Mohon tunggu...
H.I.M
H.I.M Mohon Tunggu... Administrasi - Loveable

Hanya orang biasa yang memiliki 1 hati untuk merasakan ketulusan, 1 otak untuk berpikir bijak dan 1 niat ingin bermanfaat bagi orang lain | Headliners 2021 | Best in Specific Interest 2021 Nominee

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Pantun dan Seberapa Besar Usaha Kita Melestarikannya

24 Januari 2022   10:28 Diperbarui: 24 Januari 2022   10:31 1605
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berdasarkan beberapa literatur yang saya baca, pantun merupakan bagian dari sastra lisan maupun tulisan yang mengakar kuat bagi masyarakat nusantara. 

Ada yang menuliskan telah menjadi bagian dari masyarakat melayu namun ada juga yang mengatakan Pantun berasal dari bahasa Minangkabau yang berupa "panuntun" atau diistilahkan ke bahasa Indonesia sebagai penuntun. 



Di atas adalah bagian kecil dimana pantun telah menjadi tradisi budaya dalam masyarakat khusus. Artinya budaya pantun telah menyebar dan menjadi bagian dari tradisi masyarakat nusantara. 

Bagi yang tinggal di sekitar Jabodetabek, kita pasti familiar dengan tradisi Palang Pintu oleh masyarakat Betawi. Tradisi ini yaitu adu berbalas pantun dari perwakilan mempelai laki-laki dan perempuan. 

Disini pantun dijadikan media untuk meyakinkan kepada keluarga mempelai perempuan tentang keseriusan dari mempelai laki-laki serta penyampaian keinginan atau syarat dari keluarga mempelai perempuan kepada keluarga mempelai laki-laki. Tentu tradisi balas pantun ini di dikemas menarik, lucu dan sarat pesan. 

Meski sudah bagian dari budaya kita namun bukan berarti tradisi berpantun terbebas dari tantangan dan peluang terlupakan dikemudian hari. Setidaknya saya melihat ada beberapa tantangan yang harus siap diantisipasi? 

Tantangan 1 : Stigma Pantun Itu Kuno

Tidak dipungkiri masih ada stigma ini di kalangan generasi muda saat ini. Saya pernah iseng meminta sepupu yang masih usia sekolah untuk membuat pantun singkat. Responnya bikin kaget, duh bikin pantun itu susah dan bikin pusing. 

Muncul stigma di kalangan generasi muda, pantun itu terkesan kuno dan kaku. Ini karena syarat pantun dengan struktur khusus membuat orang merasa kesulitan menemukan kata yang pas untuk membuat pantun. 

Disisi lain pantun sarat dianggap kuno karena penuntur pantun biasanya dari kalangan orang dewasa atau orang tua. Isi pantun yang cenderung berupa nasihat, nilai-nilai agama, pantun adat hingga bermakna peribahasa dianggap lebih cocok untuk orang tua. 

Saya senang ketika dalam satu event, Kompasiana mengadakan lomba membuat pantun sebagai bagian dari event tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun