Pembukaan Penerbangan Internasional dan Harapan Pertumbuhan Ekonomi Bali

Dampaknya terasa sekali, sesekali saya menyempatkan diri pulang ke Bali selama masa pandemi. Ketika melewati area Pantai Kuta. Lokasi yang biasanya ramai oleh wisatawan lokal dan asing kini sunyi senyap. 

Wilayah Sekitar Kuta Yang Sepi Saat Pandemi. Dokumentasi Pribadi

Jalan di kawasan double six Kuta yang menjadi lokaso favourite untuk menikmati keindahan pantai lebih sering ditutup dan dijaga oleh pecalang (petugas keamanan) setempat. 

Hal serupa terjadi ketika saya main ke daerah Ubud. Bagi sobat kompasiana yang pernah bermain ke daerah Ubud saat malam hari. Tentu akan susah menemukan area parkir dan stress karena terlalu padat akan kendaraan. 

Sepinya Wisata Di Salah Satu Lokasi di Bali. Dokumentasi Pribadi

Nyatanya saat saya berlibur ke Ubud. Jam 7 malam terasa hening. Bahkan toko-toko kesenian yang banyak tersebar di daerah ubud harus tutup karena tidak ada pengunjung. 

Beberapa keluarga dan teman saya yang bekerja sebagai agent travel dan tour guide pun seakan mengamini pandemi ini terasa sangat berat. Ada yang menganggur karena susahnya mendapatkan pekerjaan hingga beralih profesi usaha kecil-kecilan untuk menyambung hidup. 

Teman saya yang bekerja di Hotel Bintang 5 di Bali melihat sendiri satu persatu rekan kerjanya harus dirumahkan tanpa kepastian yang jelas. Bahkan mayoritas hotel, villa dan penginapan memberikan diskon untuk menarik wisatawan lokal. 

Saya pernah menyewa villa 1 kamar hanya 150 ribu per malam padahal harga normalnya bisa diatas 500 ribu per hari. Bahkan destinasi wisata lokal pun melakukan usaha serupa. 

Tiket Wahana Di Salah Satu Obyek Wisata Bali

Sebagai gambaran sederhana, wisata arum jeram di daerah Ubud yang biasanya dipatok harga 450 ribu per pax diobral menjadi 100 ribu per pax.