Ketika kita membahas seni tari yang berkembang di masyarakat Bali maka Tari Kecak akan menjadi seni tari yang ingin ditonton oleh wisatawan.
Sejujurnya agak sedikit malu memberi pengakuan bahwa saya yang sudah lama tinggal di Bali belum pernah menyaksikan atraksi tari Kecak secara langsung.Â
Bahkan sudah 2 kali saya mengunjungi Pura Uluwatu sebagai lokasi favourit menonton Tari Kecak namun saya tidak mengambil paket Tari Kecak.Â
Pertimbangan saat itu atraksi Kecak baru bisa dipentaskan menjelang matahari tenggelam atau sekitar jam 6 sore. Kunjungan saya yang umumnya siang hari tentu harus menunggu lama jika tetap ingin menonton atraksi ini.Â
Beruntunglah Selasa, 3 Mei 2022 dalam kunjungan ketiga ke Pura Uluwatu, saya sengaja menyempatkan diri melihat atraksi Tari Kecak yang sudah dikenal oleh wisatawan domestik dan mancanegara.
Bersyukurlah kunjungan saya ini bertepatan dengan libur lebaran sehingga jumlah wisatawan ke Bali khususnya ke Uluwatu mengalami peningkatan drastis.
Petugas menginfokan bahwa atraksi ini sempat vakum selama Pandemi karena ada aturan PPKM dan menghindari adanya penularan virus Covid-19 selama atraksi. Beruntung saya datang ketika atraksi ini bisa kembali dihadirkan ke wisatawan.Â
Sedikit informasi bahwa Pura Uluwatu merupakan kawasan suci bagi masyarakat Hindu di Bali sehingga ada aturan khusus untuk mengunjungi kawasan ini seperti tata busana.Â
Disarankan pengunjung menggunakan pakaian sopan, rapih dan celana/rok tidak pendek. Namun petugas menyediakan kain khusus dan sabuk sebagai pengikat di badan kepada wisatawan.Â
Selain itu bagi para wanita yang tengah menstruasi tidak diijinkan masuk ke areal utama pura. Namun masih bisa di sekitar pura ataupun menonton atraksi Tari Kecak.Â
Daya tarik Pura Uluwatu lainnya adalah adanya kawasan monyet abu-abu yang tinggal di kawasan ini. Wisatawan bisa berinteraksi namun tetap waspada mengingat monyet ini bisa menyerang pengunjung jika terancam serta mengambil barang pengunjung yang dianggap menarik atau bisa dikonsumsi.
Bagi yang ingin menonton atraksi Tari Kecak ini maka wajib membayar tiket 30 ribu sebagai tiket masuk area pura. Penjualan tiket tari kecak ternyata terpisah dimana kita bisa membelinya di stand khusus di dalam area Pura.Â
Mengingat tengah musim libur panjang tentu saya harus mengantri dengan wisatawan lain. Selama pemantauan saya banyak wisatawan dari Jogja, Jakarta, Surabaya, Manado, Medan dan kawasan lainnya.
Wisatawan mancanegara mulai banyak dijumpai. Ada rombongan wisatawan dari India, Jepang dan Eropa yang juga sempat menyaksikan Tari Kecak saat itu.Â
Khusus atraksi Kecak, saya perlu membeli tiket lagi sebesar Rp. 150.000/orang. Sebenarnya harga lumayan mahal juga namun ketika sudah menyaksikan atraksinya. Harga ini worth it dengan pengalaman dan keseruan yang di dapat.
Saya datang sekitar jam 5 sore. Mengingat wisatawan datang sangat banyak. Tanpapikir panjang saya langsung masuk area panggung pertunjukan. Alasan sederhana saya ingin mendapat spot duduk yang pas dan strategis selama pertunjukan.Â
Ini karena semakin sore atau mendekati jam pertunjukan, tempat duduk semakin terbatas dan biasanya yang tersisa di bagian atas atau titik yang dianggap kurang strategis karena tidak bisa melihat atraksi pemain dari dekat.Â
Pukul 17.50 WITA, suasana mulai petang dengan latar pemandangan matahari tenggelam. Pemandu acara mulai masuk ke atas pentas. Si pemandu acara dengan pakaian Bali ini menyapa, menginformasikan sekilas pentas dan juga mengingatkan tentang protokol kesehatan.Â
Diinfokan bahwa demi menjaga kenyamanan, para pemain akan menggunakan masker selama pertunjukan. Selain itu kami sebagai penonton juga diminta untuk tetap menggunakan masker.Â
Secara garis besar, Tari Kecak ini tidak menggunakan instrumen musik layaknya sendratari umumnya seperti ada gamelan, suling, gong dan sebagainya. Alunan musik akan dihasilkan dari suara maupun gerakan dari si pengiring yang terdiri dari 30 laki-laki dan beberapa penari utama.Â
Kisah yang diangkat memiliki latar kisah Ramayana. Bagi sobat Kompasianer yang ingin menonton seni tari ini tidak ada salahnya membaca sekilas kisah Ramayana agar memahami alur tari.Â
Terdapat 3 babak utama dalam tari ini.Â
Babak pertama mengisahkan keinginan Dewi Sinta untuk menangkap seekor kijang emas. Rama pun memenuhi pernintaan tersebut dan mulai mengejar kijang tersebut. Diluar dugaan muncul suara teriakan.Â
Laksamana, adik Rama yang bertugas menjaga Sinta diminta untuk mendatangi sumber suara. Kekhawatiran bahwa Rama mengalami musibah saat mengejar Kijang Emas. Sebelum Laksmana pergi meninggalkan Sinta, dirinya membuat pagar suci yang tidak bisa ditembus oleh orang yang berniat jahat.Â
Babak Kedua mengisahkan kehadiran Rahwana yang berniat menculik Sinta. Namun adanya pagar suci membuat dirinya tidak bisa mendekati Sinta. Alhasil dirinya menyamar sebagai pendeta tua yang meminta bantuan.Â
Sinta yang merasa belas kasihan justru tertipu hingga keluar dari pagar suci. Kondisi ini membuat Rahwana berhasil menculik Sinta dan membawanya ke Alengka.Â
Ditengah jalan, muncul sosok Garuda yang hendak menyelamatkan Sinta. Namun kekuatan Rahwana yang kuat berhasil mengalahkan si Garuda.Â
Babak Ketiga mengisahkan perjuangan Rama, Laksamana dibantu pasukan Kera yang dipimpin Sugriwa dan Hanoman merusak Alengka serta mengalahkan Rahwana. Akhirnya Dewi Sinta pun berhasil bertemu kembali dengan Sri Rama. Kisah pun berakhir.Â
Secara umum saya menikmati pertunjukan ini dimulai saat 30 laki-laki pengiring penari mulai memasuki area panggung. Dengan aba-aba tertentu mereka mulai melakukan gerakan dan suara khusus.Â
Kemunculan penari utama yaitu Rama, Sinta, Laksamana, Hanoman, Rahwana, Sugriwa maupun Garuda membuat saya mengetahui secara visual kisah Ramayana.Â
Hal menarik justru Hanoman menjadi sosok favorit dalam sendratari ini. Kemunculan secara tiba-tiba dengan menaiki tembok panggung hingga berdiri di atas tembok dengan latar matahari terbenam membuat saya bersemangat mendokumentasikan.Â
Sosok Hanoman dalam tari ini selain bertingkah layaknya kera berjiwa pemberani juga memunculkan sisi lucu. Si Hanoman loncar kesana kemari bahkan menghampiri penonton untuk menggoda atau mengajak selfie.Â
Penonton merasa terhibur dengan kisah kocak sekaligus kagum dengan atraksi Hanoman yang bisa loncat dan mendaki bangunan tinggi.Â
Keunikan lainnya, Sendratari ini juga menyisipkan karakter lucu bernama I Delem. Saya sampai bertanya langsung ke petugas tentang karakter ini karena saya merasa ini sosok yang sengaja ditampilkan khusus untuk menghibur penonton.Â
I Delem hadir memberikan guyonan segar. Sesekali dirinya melontarkan pantun jenaka, menggoda penonton wanita bahkan menyapa wisatawan asing.Â
Saya tidak henti tertawa melihat sosok ini. Penonton lainnya pun terhibur terbukti mereka tertawa terbahak-bahak ketika mendengar lelucon dari I Delem.Â
Ketika pentas berakhir. Saya menyempatkan diri berfoto dengan sosok Sugriwa. Hitung-hitung sebagai dokumentasi pribadi.Â
Saya suka melihat atraksi ini karena kental unsur budaya, keunikan pentas tari, pemandangan latar Pura Uluwatu saat matahari tenggelam hingga humor yang dibawakan oleh tokoh penari.Â
Biaya tiket 150ribu terasa sebanding dengan pengalaman yang saya dapatkan bahkan ingin rasanya untuk menyaksikan lagi sendratari ini dikemudian hari.Â
Disini saya belajar dari kisah sejati Rama dan Sinta, pengorbanan Garuda, perjuangan pasukan Kera hingga keberhasilan Rama mengalahkan Rahwana menggambarkan Kebaikan akan Selalu menang atas Kejahatan.Â
Yuk, jika ada waktu sobat Kompasiana sempatkan diri menonton Tari Kecak di Pura Uluwatu.Â
Semoga Bermanfaat
--HIM--
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H