Perkembangan teknologi, informasi, dan internet membuat segala sumber informasi mudah didapat. Saya ingat dulu untuk mencari jawaban pertanyaan sekolah saja harus mencari detail di buku pelajaran atau bertanya pada orangtua atau orang dewasa.Â
Kini hanya bermodalkan gadget dan saluran internet, mereka bisa menemukan informasi yang dibutuhkan dengan cepat. Termasuk hal-hal tabu seperti konten pornografi.Â
Saya ingat betul saat duduk di bangku SMP ada pelajaran IPA yang mempelajari reproduksi. Ketika menemukan gambar tentang alat kelamin, kami di kelas ada rasa malu karena masih mengganggap hal ini adalah tabu.Â
Kini, saya sering jumpai anak-anak usia kecil hingga remaja vulgar membahas hal tabu bahkan tidak sedikit yang mengoleksi video konten dewasa di gadget mereka. Ketika ditanyakan sumber video tersebut ternyata hasil berbagi dengan teman-teman sebaya.Â
Bagi hal dewasa, kondisi ini tentu miris mengingat anak yang dibawah 18 tahun belum mampu menyaring informasi dengan bijak. Tentu ada berbagai dampak yang harus diantisipasi dengan melihat anak kecil hingga remaja sudah terbiasa menonton konten pornografi.Â
Apa saja itu?Â
Ketidaksiapan Orang Dewasa Dalam Berbagi Informasi
Ma, kok orang dewasa suka ciuman ya?Â
Coba seandainya pertanyaan ini muncul dari anak SD kepada ibunya. Saya yakin si ibu akan gelagapan dalam menjawab. Ketika ditanya dapat informasi darimana ternyata dari film atau video orang dewasa.Â
Anak pada kategori golden ages memiliki rasa keingintahuan yang besar. Mereka akan merasa kurang puas jika jawaban yang diberikan orangtua atau orang dewasa tidak logis atau sesuai dengan cara berpikir mereka.Â
Ketika muncul pertanyaan yang dirasa masih batas wajar, mungkin orangtua tidak akan panik namun ketika pertanyaan lebih mendalam dan intim. Saya yakin orangtua memilih diam daripada memberikan informasi sesuai yang mereka harapkan.Â
Menyalahkan si anak bukan langkah bijak karena sejatinya orangtua juga berperan dalam kondisi ini karena menyediakan gadget dan internet yang memudahkan mereka mengakses informasi serta minimnya pengawasan aktivitas media si anak.Â
Risiko Munculnya Aksi Pelecehan Seksual
Kasus yang terjadi di daerah Koja, Jakarta Utara bisa jadi gambaran bagaimana serial konten dewasa berdampak buruk pada perilaku si anak.Â
Terjadinya tindakan pelecehan seksual dimana korban dan pelaku masih berusia dibawah umur yaitu diantara usia 11-13 tahun menjadi sebuah keironian sendiri.Â
Bahkan tindakan ini diduga telah terjadi sebanyak 3 kali dalam masa Januari-April 2021 (Berita selengkapnya klik di sini).Â
Sebenarnya sudah ada banyak kasus yang tidak jauh berbeda. Rasa ingin tahu atau penasaran dari si anak karena melihat aksi di konten dewasa membuat mereka ingin mencoba.Â
Padahal mereka belum menyadari dampak dari aksinya tersebut seperti memunculkan rasa trauma bagi korban, kehamilan usia dini dan bisa berurusan dengan pihak kepolisian karena aksi ini masuk dalam pelecehan seksual dibawah umur.Â
Saya pernah membaca artikel berita dimana anak SMP terpaksa harus dinikahkan secara adat karena sudah hamil diluar nikah. Kondisi ini bisa memengaruhi masa depan si anak karena telah menjadi orang tua di usia belia atau bahkan rentan kasus perceraian karena ketidaksiapan dalam pernikahan.Â
Tidak hanya itu kondisi ini tentu menjadi aib bagi orangtua. Pandangan di masyarakat anak yang menikah dini karena kehamilan dianggap ketidakbecusan orangtua dalam mendidik anak.Â
Apalagi jika si anak ternyata menjadi pelaku pelecehan seksual karena rasa ingin tahu dari video konten dewasa yang ditonton.Â
Perubahan Pola Tata Sikap Anak
Pernahkah sobat mendengar anak kecil mengucapkan kata alat kelamin atau (maaf) ngentot atau sange ketika berbicara pada lawan bicara.Â
Dulu ketika saya masih kecil, kata-kata ini masih asing dan kurang paham pemaknaannya. Kini anak kecil dengan santai mengucapkan kata-kata tersebut tanpa ada rasa bersalah.Â
Tidak hanya itu hal mengkhawatirkan adalah si anak beraksi atau memberikan gestur gerak seperti konten pornografi.Â
Ini pernah saya saksikan langsung ketika melakukan pengabdian masyarakat bersama tim kuliah di daerah lokalisasi. Anak-anak memiliki pikiran yang jauh dewasa, suka mengucapkan kata kotor dan cabul bahkan mereka tidak segan menyentuh organ pribadi lawan jenis.Â
Saya dan tim syok, ketika dikonfirmasi ini karena mereka sering melihat perilaku orang dewasa saat berada di daerah sana serta juga pengaruh tontonan orang dewasa.Â
Keprihatinan saya dimana kita sebagai masyarakat timur menjaga tata perilaku dan santun namun justru luntur karena merebaknya adegan dewasa dan mudahnya akses situs pornografi.Â
***
Situs pornografi memang bertentangan dengan nilai agama dan budaya masyarakat kita. Namun tidak dipungkiri kini akibat perkembangan zaman dan kemudahan akses membuat anak mudah menemukan situs konten dewasa.Â
Tiga dampak di atas janganlah dianggap sepele justru harus perlu perhatian serius. Sebagai orangtua memang memberikan fasilitas seperti gadget kepada anak dianggap sebagai bentuk rasa kasih sayang.Â
Namun bukan berarti orangtua luput dalam pengawasan. Tidak ada salahnya orangtua rutin mengecek galeri, pesan singkat hingga historis penjelajahan internet anak.Â
Seandainya anak terbukti menyimpan atau mengakses situs pornografi. Berikan edukasi dan informasi terkait dampak yang akan timbul dikemudian hari.Â
Semoga Bermanfaat
--HIM--
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI