Demo mahasiswa 11 April 2022 yang dilakukan di depan gedung DPR RI yang mengatasnamakan Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) ini memiliki beberapa tujuan.Â
Menguntip dari salah satu portal berita, tujuan aksi ini untuk menyuarakan sebagai berikut :
- Mendesak dan menuntut wakil rakyat agar mendengarkan dan menyampaikan aspirasi rakyat bukan aspirasi partai.
- Mendesak dan menuntut wakil rakyat untuk menjemput aspirasi rakyat sebagaimana aksi massa yang telah dilakukan dari berbagai daerah dari tanggal 28 Maret 2022 sampai 11 April 2022.
- Mendesak dan menuntut wakil rakyat untuk tidak mengkhianati konstitusi negara dengan melakukan amandemen, bersikap tegas menolak penundaan pemilu 2024 atau masa jabatan 3 periode.
- Mendesak dan menuntut wakil rakyat untuk menyampaikan kajian disertai 18 tuntutan mahasiswa kepada presiden yang sampai saat ini belum terjawab (Sumber klik disini)
Aksi demonstrasi merupakan aktivitas yang biasa terjadi di negara penganut asas demokrasi. Ini dikarenakan demontrasi dianggap sebagai salah satu instrumen dalam mengomunikasikan sesuatu atau penyampaian aspirasi.Â
Tidak hanya di Indonesia, hampir seluruh negara pernah mengalami aksi demonstrasi oleh rakyatnya terkait sesuatu hal.
Ini pun mengingatkan saya saat dulu masih berstatus mahasiswa. Saya pernah beberapa kali terlibat dalam aksi demo atas nama organisasi kampus ataupun fakultas.
 Dulu, saya berdemo murni untuk menyampaikan aspirasi yang umumnya berupa tuntutan perbaikan kepada para pembuat kebijakan.
Demo dengan berpanas ria, berjalan kaki dengan jarak jauh, membuat spanduk atau media tulisan tentang aspirasi yang ingin disampaikan hingga ada pembagian tugas seperti ada yang menjadi orator, penjaga barisan demo, hingga perwakilan jika ada momen diskusi atau musyawarah.
Ironisnya makin kesini, esensi demonstrasi justru luntur akibat beberapa hal. Apa saja itu?
Pejuang Aspirasi Versus Pejuang Narsis
Dulu orang berdemonstrasi dianggap sebagai cara akhir apalagi ditemukan kebuntuan dalam menyelesaikan masalah. Misal terjadi pemutusan kerja sepihak dan pihak perusahaan seakan lepas tangan, kebijakan pejabat yang dirasa tidak pro bawahan, hingga rezim pemerintahan yang dianggap otoriter.
Para pendemo umumnya merupakan kelompok orang yang menjadi obyek terhadap kebijakan yang tidak sesuai, mereka yang tertindas atau golongan tertentu mahasiswa yang berusaha menjadi perwakilan masyarakat.Â
Artinya pendemo lebih menfokuskan pada perjuangan bersama demi mewujudkan aspirasi yang diperjuangkan.
Kini justru agak sedikit berbeda, ada banyak orang ikut berdemo justru bukan untuk memperjuangkan aspirasi namun demi kepentingan pribadi atau konten semata.
Lucunya aksi demo saat ini justru dijadikan sarana menghibur diri, eksistensi hingga bernasis ria.
Semua elemen masyarakat berhak ikut serta menjadi peserta demonstrasi. Di atas adalah contoh ada seorang transgender atau waria yang ikut serta.Â
Namun keprihatinan terjadi justru aksinya lebih cenderung hanya untuk narsis, cuci mata atau sekedar konten semata. Ada beberapa aksi dirinya yang viral seperti menggunakan pakaian seksi, menggoda mahasiswa pria hingga bergaya layaknya selebritis.
Padahal dulu orang berdemo akan berusaha menggunakan atribut kebanggaan seperti almamater, kaos atau seragam komunitas karena menjadi identitas.Â
Nyatanya mulai ada perubahan gaya busana dimana banyak orang demo dengan memperhatikan gaya berpakaian, menggunakan make up agar terlihat cantik, menggunakan kacamata hitam agar terlihat trendy dan sebagainya.
Pesan Aspirasi Kritis Versus Pesan Aspirasi Tabu
Dulu ketika saya masih berstatus mahasiswa atau melihat rekan-rekan mahasiswa melakukan aksi demo. Mereka dengan antusias membuat spanduk berisikan pesan kritis dan aspirasi dengan tegas dan lugas. Beberapa kalimat yang sering di tulis misalkan :
- Anggota Dewan tolong jangan cuma tidur tapi perhatikan rakyatmu
- Ini negara demokrasi bukan negara otoriter
- Kami akan berjuang hingga titik darah terakhir
Umumnya kata atau kalimat yang digunakan bersifat himbauan, semangat hingga harapan dari tujuan mereka melakukan demo. Sayang kini seiring waktu ketika media sosial telah merajai gaya perilaku anak muda. Justru ada perubahan pesan spanduk yang terkesan absurd bahkan menjurus ke hal ambigu.
Bila ditanya respon saya secara personal melihat pesan yang dibawa adik-adik mahasiswa masa kini. Jujur 10 persen menghibur namun 90 persen saya geleng-geleng kepala. Esensi menulis pesan yang menurut saya tidak sejalan dengan tujuan demonstrasi.
Ironisnya pembawa pesan adalah kalangan mahasiswa yang dikenal sebagai agen perubahan (Agent of change).Â
Title MahaSiswa menunjukan bahwa pola berpikir kalangan ini diatas para siswa dan lebih bersikap kritis, tegas, visioner maupun solutif.
Nyatanya pesan yang dibawa tidak menggambarkan karakter mahasiswa sejati. Mereka membuat pesan hanya sekedar mencari sensasi, popularitas hingga perhatian dari sesama peserta demo maupun media. Sejatinya mereka berhasil dalam mewujudkan hal ini namun gagal merepresentasikan makna dari demonstrasi untuk demokrasi.
Pejuang Bersama Versus Pejuang Kepentingan
Saya ingat betul saat aksi demontrasi tahun 1998 yang dilakukan oleh berbagai elemen masyarakat khususnya mahasiswa. Tujuan mereka adalah melakukan perjuangan bersama merubah rejim orde baru salah satunya melengserkan Presiden Soeharto saat itu menjadi rejim reformasi.Â
Aksi ini pun berhasil karena dilakukan bersama-sama demi tujuan yang sama. Bahkan banyak orang berkorban hingga nyawanya untuk mewujudkan hal ini. Sebuah perjuangan luar biasa yang akan dikenang oleh masyarkat Indonesia.
Kini saya masih sering menemukan demonstrasi yang justru dilandasi kepentingan kelompok tertentu atau istilah lain ditunggangi kepentingan elit politik.Â
Ada cerita lucu saat saya masih tinggal di Jakarta. Secara tidak sengaja ada sekelompok warga membagikan uang kepada orang-orang di sekitar saya.
Selidik punya selidik, uang itu sebagai kompensasi keikutsertaan mereka demonstrasi. Ternyata aksi demo itu dikoordinasi oleh kelompok tertentu dan ada pihak yang membayar peserta yang bergabung dalam demo.Â
Terbukti demo jenis ini hanya timbul tenggelam, pengalihan isu hingga kurang mewakili kepentingan bersama. Berbeda jika demonstrasi dilakukan atas dasar perjuangan bersama.Â
Akan ada banyak golongan meski berasal dari luar daerah atau instansi berbeda akan ikut serta turun ke lapangan tanpa harus embel-embel dibayar.
***
Aksi demontrasi adalah hal wajar terjadi di negara kita. Ini menandakan bahwa proses demokrasi berjalan sesuai ranahnya dan penyampaian aspirasi tidak dikekang oleh pemerintah atau kelompok tertentu.
Namun ada keprihatinan sendiri ketika kini aksi demontrasi mengalami perubahan tujuan dan esensi. Banyak peserta tidak murni berjuang untuk aspirasi yang dibawa namun lebih menjadikan ajang demo sebagai eksistensi, meningkatkan popularitas, konten hingga membantu kepentingan elit tertentu.
3 Hal di atas hanyalah bagian keprihatinan pribadi saya terhadap aksi demo yang dilakukan masyarakat khusus kalangan mahasiswa.Â
Harapan agar mereka bisa tetap memahami makna dan tujuan demonstrasi dan melakukan filterisasi terhadap peserta yang hanya sekedar ikut-ikutan atau membawa tujuan berbeda.
Semoga Bermanfaat
--HIM--
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H