang bukan dari rute utama. Artinya kami mengalami keliru jalur namun untung tetap bisa sampai di pos 1.
Kesan Kedua : Berbagi Jalur Dengan Ojek Trail
Ternyata oh ternyata jalur yang kami lalui juga merupakan jalur ojek trail yang menawarkan jasa tumpangan bagi pendaki yang keletihan.Â
Sudah bisa membayangkan bahwa meski jalur ini aman namun nyaris berupa tanjakan dengan minim jalur landai membuat banyak pendaki yang keletihan.Â
Terbukti entah berapa kali kita harus menepi ke sisi jalur karena ada motor trail yang mengantar pendaki. Kondisi ini memberikan pendapatan bagi warga lokal sebagai penyedia ojek trail.Â
Luar biasa ada ojek perempuan yang dengan sigap mengantar pendaki dengan motor trail. Momen yang belum bisa saya temukan di pendakian lainnya.Â