Beberapa hari lalu ibu saya cerita jika paman saya ditipu saat ingin membeli motor bekas. Setelah dikonfirmasi, paman saya ini tertarik dengan postingan pelaku yang menjual motor tarikan leasing dengan harga murah.Â
Setelah interaksi melalui pesan Whatsapp, paman saya setuju mentransfer uang sebesar 7 juta sebagai mahar motor tersebut. Ironisnya setelah uang ditransfer, kontak paman saya diblokir pelaku.Â
Paman hanya bisa meratapi nasib. Seandainya dia sharing ke keluarga besar saat rencana ingin membeli motor bekas melalui online. Mungkin saya bisa memberikan masukan agar tidak tertipu.Â
Nyatanya nasi sudah menjadi bubur. Disinilah saya tertarik berbagi info apa yang bisa dilakukan agar terhindar dari penipuan online seperti ini.Â
Penipuan online bukan hanya barang tidak dikirim setelah dilakukan pembayaran ada juga yang mengirimkan barang namun tidak sesuai dengan spesifikasi yang disampaikan atau justru berbeda sama sekali.Â
Apa saja yang bisa kita lakukan sebagai upaya pencegahan?
Curigai Kolom Komentar Yang Disembunyikan
Biasanya ada oknum penjual nakal yang menebarkan aksi melalui sosial media khususnya instagram. Si oknum akan mengiklankan atau mempromosikan produk/jasa semenarik mungkin.Â
Bahkan tidak jarang mereka menggunakan jasa adsense atau influencer untuk menarik konsumen. Namun ada 1 kejanggalan yang sering oknum lakukan yaitu menyembunyikan kolom komentar.Â
Jika menemukan postingan yang menawarkan produk/jasa namun kolom komentar di non-aktifkan. Saran saya urungkan niat berbelanja di situs tersebut.Â
Mengapa?Â
Salah satu manfaat adanya kolom komentar adalah sebagai media interaksi antar penjual-pembeli, mengkonfirmasi spesifikasi produk secara detail atau menyangkut testimoni konsumen yang sudah menggunakan produk/jasa.
Saya sangat sering memperhatikan kolom komentar khususnya testimoni konsumen sebelum membeli produk/jasa. Ini akan menjadi referensi bagi saya apakah produk/jasa sesuai yang disampaikan atau seberapa kuat kredibilitas si penjual.Â
Dengan mematikan kolom komentar berarti si oknum khawatir mendapatkan respon atau testimoni dari konsumen yang kecewa atau tertipu.Â
Bisa jadi testimoni konsumen yang kecewa membuat orang menyadari produk yang dijual tidak sesuai atau menginfokan bahwa postingan tersebut adalah penipuan.Â
Penjual dengan kredibilitas baik tidak akan ragu memunculkan kolom komentar. Meskipun ada respon atau testimoni kekecewaan akan ditanggapi dengan bijak sesuai data dan fakta.Â
Misalkan ada konsumen komplain produk yang diterima kemasannya rusak. Setelah ditelusuri ternyata kesalahan justru dari pihak kurir bukan penjual. Tanggapan dan interaksi ini tidak akan banyak mempengaruhi minat konsumen belanja karena saat ini pembeli pun sudah cerdas dalam memfilter informasi.Â
Mematikan kolom komentar lebih mengindikasikan kecemasan mendalam dari oknum bahwa akan banyak konsumen kecewa dan menyebarkan info dari produk/jasa yang ditawarkan yang ternyata tidak sesuai.Â
Jangan Ragu Meminta Data Penjual Dan Mengkroscek Keaslian
Kini banyak penjual yang berusaha menyakinkan calon konsumen dengan menginfokan data diri seperti KTP atau identitas lainnya.Â
Eitss, jangan langsung percaya begitu saja. Kemajuan zaman dan teknologi saat ini memudahkan orang membuat identitas palsu.Â
Alangkah baiknya kita mengkroscek kembali identitas yang diberikan seperti mengajak video call dengan penjual atau mengkroscek ke situs tertentu.Â
Oknum penipu tidak akan berani jika konsumen melakukan video call karena konsumen akan sadar jika identitas yang diberikan palsu. Biasanya mereka akan menyampaikan berbagai alasan seperti malu, lagi diluar, bukan muhrim dan sebagainya.Â
Ini pernah dilakukan teman saya. Ketika meminta vcall langsung dengan oknum, si oknum keberatan. Ketika diinfokan bahwa dirinya adalah Polisi (padahal pura-pura), si oknum langsung takut dan memblokir kontak teman saya ini.Â
Identitas yang diberikan misalkan KTP bisa kita kroscek kebenarannya. Caranya dengan mengecek NIK di KTP melalui data Dukcapil. Kita bisa kroscek langsung ke Dukcapil atau memanfaatkan situs atau sosial media Dukcapil. Jika data berbeda, Fix ini adalah oknum penipu.Â
Kroscek Nomor Penjual
Kini banyak aplikasi pendukung yang tersedia di Playstore atau Appstore untuk melacak kontak. Aplikasi seperti GetContact, TrueCaller, Showcaller, Caller Id dan sebagainya.Â
Saya sebelum bertransaksi sering mengecek kontak si penjual. Biasanya kontak yang kita cek akan memuat sedikit informasi tentang si penjual.Â
Pernah saya mengecek salah satu kontak penjual dan tertulis penipu, penjual pembohong, barang palsu dan lain sebagainya. Aplikasi ini biasanya mengoneksi data penyimpanan kontak dari pengguna gadget.Â
Biasanya yang memberikan tulisan penipu adalah korban yang dibohongi oleh si oknum. Alhasil saya memilih membatalkan pesanan daripada menjadi korban berikutnya.Â
Di atas adalah contoh ketika saya mengkroscek nomor pelaku yang menipu paman saya. Seandainya paman saya sharing sebelumnya, saya mungkin bisa mencegah paman saya interaksi dengan si oknum karena kontaknya telah terindikasi penipu karena ada yang memberikan catatan penipu.Â
Harga Yang Ditawarkan Tidak Wajar
Siapa yang tidak tergiur jika ada produk yang ditawarkan secara murah. Saya pun pasti tergiur namun kita juga harus selektif dan menggunakan logika sehat sebelum memutuskan membeli produk/jasa.
Pernah ada seorang oknum yang menjual produk Kamera DSLR dengan harga tidak wajar. Harga kamera tersebut normalnya diatas 10 juta namun dirinya menjual seharga 1,5 juta. Alasan klasik dijual karena butuh uang.Â
Awalnya saya tergiur namun sepertinya saya merasa ada kejanggalan. Ketika membaca kolom komentar, kejanggalan yang saya rasakan ternyata sama dengan orang yang membaca postingan tersebut.Â
Secara logika, jika saya memang niat menjual barang. Secara manusiawi kita akan berusaha menjual harga mendekati harga saat baru dibeli. Tujuannya agar proses tawar-menawar dengan pembeli, harga tetap bisa tinggi.Â
Selain itu sifat dasar manusia adalah berusaha untuk tidak rugi. Oknum menjual produk dengan banting harga besar-besaran ada 2 kemungkinan terburuk.Â
Kemungkinan pertama, si oknum memang mencari korban yang tergiur barang murah untuk ditipu karena produk adalah fiktif. Kemungkinan kedua, barang memang ada namun oknum menutupi kekurangan. Seperti ternyata barang tersebut rusak parah sehingga dijual murah namun tidak disampaikan saat menjual.Â
Saya selalu mengkroscek dulu harga pasaran suatu produk baik itu harga baru atau harga bekas. Misalkan Kamera DSLR tipe X harga baru 10 juta dan harga bekas 8 juta. Maka jika ada yang menawarkan dibawah 50 persen dari harga tersebut maka saya akan curiga.Â
Jangan pernah tergiur harga murah karena oknum memanfaatkan sifat manusia yang tertarik dengan harga murah dibawah pasaran. Ketika sudah terjebak, siapkan hati dan keikhlasan besar ketika ternyata kita ditipu oleh si oknum.Â
COD Bisa Jadi Tindakan Preventif
Cash On Delivery atau bayar ditempat menjadi opsi bijak guna menghindari penipuan. Tujuan selain kita bisa berkomunikasi langsung dengan penjual, kita pun bisa mengkroscek kondisi barang serta keaslian produk yang dijual.Â
Tidak dipungkiri kadang foto produk yang diberikan terlihat menarik namun ketika dilihat langsung berbeda 180 derajat. Selain itu COD juga memastikan bahwa si penjual adalah asli pemilik barang.Â
Kasus pada salah satu teman saya. Dirinya berniat sesuatu barang yang dilihatnya di salah satu grup Facebook. Ketika sudah menemukan harga yang cocok, teman saya menawarkan pembayaran sistem COD.Â
Namun si oknum menolak dengan berbagai alasan seperti rumah jauh atau produk ada di kampung halaman dan akan dikirim jika sudah ada pembayaran.Â
Jika menemukan kondisi ini, lebih baik urungkan niat atau menggunakan jasa pihak ketiga yaitu uang kesepakatan dipegang oleh pihak yang saling dipercaya. Jika barang sudah dikirim oleh penjual, diterima dan dianggap sesuai oleh pembeli maka uang bisa diteruskan ke penjual.Â
***
Zaman saat ini mulai banyak bermunculan oknum penipu yang berusaha mendapatkan keuntungan dengan cara instan. Sayangnya sudah banyak korban yang tertipu dengan berbagai modus seperti jual-beli online.Â
Kasus yang menimpa paman saya bisa dijadikan pembelajaran bahwa kita sebagai konsumen harus bisa mengkroscek informasi terkait produk dan identitas penjual agar terhindar dari korban penipuan.Â
Selain itu beberapa hal di atas pun bisa dipraktekkan agar kita lebih aman dalam bertransaksi. Harapan agar selama transaksi jual-beli tidak ada pihak yang merasa dirugikan.Â
Semoga Bermanfaat
--HIM--
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H