Sejak awal masa pandemi, pemerintah secara kontinyu menerapkan pembatasan kegiatan seperti PSBB, PSBB transisi, PPKM, PPKM Darurat, PPKM Mikro, PPKM level dan sebagainya yang semuanya membatasi aktivitas yang mengundang atau menarik kerumunan.Â
Kita tahu bahwa kesuksesan sebuah atraksi sulap diukur dari jumlah penonton. Semakin banyak penonton yang datang maka akan menghasilkan Cuan sebaliknya jika sepi artinya atraksi tidak menarik dan terancam rugi.Â
Mau tidak mau, atraksi sirkus pun harus ditiadakan karena terganjal aturan pemerintah. Tidak heran jika selama pandemi nyaris tidak ada atraksi sirkus disekitar kita.
2. Biaya Perawatan Hewan Tinggi
Ketika tidak ada atraksi maka pemasukan pun juga tidak ada. Padahal banyak sirkus yang menggunakan hewan sebagai bagian dari atraksi mereka. Jika pemain mungkin bisa mencari pekerjaan lain untuk memenuhi kebutuhan terutama makan maka hewan ini tetap mengandalkan makanan rutin dari pengelola.Â
Biaya daging untuk singa dan harimau serta rumput atau buah-buahan untuk gajah tentu membutuhkan dana tidak sedikit. Ironisnya keterbatasan dana bisa membuat hewan terlantar.Â
Saya pernah membaca sebuah artikel dimana hewan di lokasi sirkus terlihat kurus dan akhirnya mati karena penyakit serta kelaparan. Apalagi kondisi seperti ini dimana semua pihak berjuang hanya untuk bertahan hidup.Â
Kasus Millenium Circus di Italia contohnya. Pemberlakuan lockdown membuat gagalnya agenda pertunjukan sirkus selama pandemi. Dampaknya hewan-hewan terlantar dan kelaparan. Masyarakat hingga menyumbangkan makanan agar bisa dikonsumsi oleh hewan sirkus tersebut (berita selengkapnya klik disini).Â
3. Keterbatasan Keterampilan Pemain
Tidak dipungkiri para pemain sirkus umumnya menghabiskan waktu untuk latihan dan tampil di depan pengunjung. Bahkan di Cina ada akademi akrobatik untuk mendidik calon akrobatik handal dari sejak kecil.Â
Ada yang telah dididik sejak kecil untuk menjaga keseimbangan badan, memainkan trik sulap dan menciptakan kedekatan dengan hewan dalam atraksi khusus. Selain itu mengingat pemetasan sering berpindah-pindah membuat pemain hanya fokus terhadap latihan saja.Â