Kabar baik bagi pelaku industri pariwisata di Bali dimana tepat hari ini, Kamis 14 Oktober 2021 penerbangan internasional telah dibuka kembali.Â
Menguntip dari berita online, penerbangan ke Bali masih bersifat dibuka terbatas artinya hanya beberapa negara saja yang diperkenankan masuk ke Bali diantaranya Korea Selatan, Cina, Jepang, Uni Emirat Arab serta Selandia Baru (selengkapnya klik disini).Â
Saya merasakan sendiri begitu terpuruknya keadaan ekonomi di Bali selama masa pandemi. Bahkan saya mengganggap dampak ekonomi selama Covid-19 lebih kejam dibandingkan saat Bom Bali 1 dan 2.
Kenapa?Â
Pada saat Bom Bali 1 pada 2002 memang menjadi tamparan keras bagi industri pariwisata di Bali. Banyak negara mengeluarkan travel warning bagi warga negaranya untuk tidak berkunjung ke Bali seperti Australia dan Inggris.Â
Bom Bali 2 yang terjadi pada 2005 pun semakin menambah catatan kelam bagi pelaku industri. Negara di Eropa, Amerika dan Australia menerapkan travel warning kembali.Â
Nyatanya keterpurukan ini meski menbuat ekonomi di Bali terseok-seok namun masih bisa berjalan meski tertatih. Ini karena penerbangan internasional masih tetap dibuka.Â
Bali pun masih mengandalkan wisatawan asing dari kawasan Asia Timur seperti Cina, Jepang dan Korea Selatan ditambah wisatawan negara lain yang memang sudah meniatkan diri ke Bali meski ada travel warning dari pemerintah di negara asalnya.Â
Covid-19 justru terasa lebih menyakitkan. Selama 1,5 tahun penerbangan internasional ditutup sepenuhnya sejak masa awal pandemi.Â
Dampaknya terasa sekali, sesekali saya menyempatkan diri pulang ke Bali selama masa pandemi. Ketika melewati area Pantai Kuta. Lokasi yang biasanya ramai oleh wisatawan lokal dan asing kini sunyi senyap.Â
Jalan di kawasan double six Kuta yang menjadi lokaso favourite untuk menikmati keindahan pantai lebih sering ditutup dan dijaga oleh pecalang (petugas keamanan) setempat.Â
Hal serupa terjadi ketika saya main ke daerah Ubud. Bagi sobat kompasiana yang pernah bermain ke daerah Ubud saat malam hari. Tentu akan susah menemukan area parkir dan stress karena terlalu padat akan kendaraan.Â
Nyatanya saat saya berlibur ke Ubud. Jam 7 malam terasa hening. Bahkan toko-toko kesenian yang banyak tersebar di daerah ubud harus tutup karena tidak ada pengunjung.Â
Beberapa keluarga dan teman saya yang bekerja sebagai agent travel dan tour guide pun seakan mengamini pandemi ini terasa sangat berat. Ada yang menganggur karena susahnya mendapatkan pekerjaan hingga beralih profesi usaha kecil-kecilan untuk menyambung hidup.Â
Teman saya yang bekerja di Hotel Bintang 5 di Bali melihat sendiri satu persatu rekan kerjanya harus dirumahkan tanpa kepastian yang jelas. Bahkan mayoritas hotel, villa dan penginapan memberikan diskon untuk menarik wisatawan lokal.Â
Saya pernah menyewa villa 1 kamar hanya 150 ribu per malam padahal harga normalnya bisa diatas 500 ribu per hari. Bahkan destinasi wisata lokal pun melakukan usaha serupa.Â
Sebagai gambaran sederhana, wisata arum jeram di daerah Ubud yang biasanya dipatok harga 450 ribu per pax diobral menjadi 100 ribu per pax.Â
Wahana permainan seperti ayunan di atas tebing, sepeda gantung, spot foto menarik yang dikenakan biaya mulai 50-150 ribu per spot bahkan diobral menjadi 100 ribu untuk 4 spot atau wahana.Â
Sebegitu terpuruknya hingga banyak pengelola wisata berusaha mati-matian agar bisa bertahan, tetap dapat pemasukan dan tentu saja membiaya operasional dan gaji karyawan.Â
Seberapa Pentingnya Pembukaan Penerbangan Internasional Bagi Pelaku Usaha di Bali?Â
Saya sempat berdiskusi kecil dengan keluarga yang terkena dampak sepinya jumlah wisatawan. Ada rasa antusias jika penerbangan internasional dibuka.Â
Wacana pembukaan penerbangan internasional memang sudah beberapa kali sempat diisukan seperti bulan Juni 2021 kemudian muncul info Agustus 2021 dan kini dipastikan 14 Oktober 2021.
Teman saya pun menunjukan antusias yang sama. Sudah banyak lowongan pekerjaan yang dibuka seperti tempat wisata, hotel dan restoran sejak beberapa bulan terakhir. Ini mengingat mulai diturunkan status PPKM Jawa-Bali hingga persyaratan masuk ke Bali semakin dipermudah.Â
Terakhir saya ke Bali 1 minggu lalu, persyaratan untuk kunjungan domestik hanya perlu melampirkan hasil rapid antigen 1x24 jam bagi yang sudah vaksin tahap 2 atau PCR selama 2x24 jam sebelum keberangkatan bagi yang baru vaksin tahap 1.
Kemudahan ini tidak terlepas dengan semakin sadarnya masyarakat terhadap protokol kesehatan, meningkatnya jumlah penerima vaksin dan tersedianya aplikasi Peduli Lindungi yang bisa mencatat perjalanan pengguna.Â
Keluarga pun sudah mulai menerima permintaan kunjungan dari tamu mancanegara seakan menjadi bukti bahwa ekonomi masyarakat bisa membaik dengan pembukaan ini.Â
1 minggu kemarin pun saya melihat sudah banyak resto, cafe dan pusat hiburan yang diijinkan beroperasi. Para bule yang sudah menetap lama di Bali pun tengah asik bercengkerama dengan sesama WNA di resto sepanjang Kuta.Â
Tempat yang semula tutup saat awal pandemi mulai dipersiapkan kembali dibuka. Terlihat pemilik mulai merenovasi hingga melakukan rekrutmen karyawan.Â
Menguntip dari berita online Kompas terkait aturan kunjungan WNA ke Bali sebagai berikut (sumber klik disini) :
Pre departure requirement:
- Berasal dari negara dengan kasus konfirmasi level 1 dan 2 dengan positivity rate di bawah 5 persen
- Hasil negatif tes RT-PCR sampelnya diambil maksimum 3x24 jam sebelum jam keberangkatan
- Bukti vaksinasi lengkap dengan dosis kedua dilakukan setidaknya 14 hari sebelum keberangkatan dan ditulis dalam bahasa Inggris, selain bahasa negara asal
- Asuransi kesehatan dengan nilai pertanggungan minimum 100.000 dollar AS dan mencakup pembiayaan penanganan Covid-19
- Bukti konfirmasi pembayaran akomodasi selama di Indonesia, penyedia akomodasi dan pihak ketiga
On arrival requirement:
- Mengisi e-HAC via aplikasi PeduliLindungi
- Melaksanakan tes RT-PCR on arrival dengan biaya sendiri. Pelaku perjalanan dapat menunggu hasil tes  RT-PCR di akomodasi yang sudah direservasi
- Jika hasil negatif, maka pelaku perjalanan dapat melakukan karantina di tempat karantina yang sudah  direservasi selama 5 hari, lalu melakukan RT-PCR pada hari ke 4 malam
- Jika hasil RT-PCR di hari ke-4 negatif, maka pada hari ke 5 sudah bisa keluar dari karantina
Sayangnya ada 1 hal persyaratan yang sedikit mengganjal yaitu kewajiban karantina selama 5 hari dengan bukti reservasi.Â
Nyatanya tidak semua wisatawan asing berkunjung dalam durasi waktu yang panjang. Selama pengamatan saya, wisatawan asing memiliki durasi kunjungan sekitar 3-7 hari.Â
Aturan karantina selama 5 hari tentu akan menjadi dilema. Seandainya saya bertindak sebagai calon wisatawan yang sudah antusias berkunjung ke bali selama 5 hari namun menemukan aturan tersebut mungkin saya berpikir berulang kali.Â
Logikanya estimasi waktu kunjungan 5 hari hanya habis untuk karantina di Bali. Saya tidak sempat berkeliling mengunjungi tempat menarik. Ibarat ingin santai malah stres karena 5 hari hanya di hotel yang biaya karantina pun tidak murah.Â
Artinya bisa jadi aturan ini menggoyahkan hati calon wisatawan asing ke Bali. Ibarat keran air telah dibuka eh ternyata kita belum bayar tagihan PDAM sehingga air pun tetap tidak jatuh ke ember yang sudah disiapkan.Â
Harapan pemerintah pusat bekerja sama dengan pemerintah provinsi bisa kembali mengkaji ulang terhadap aturan yang ada sehingga roda ekonomi di Bali tetap bisa berjalan dan penyebaran virus Covid-19 tetap bisa ditekan.Â
Semoga Bermanfaat
--HIM--
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H