Hal mirip juga terjadi di Garut, seorang pria mengamuk dan menganiaya imam masjid di daerahnya. Pria ini diduga stress dan mengalami gangguan jiwa setelah gagal menjuarai kompetisi Dai Muda yang sempat disiarkan di salah satu TV Nasional (berita selengkapnya klik disini).Â
Belajar pada kasus-kasus seperti di atas saya menilai bahwa pentingnya juga menanamkan mental Siap Kalah ketika ikut berkompetisi atau dalam sebuah ajang.Â
Kesalahan mendasar adalah seseorang terlalu menekankan diri untuk jadi Juara sehingga berusaha menghilangkan istilah Kalah pada dirinya. Ada beberapa faktor penyebabnya.Â
1. Kalah dianggap Pecundang (Loser)
Pandangan ini kerapkali berkembang di masyarakat. Menang adalah Juara dan Kalah adalah Pecundang. Pandangan inilah yang membuat orang tidak siap jika di posisi kalah.Â
Ketakutan dianggap pecundang atau dalam istilah lebih kasar "sampah" membuat mereka berbuat apapun untuk menang. Bahkan ketika ternyata kalah, mereka bisa menyampaikan protes sebagai bentuk perlawanan atau kekecewaan.Â
Jika di barat istilah loser acapkali terlontar dari seseorang yang berhasil menggunguli orang lain seperti "I'm the Winner, You're a Loser" atau pelabelan khusus kepada pihak yang kalah.Â
Namun kita hidup di Indonesia yang kuat dengan budaya timur dimana sikap legowo masih cukup kuat. Seandainya sikap legowo diajarkan pada generasi muda, istilah loser atau pecundang tidak akan terlalu mengakar di masyarakat kita.Â
2. Didikan Harus Jadi yang Terbaik
Tidak sedikit orang tua yang mendidik anaknya menjadi yang terbaik. Ini tidak salah karena orang tua pasti berharap anaknya menjadi unggul, spesial, dan menjadi yang terbaik. Alhasil segala upaya akan dilakukan agar si anak menjadi yang terbaik.Â