Saya merasakan sendiri masih ada beberapa Pekerjaan Rumah (PR) bagi pemerintah dalam mewujudkan ekonomi inklusif ini.Â
Contoh sederhana jika kita melihat rekan-rekan kita para pekerja disabilitas. Ranah kerja rekan kita ini sangat terbatas bahkan telah menciptakan stereotype kerja khusus. Tuna netra diarahkan sebagai tukang pijit, tuna wicara bekerja sebagai tukang jahit atau pegawai salon dan sebagainya.Â
Kita mungkin merasa miris namun inilah realita yang terjadi saat ini. Berapa banyak pegawai disabilitas yang bekerja di kantor Kompasianer saat ini?Â
Jika tidak ada, patutlah kita merenungkan apakah ekonomi inklusif bisa berjalan dengan baik jika kita saja masih menutup mata terhadap kesejahteraan dan peluang kerja bagi rekan kita ini.Â
Tantangan lainnya adalah masih ada kesan pembangunan negara masih bersifat jawa sentris. Masyarakat di Jawa memiliki pendidikan baik, pembangunan infrastruktur baik, kemudahan akses dalam banyak hal.Â
Seandainya kita mengalami sakit, kita yang tinggal di Pulau Jawa tidak butuh waktu lama untuk pergi berobat ke klinik, puskesmas ataupun rumah sakit.Â
Berbanding terbalik bagi saudara kita yang tinggal di Indonesia timur atau pedalaman. Mereka bisa berjam-jam dan harus melalui medan sulit hanya untuk mendapatkan akses kesehatan yang baik.Â
Kini sebagai tuan rumah sekaligus Presidensi G20, Indonesia harus mampu memanfaatkan peluang ini untuk menciptakan ekonomi inklusif ideal yang selama ini diidamkan pemerintah.Â
Bank Indonesia menjadi partner pemerintah dalam membuka peluang terciptanya ekonomi inklusif di tanah air. Saya ingat sempat membaca bahwa Bank Indonesia telah gencar dalam pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).Â
Mengulas pada situs Bank Indonesia terkait UMKM, setidaknya ada beberapa bantuan kredit mikro yang selama ini digelontorkan untuk mendukung sekaligus memperkuat UMKM seperti ;
- Kredit mikro dengan pemberian plafon sampai dengan 50 juta rupiah
- Kredit kecil dengan plafon 50 - 500 juta rupiah, dan
- Kredit menengah dengan plafon 500 juta - 5 miliar rupiah.