Metaverse, bagi generasi Y (Milenial) maupun Z istilah ini mungkin sudah familiar namun jika ditanyakan pada generasi X khususnya di Indonesia bisa jadi masih terasa asing.
Setidaknya ketika saya melempar pertanyaan seputar Metaverse pada generasi X di kantor, hampir semua tidak paham apa itu. Ada yang menangkap bahwa metaverse layaknya layanan 3 dimensi di bioskop dengan bantuan kacamata khusus agar memberikan efek nyata bagi penonton.
Sedikit informasi, ada beberapa pengelompokan generasi yang saat ini berkembang di masyarakat. Beberapa pengelompokan generasi yang umumnya digunakan di masyarakat antara lain :
- Generasi Baby Boomers (1946 -- 1964)
- Generasi X (1965 -- 1980)
- Generasi Y atau Milenial (1981 -- 1995)
- Generasi Z (1996 -- 2010)
- Generasi Alpha (2011 -- 2025) (Sumber Klik Disini)
Berdasarkan penjelasan di atas maka pembaca sudah bisa menspesifikan bahwa batasan usia yang akan dibahas adalah generasi X yang usianya diantara 42-57 tahun di 2022. Usia matang bahkan ada yang memasuki masa pensiun dalam dunia kerja.Â
Banyak sumber mengatakan bahwa Generasi X sebenarnya menjadi masa awal perkembangan teknologi karena generasi ini mulai familiar dengan personal computer (PC), video games, televisi maupun internet.
Namun tidak memungkiri untuk generasi X di Indonesia sendiri sebatas mengetahui perkembangan teknologi namun sebagian besar tidak sampai menguasai maksimal.
Contoh sederhana ibu saya berasal dari Generasi X, ketika facebook sudah booming dimasa 2008-2012 justru ibu saya baru mengerti dan memiliki akun facebook di tahun 2017 lalu.Â
Bahkan memahami penggunaan WhatsApp baru 2 tahun ini. Itupun karena dipaksa oleh anak-anaknya untuk sekedar belajar menggunakan sosial media untuk memudahkan interaksi dan komunikasi.Â
Jika banyak generasi X yang telat mengenal perkembangan teknologi maka sudah dipastikan akan muncul berbagai tantangan dalam mengenalkan Metaverse pada Generasi X khususnya di Indonesia.Â
Apa saja tantangan yang akan dihadapi bagi kita yang ingin memperkenalkan Metaverse pada Generasi X?
# Generasi X Suka Kepraktisan Dan Enggan Beradaptasi Hal Baru
Kita tidak bisa menutup mata ketika saat banyak pengguna gadget sudah menggunakan WhatsApp untuk berkomunikasi namun generasi X merasa hal tersebut tidak praktis. Baginya lebih mudah menghubungi seseorang melalui telepon atau SMS.
Meskipun kita sudah menyampaikan penggunaan WhatsApp lebih efisien, modern, dan banyak fitur pendukung nyatanya generasi X tetap ribet karena harus mengunduh aplikasi, memasukan nomor pengguna, tulisan di hp yang kecil dan tidak memahami fitur seperti emoticon pada layar telepon.
Saya menilai tantangan terbesar karena generasi X enggan untuk beradaptasi dengan hal baru. Mereka merasa jika sudah nyaman dengan satu layanan atau teknologi, untuk apa lagi belajar hal baru.
Mirip ketika gadget mengalami perkembangan dari semula masih banyak menggunakan Keypad untuk mengetik angka/huruf dan beralih ke touchscreen dimana tidak ada lagi Keypad pada layar Gadget butuh usaha keras agar orang tua belajar dan menguasai perubahan tersebut.
Generasi X merasa di usianya bukan lagi masa tepat untuk belajar hal baru apalagi terkait perkembangan teknologi. Hal kepraktisan lebih dicari.
Mengenalkan Metaverse dimana menghadirkan kemajuan teknologi di dunia maya secara virtual akan susah diperkenalkan kepada generasi X yang enggan belajar hal baru.Â
Tradisi Dan Kepercayaan Yang Telah Mengakar Di Generasi X
Salah satu bentuk kemajuan Metaverse adalah hadirnya permainan Virtual Reality (VR) yang seakan kita merasakan sensasi nyata sebagai aktor di dalam permainan.
Saya ketika melihat seseorang bermain VR, reaksi orang tersebut seperti nyata. Contoh saat bermain permainan nuansa horor, si pemain berteriak histeris karena dirinya merasa bertemu sosok hantu.Â
Padahal kita yang melihat dirinya hanya diam di tempat dan asyik menggunakan peralatan VR.
Kendala kita memperkenalkan game VR kepada orang tua generasi X yang terlalu kuat dengan tradisi dan kepercayaan, sudah pasti akan menemukan banyak kendala.
Bisa jadi ketika mereka diajak bermain VR dengan genre penjelajahan menjadi seorang kriminal, horor mencari hantu, bermain tembak-tembakan. Hal yang dianggap menarik bagi generasi muda justru bisa dirasa berbeda.
Alih-alih ingin berbagi keseruan pada generasi X bisa berujung pada hal sebaliknya. Generasi X saat bermain VR hantu bisa saja berkata, "Apaan ini. Hantu itu tidak ada. Main ini itu bisa menyimpang dari agama."
Saat memainkan VR dengan aksi tembak-tembakan, bisa saja berpendapat mainan ini berbahaya. Bisa membuat kita jadi sosok kejam atau bahkan bisa jadi anggota teroris karena memainkan tembak-tembakan.Â
Perkembangan metaverse bisa tidak sejalan dengan tradisi dan keyakinan Generasi X khususnya Indonesia yang masih berpegang teguh pada agama dan norma masyarakat timur yang sopan, cinta damai dan agamis.Â
Generasi X Terlalu Realistis
Pada dunia metaverse, sudah bukan rahasia umum jika banyak tansaksi digital seperti membeli properti, barang dan hal lain yang bentuk fisik tidak kita rasakan.Â
Selain itu ada juga pembayaran mengunakan uang digital seperti Bitcoin, Dogecoin, dan masih banyak lain yang seakan susah diterima akal sehat bagi Generasi X.Â
Sebagai pekerja keras dan mandiri, Generasi X lebih suka sesuatu realistis dan menghindari resiko terhadap hal tidak pasti.
Mengeluarkan uang besar untuk membeli properti di dunia maya atau memiliki tabungan digital seperti bitcoin bukan hal menarik. Padahal di masa depan, hal yang tidak masuk akal bagi generasi X justru adalah aset luar biasa.Â
***
Metaverse menjadi bukti bahwa perkembangan teknologi selalu menghadirkan perubahan. Hal yang semula mustahil perlahan mulai diterima oleh masyarakat.Â
Namun perkembangan Metaverse juga akan mengalami tantangan tersendiri khususnya jika diperkenalkan pada Generasi X yang masih kaku, kurang update teknologi dan terlalu idealis terhadap prinsip.Â
Apakah kelak tantangan yang saya paparkan bisa diatasi oleh penggiat Metaverse? Saya percaya tidak ada yang mustahil di dunia ini sama seperti almarhum Nenek yang sudah bisa membuat status WhatsApp sendiri. Hal yang dulu susah diajarkan oleh para cucunya.Â
Semoga Bermanfaat
--HIM--
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H