Nyatanya melalui jalur Toya Bongkah justru memberikan kesan unik dan tidak terlupakan.Â
Kesan Pertama : Nyasar Berjamaah
Seperti yang saya infokan bahwa pendakian Jalur Pasar Agung lebih familiar bagi pendaki dibandingkan Jalur Toya Bongkah. Saat mengawali pendakian, ada seorang petugas yang memberikan arahan.Â
Arahan pertama ikuti jalur setapak untuk menuju puncak. Arahan kedua, jika nanti ada persimpangan jalan pertama, ambil kanan karena jika ke kiri akan memutar ke pendakian Pasar Agung.Â
Ok, aku berpatokan dengan arahan tersebut. Apalagi si petugas bilang pendakian hanya akan berlangsung sejam. Artinya akan lebih cepat via Jalur Pasar Agung yang dulu saya lalui selama 1,5 jam dari parkir.Â
Nyatanya arahan ini masih kurang jelas. Saat persimpangan pertama, kami mengikuti instruksi. Namun ternyata ada banyak persimpangan yang membuat kita bingung.Â
Benar saja ada persimpangan yang membingungkan. Ada jalur setapak ke kiri dengan rute menanjak dan jalur kanan rute menurun. Secara logika, kita memilih jalur kiri karena akan mengarah ke puncak.Â
Berjalan selama 10 menit ternyata saya melihat berkumpul dalam jumlah banyak. Bahkan banyak yang ekspresi kesal dan marah-marah. Ternyata mereka sudah berjalan jauh di depan namun jalur tersebut buntu.Â
Bayangkan ada sekitar 70an pendaki yang tersesat termasuk saya. Kami saling berargumen dan mengingat kembali persimpangan lain yang mungkin mengarah ke puncak.Â
Uniknya, kami semua berpencar. Kami mengikuti feeling masing-masing untuk menentukan arah pendakian.Â
Jujur insting dan daya analisa sangat dibutuhkan saat itu. Saya menganalisa jalur mana yang peluang benar sangat besar. Melihat dari petunjuk sampah, tanda yang dibuat, besar jalan dan petunjuk lainnya.Â