Tidak hanya itu jika dikondisi urgent harus mobilitas ke luar kantor dan si sopir ijin tidak masuk. Ini akan menjadi masalah lain dan tentu akan menyulitkan banyak pihak.Â
Tentu alasan yang logis bagi saya. Efisiensi karyawan menjadi faktor utama. Untuk apa merekrut 2 orang jika ada 1 orang yang memiliki kemampuan yang sama.Â
Kisah lain terjadi pada saya sendiri. Saya di awal kerja belum mampu mengendarai mobil. Pertimbangan memang belum memiliki mobil sendiri dan masih ada ketakutan membawa mobil di jalan raya.Â
Stigma sering melihat kecelakaan mobil di jalan membuat saya takut sendiri. Meski sempat paman menawarkan saya untuk belajar mengendarai mobil saat kuliah. Saya lebih terkesan menolak karena menurut saya belum perlu.Â
Ternyata mindset "belum butuh atau perlu mengendarai kendaraan" ternyata berbanding terbalik saat di dunia kerja.
Suatu ketika manager saya mengajak saya dan rekan sesama marketing untuk melihat beliau memprospek klien di salah perusahaan di Karawang. Sebenarnya manager saya ingin mengajak saya seorang karena sungkan membawa banyak staf.Â
Ironisnya, saya belum bisa membawa kendaraan. Tentu akan terasa aneh jika atasan menyetiri seorang staf baru. Alhasil rekan saya yang sudah mahir menyetir berkenan menyetir mobil.Â
Rekan saya memberi nasihat bijak, "Kamu harus bisa menyetir. Disaat seperti inilah kemampuan menyetir dibutuhkan".
Saya akui akan ada banyak momen dimana atasan mengajak bawahan untuk mendampingi urusan kerja. Etika baik adalah bawahan harus siap melayani atasan. Salah satunya mengendarai atasan, bukan sebaliknya.Â
Sejak saat itulah saya mulai berinisiatif belajar mengendarai mobil. Bahkan teman kerja yang menjadi instruktor saya.Â