Apa yang sobat bayangkan tentang perayaan Nyepi yang diperingati Umat Hindu?Â
Saya tebak jawaban adalah Bali, suasana sepi, gelap gulita, pecalang, dan tentu saja Ogoh-Ogoh.Â
Ogoh-Ogoh sendiri dinilai sebagai bagian dari karya seni dan tradisi masyarakat Hindu yang direpresentasikan dalam karya patung yang melambangkan Bhuta Kala (Sosok Jahat dan Menyeramkan).Â
Ogoh-Ogoh identik dengan perayaan Nyepi dikarenakan sebagai ritual untuk menghilangkan hal-hal negatif di sekitar manusia sebelum masa Nyepi. Untuk itulah Ogoh-Ogoh akan diarak keliling desa disaat menjelang malam tepat H-1 Nyepi atau dikenal dengan istilah Pangrupukan.Â
Saya yang notabane-nya masih memilih garis keturunan Bali dari Ibu serta lama tinggal di Bali bahkan sejak Sekolah Dasar (SD) selalu antusias ketika menjelang Nyepi. Antusias ini karena sering dibuat takjub dengan karya-karya Ogoh-Ogoh yang dihasilkan masyarakat dan pemuda Bali.Â
Artikel Pendukung: Pengalaman Saya Merayakan Nyepi Di Bali
Uniknya pembuatan Ogoh-Ogoh dianggap prestis di sebagian kalangan karena menunjukan kemampuan seni. Jangan kaget jika dalam setiap banjar (lingkungan) maupun Sekaa Teruna-Teruni (Karang Taruna) akan ada pembuatan Ogoh-Ogoh.Â
Selain sebagai pembuktian karya seni masyarakat setempat, tidak jarang ada festival Ogoh-Ogoh yang memperebutkan hadiah fantastis. Faktor ini juga lah yang membuat banyak Ogoh-Ogoh diciptakan di Bali.Â
Teringat semasa kecil dulu. Saya dan seorang teman sekolah punya tradisi unik. Seminggu sebelum Nyepi, kami berdua keliling Desa melihat karya Ogoh-Ogoh yang dibuat.
Karya Ogoh-Ogoh yang dibuat umumnya berbentuk raksasa dengan wajah menyeramkan dengan gestur yang menakutkan. Meski kini ada juga ide kreatif masyarakat Bali yang membuat Ogoh-Ogoh dengan sosok tertentu seperti Sosok yang terkena skandal korupsi, sosok yang mencerminkan sisi negatif di masyarakat.Â
Keunikan inilah yang membuat kami rela berjalan menyelusuri banyak desa dengan berjalan kaki untuk memberikan penilaian mana karya terbaik versi kami.Â
Kenangan manis yang kami lakukan dari kelas 6 SD hingga kelas 3 SMP. Kini pun saya masih memiliki rasa antusias yang sama. Namun sepertinya saya harus sedikit menahan rasa antusias tersebut.Â
Dampak pandemi yang melarang ada acara kerumunan membuat Pemerintah Daerah (Pemda) sempat melarang pengarakan Ogoh-Ogoh khususnya di tahun 2021.
Menguntip dari salah satu situs berita online, pada Nyepi 2021 sempat ada aturan dari Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali bersama Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) yang mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB). SKB ini berkaitan tentang pelaksanaan Nyepi Tahun Baru Saka 1943 (Atau 2021 tahun Masehi) dimana salah satu poin menjelaskan tentang pelarangan arakan Ogoh-Ogoh (Detail berita di sini).Â
Larangan ini ternyata juga dilakukan oleh masyarakat Hindu diluar Bali. Ini untuk membantu pemerintah memutus mata rantai penyebaran Covid-19.Â
Wajar mengingat dulu saat saya menonton pawai arakan Ogoh-Ogoh di Denpasar. Ribuan masyarakat tumpah ruah ke jalanan menonton pawai ini. Tidak hanya masyarakat setempat wisatawan domestik hingga mancanegara pun sengaja menyempatkan waktu untuk melihat atraksi ini.Â
Sangat berbahaya sekali jika atraksi dilakukan di masa pandemi. Alasan yang cukup bisa diterima banyak pihak.Â
Di awal tahun 2022, sempat ada kebimbangan dari masyarakat apakah tahun ini akan membuat Ogoh-Ogoh atau tidak sama sekali. Kekhawatiran akan ada larangan pengarakkan Ogoh-Ogoh disaat masa proses pembuatan akan merugikan banyak pihak.Â
Biaya pembuatan Ogoh-Ogoh tidaklah murah. Ogoh-Ogoh setinggi minimal 1,5 meter bisa menghabiskan jutaan, belasan hingga puluhan juta rupiah. Bahkan dalam karya tertentu bisa menghabiskan dana hingga ratusan juta rupiah.Â
Berdasarkan update berita yang saya baca, tahun 2022 telah terbit Surat Edaran (SE) nomor: 009/SE/MDA-Prov. Bali/XII/2021 tentang pembuatan dan pawai Ogoh-Ogoh di Perayaan Nyepi Tahun Saka 1944 dari MDA Provinsi Bali.Â
Pada surat edaran tersebut tertuang bahwa Nyepi tahun ini diperbolehkan pembuatan hingga pawai Ogoh-Ogoh dengan berbagai syarat.Â
Syarat tersebut meliputi proses pembuatan hingga pengarakan hanya melibatkan 50 orang atau 50 persen dari kapasitas serta dalam setiap kegiatan tetap mematuhi protokol kesehatan (Detail berita klik di sini).Â
Bagaimana Aktual Saat Ini?Â
Meskipun sudah ada izin pembuatan Ogoh-Ogoh untuk Nyepi Tahun ini nyatanya tidak semua desa tertarik untuk membuat.Â
Saya sempat bertanya pada beberapa kenalan di Bali apakah di desa mereka membuat Ogoh-Ogoh? Mayoritas menjawab tidak membuat.Â
Ada beberapa pertimbangan yang disampaikan diantaranya:
- Faktor Dana
Dana pembuatan Ogoh-Ogoh yang besar tentu membutuhkan sumber dana dari berbagai pihak. Salah satunya dari sumbangan warga setempat.Â
Kondisi pandemi ini di mana perekonomian Bali tengah lesu. Alih-alih memberikan sumbangan pembuatan Ogoh-Ogoh, untuk kebutuhan makan sehari-hari pun terasa berat. Banyak yang harus berhemat hingga menjual aset pribadi untuk bertahan hidup.Â
- Tingginya Kasus Penyebaran Virus.
Munculnya varian Omicron yang digadang cepat dalam proses penularan ikut menjadi faktor lainnya. Proses pembuatan hingga pengarakan tentu tidak bisa dilakukan seorang diri. Akan banyak orang terlibat di dalamnya.Â
Selain itu proses pengerjaan yang panjang hingga berminggu-minggu tentu akan banyak interaksi sosial di dalamnya. Kekhawatiran munculnya kluster baru penyebaran Omicron di ranah desa akan sangat rentan terjadi.Â
Sepertinya banyak masyarakat Bali mempertimbangkan hal ini. Ketakutan mereka terjangkit virus selama proses pembuatan ata pawai Ogoh-Ogoh dan menularkan ke keluarga mereka di rumah. Ini pun disampaikan oleh rekan kerja saya di kantor dimana di desanya memilih vakum membuat Ogoh-Ogoh tahun ini.Â
- Perubahan Kebijakan Tiba-Tiba.Â
Di kondisi seperti ini kebijakan cenderung bersifat dinamis. Kadang ketika ada isu baru maka kebijakan baru muncul dan bisa meniadakan kebijakan lama.Â
Tentu akan sedih rasanya ketika proses pembuatan Ogoh-Ogoh sudah memasuki tahap finishing namun muncul kasus lonjakan Covid-19 membuat aturan baru terkait pembatasan aktivitas masyarakat.Â
Saat ini masyarakat mulai was-was karena sudah sering muncul pembatasan seperti social distancing, PSBB, PPKM, PPKM Mikro, PPKM Darurat dan sebagainya.Â
Kondisi ini yang membuat banyak desa ragu membuat Ogoh-Ogoh. Kerja keras selama berminggu-minggu runtuh seketika dengan aturan baru. Mereka memilih mencari jalan aman yaitu beristirahat sejenak membuat Ogoh-Ogoh meski ada ijin dari Pemprov.Â
***
Perayaan Nyepi 2022 atau Tahun Baru Saka 1944 sepertinya belum bisa menjawab rasa rindu saya menyaksikan Ogoh-Ogoh. Meski diperbolehkan membuat dan melakukan pawai Ogoh-Ogoh dengan syarat tertentu.Â
Sejauh ini masih sedikit Ogoh-Ogoh yang dibuat di sekitar tempat tinggal saya. Berbeda jauh jika dibandingkan sebelum masa pandemi.Â
Saya akui Nyepi tanpa Ogoh-Ogoh terasa berbeda. Ada rasa yang hilang dan belum lengkap khususnya bagi saya personal yang suka melihat seni Ogoh-Ogoh.
Semoga kelak jika pandemi berakhir, suasana kemeriahan Ogoh-Ogoh bisa kembali hadir di perayaan Nyepi.Â
Semoga Bermanfaat.Â
--HIM--
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H