Mohon tunggu...
H.I.M
H.I.M Mohon Tunggu... Administrasi - Loveable

Hanya orang biasa yang memiliki 1 hati untuk merasakan ketulusan, 1 otak untuk berpikir bijak dan 1 niat ingin bermanfaat bagi orang lain | Headliners 2021 | Best in Specific Interest 2021 Nominee

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Sebelum Mengubah Orang Lain Mengapa Perlu Introspeksi Diri Dulu?

6 Maret 2022   14:54 Diperbarui: 6 Maret 2022   14:57 665
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak Yang Ketakutan Pada Orang Dewasa | Sumber Tribun

Ada kerabat yang menurut saya beraksi berlebihan. Ia kesal melihat keponakan yang masih usia sekolah namun sudah pacaran. 

Padahal si keponakan sudah SMA artinya ada di usia remaja dimana mulai tertarik dengan lawan jenis. Bagi kerabat saya ini, selagi masih berstatus pelajar harus fokus dalam pendidikan. 

Bahkan ia meluapkan kekesalan dengan memberi nasihat yang cukup keras pada keponakan. Ia mengganggap efek sudah pacar, keponakan ini jadi suka keluyuran dan agak malas. 

Saya yang melihat momen ini agak kecewa dengan kerabat saya ini. Apa penyebab kekecewaan saya? 

Saya tahu betul seperti apa semasa muda kerabat saya ini. Bahkan saat masih SMA pin, ia sudah dikenal playboy dan terlihat arogan. 

Bahkan anaknya sejak duduk di bangku SMP nyatanya sudah berpacaran dan sering meluapkan status-status kegalauan dengan kekasih di sosial media. 

Artinya kerabat saya ini tidak introspeksi diri dulu sebelum menasehati orang lain. Bagi saya ini sikap egois dimana ia menginginkan orang lain bersikap sesuai harapan. Nyatanya dirinya tidak melakukan hal sama pada diri sendiri atau bahkan keluarga internal. 

Inilah alasan mengapa introspeksi diri dulu sebelum ingin mengubah orang lain. Ada beberapa hal yang bisa ditanamkan jika ingin menasehati orang lain. Apa saja itu? 

# Jangan Pernah Ciptakan Komparasi

"Dulu sewaktu ayah masih muda, ayah tuh gak pernah main gadget. Gak pernah nongkrong di cafe. Kamu kok gak bisa kaya ayah! "

Di atas hanya gambaran kecil dimana kita lebih suka menasehati orang lain dengan melakukan perbandingan atau komparasi hidup. Komparasi ini bisa dibandingkan dengan kisah hidupnya dulu atau mengambil kisah hidup seseorang sebagai pembanding. 

Hindari hal ini dikarenakan bisa jadi ada ketidakrelevanan terkait indikator pembanding. 

Contoh pada di atas, jaman dulu gadget belum lah ditemukan atau sepopuleran sekarang. Selain itu bisa jadi saat ayahnya dulu semasa muda tinggal di kampung halaman yang memang tidak ada cafe. Ini yang membuat ayah semasa muda menghabiskan waktu di rumah atau teman sebaya dilingkungan rumah. 

Kini disaat mereka tinggal di kota dimana banyak terdapat cafe sebagai tempat nongkrong. Bisa jadi anak muda lebih banyak meluangkan waktu berinteraksi dengan teman sebaya di cafe. Ini karena cafe lebih nyaman, suasana menarik, dan ada fasilitas live music yang membuat suasana nongkrong lebih asyik. 

Perbandingan ini tidaklah apple to apple. Seandainya si ayah hidup dimasa sekarang, bisa jadi dirinya akan melakukan hal sama. 

# Flashback Kenangan Masa Lalu

Kejadian seperti tindakan kerabat saya dalam menasehati keponakan bisa saja tidak mempan karena si keponakan merasa nasihat tersebut tong kosong. 

Si keponakan mungkin tidak respek terhadap nasihat karena tahu apa yang jadi nasihat justru dulu dilakukan juga oleh si pemberi nasihat. Hal fatal justru nasihat tersebut ibarat bumerang dimana ada orang si pemberi nasihat melakukan tindakan yang sama. 

Mirip ketika kerabat saya tidak instrospeksi dulu dimana sebelum menasihati keponakan lebih bijak untuk menasihati anaknya yang sejak SMP bahkan sudah pacaran. 

Bagaimana kita mau mendengar nasihat orang lain jika si pemberi nasihat tidak memflashback masa lalu atau mengevaluasi secara personal. 

Memang menasihati itu punya tujuan baik namun lebih bijak jika mengevaluasi diri dulu sebelum ingin menasihati atau mengubah orang lain. 

Saya salut dengan kakak saya, ketika ia ingin menasihati anaknya yang nakal dan suka melawan perintah orang tua. Kakak saya ingat jika dulu ia pernah senakal anaknya. 

Ia meminta adiknya untuk menasihati anaknya. Si keponakan akan lebih mudah dinasehati oleh sosok yang dianggapnya sesuai atau sosok tepat. 

# Jangan Merubah Orang Lain Dengan Kekerasan

Saya pernah melihat orang tua yang menasihati anaknya dengan kekerasan seperti memukul, menjewer, mencubit, menyabet dengan ikat pinggang dan sebagainya. 

Maksud hati berharap si anak menurut dan menjadi pembelajaran bagi si anak agar tidak mengulangi lagi. Ternyata dampak dari tindakan ini sangat besar. 

Orang Tua Memarahi Anak Hingga Menangis | Sumber Situs Hello Sehat
Orang Tua Memarahi Anak Hingga Menangis | Sumber Situs Hello Sehat

Ada kisah curhat seseorang yang pernah saya baca. Dirinya cerita ada rasa sakit mendslam dengan orang tuanya. Karena ketika ia melakukan kesalahan akan langsung dipukul, di sabet oleh sapu atau ikat pinggang hingga mendapatkan umpatan kasar. 

Dirinya berharap jika ia melakukan salah, cukup ditegor dan diarahkan dengan baik bukan mendapatkan kekerasan fisik. Kondisi ini membuat ia trauma dan ketakutan jika bersama orang tua. 

Anak Yang Ketakutan Pada Orang Dewasa | Sumber Tribun
Anak Yang Ketakutan Pada Orang Dewasa | Sumber Tribun

Alhasil ketika dewasa, ia yang sudah muak memilih tinggal jauh dan menjadi cuek dengan orang tua. Luka secara psikis lebih mendalam dibandingkan luka fisik yang ia terima sejak kecil. 

Saya berusaha juga ketika ingin menasehati keponakan. Menghindari tindakan fisik karena tujuan menasihati agar si anak mengerti dan menurut dengan kehendak hatinya bukan karena paksaan atau ketakutan berlebihan. 

# Utamakan Sharing Dua Arah

Saya merasa cara ini jadi cara terbijak. Kita bisa menasehati orang lain dengan cara sharing atau komunikasi 2 arah. Kita menyampaikan sudut pandang kita dan lawan bicara pun menyampaikan hal sama. 

Misalkan orang tua ingin mengubah sikap anak yang suka mengambil uang milik orang tua tanpa ijin. Orang tua mengajak si anak berdiskusi secara personal. 

Orang Tua Berkomunikasi Personal Dengan Anak | Sumber Anggun Paud
Orang Tua Berkomunikasi Personal Dengan Anak | Sumber Anggun Paud

Orang tua bisa memberikan gambaran dampak perilaku mengambil sesuatu yang bukan haknya. Seperti nanti akan dijauhi, tidak dipercaya hingga bisa ditangkap polisi. 

Orang tua bisa menanyakan alasan si anak yang melakukan tindakan terpuji itu. Bisa jadi si anak memiliki alasan khusus yang tidak disadari orang tua. 

Misalkan si anak mengambil uang orang tua untuk diberikan kepada pengemis atau membeli barang kesukaannya. Pola seperti ini bisa jadi introspeksi dua belah pihak. Anak tahu resiko dari perbuatannya dan orang tua tahu bahwa si anak butuh sesuatu. 

Jika pihak yang ingin dinasihati memiliki usia yang relatif sama. Sebaiknya hindari cara menggurui. Ini karena si penerima nasihat kurang yakin dengan apa yang dikatakan oleh kita mengingat usia yang sama. 

***

Tidak dipungkiri ketika ada tindakan seseorang yang kita anggap kurang sesuai atau bertentangan dengan suatu hal. Kita memiliki niat baik untuk memberi nasihat atau memberikan pandangan untuk mengubah ketidak sesuaian tersebut. 

Nyatanya tidak semua niat baik bisa diterima secara baik oleh orang yang kita nasihati. Beberapa kesalahan seperti terkesan menggurui, tidak introspeksi diri, lebih mementingkan kekerasan membuat kurang mendapat respek dari yang diberi nasihat. 

Sesuai dengan quote bijak, sebelum merubah dunia lebih baik rubahlah dirimu sendiri terlebih dahulu. Artinya jangan fokus untuk mengubah hal besar pada diri orang lain jika dalam diri sendiri masih banyak yang perlu diperbaiki juga. 

Semoga Bermanfaat

--HIM--

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun