Linimasi twitter tengah hangat memperbicangkan isu skenario PPKM 6 minggu yang bisa saja dilakukan oleh pemerintah untuk menekan penyebaran virus Covid19 di tanah air khususnya Jawa-Bali. Topik 6 minggu menjadi populer dibahas oleh warga twitter pada 13 Juli 2021.
Menguntip dari artikel Harian Kompas tanggal 13 Juli 2021, skenario perpanjangan PPKM selama 6 minggu muncul dari pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat rapat kerja bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR RI. Menurut Sri Mulyani,Â
"PPKM Darurat selama 4-6 minggu dijalankan untuk menahan penyebaran kasus. Mobilitas masyarakat diharapkan menurun signifikan" (Sumber klik disini)Â
Wajar akhirnya muncul kegaduhan di masyarakat khususnya sosial media terkait pro dan kontra isu skenario tersebut.Â
Bisa jadi bagi Pro, ini adalah langkah tepat untuk memutus mata rantai atau setidaknya menekan penyebaran virus Covid19 di tanah air. Ini mengingat kasus penyebaran Covid19 di Jakarta bahkan menjadi tertinggi di dunia dalam beberapa hari belakangan ini.Â
Bagi kontra, skenario ini bisa semakin menyulitkan masyarakat khususnya dari sisi ekonomi. Banyak pelaku usaha yang harus menutup usahanya selama PPKM dan artinya banyak karyawan yang ikhlas tidak bekerja terlebih dahulu.Â
Di tengah situasi seperti ini, tidak memiliki penghasilan akan menambah masalah hidup yang kian susah. Ada banyak orang disekitar saya yang harus menjual satu persatu barang hanya untuk bertahan hidup.Â
Sebagai warga negara tentu kita berusaha mematuhi aturan yang dibuat oleh pemerintah. Namun disisi lain kita perlu memeras otak agar bisa bertahan di tengah sulitnya kondisi ini.Â
Saya mencoba menempatkan diri sebagai warga sipil yang mematuhi aturan jika skenario benar terjadi namun juga bisa "survive" selama PPKM berlangsung.Â
Mungkin beberapa hal ini bisa jadi masukan atau setidaknya pertimbangan untuk dilakukan menyikapi isu skenario PPKM 6 minggu. Apa saja itu?Â
1. Kerja Sampingan Berbasis Online
Bagi mereka yang terkena dampak PPKM darurat seperti harus dirumahkan atau Work from Home (WFH) tentu akan diliputi rasa jenuh dan kekhawatiran tidak ada pemasukan atau gaji dipotong sebagian.Â
Nyatanya mayoritas pengguna gadget saat ini telah terkoneksi dengan internet dan mayoritas memiliki akun sosial media seperti facebook, twitter, instagram, line, WhatsApp dan sebagainya.Â
Tidak ada salahnya ketika memanfaatkan jaringan pertemanan atau followers yang kita punya untuk membuka usaha bisnis secara online.Â
Ada kenalan saya yang sejak pandemi ini dirinya mempromosikan produk untuk dijual secara online seperti kerundung, pakaian, cemilan, perabotan rumah tangga atau souvenir cantik. Ketika dirinya dirumahkan oleh perusahaan pada awal pandemi, kini dia bisa tetap memenuhi kebutuhan hidup dengan berjualan online.Â
Bertindak sebagai dropshipper, dirinya hanya perlu mempromosikan produk orang lain dengan katalog yang disediakan. Ketika ada peminat, dirinya tinggal meminta penjual produk memproses orderan yang masuk dan dikirimkan kepada konsumen.Â
Teman saya ini bisa mendapatkan untung dari margin harga antara yang diberikan penjual dengan harga yang dibayarkan konsumen serta mendapatkan komisi dari penjual sesuai kesepakatan.
Kelebihan sistem ini, teman saya tidak perlu menyiapkan modal besar untuk menyetok barang atau mengirim barang. Bermodalkan promosi melalui sosial media, dirinya sudah bisa mendaparkan pemasukan.Â
Alangkah baiknya cara ini bisa kita terapkan jikalau tengah pusing memikirkan cara bertahan hidup selama PPKM. Sosial media tentu bisa dimanfaatkan lebih positif daripada sekedar untuk chatingan dengan teman, gebeta atau pamer status di sosial media semata.Â
2. Mulai Menggeluti Perkebunan dan Peternakan
Pasti ada diantara kita yang mulai berpikir bagaimana memenuhi pangan seandainya banyak barang kebutuhan yang harga naik atau langka. Tindakan panic buying yang dilakukan oleh masyarakat saat pandemi justru menciptakan kelangkaan dan kenaikan harga barang.Â
Ini semakin bahaya jika kelangkaan barang adalah sembako yang dibutuhkan oleh masyarakat. Jika ini terjadi, mulai menggeluti dunia perkebunan dan peternakan menjadi cara bijak selama PPKM.
Ketika kita masih memiliki pekarangan yang belum dimanfaatkan maka kita bisa mulai belajar berkebun seperti menanam singkong, cabai, tomat, kacang-kacangan atau beberapa jenis sayur yang mudah ditanam.Â
Kita bisa belajar teknik berkebun dengan sharing pada orang yang berpengalaman atau belajar otodidak dari channel youtube. Hasil panen tidak hanya bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari namun juga bisa dijual atau dibagikan pada mereka yang membutuhkan.Â
Bagi kita yang tidak memiliki pekarangan maka masih bisa menerapkan sistem hidroponik sederhana. Cara ini tidak butuh tempat yang luas namun bisa memberikan hasil yang lumayan.Â
Selain perkebunan, kita juga bisa melakukan peternakan seperti ternak ayam, bebek, ikan, burung puyuh dan sebagainya. Seandainya harga daging mengalami kenaikan, kita tidak terlalu dipusingkan karena masih ada alternatif lainnya dari ternak yang kita miliki.Â
3. Tekan Semua Pengeluaran
Di tengah situasi seperti ini bersikap konsumtif bukanlah hal bijak. Sebisa mungkin kita mulai menekan pengeluaran. Jika dulu suka berbelanja online maka kini lebih baik menghapus aplikasi belanja tersebut agar tidak terpancing untuk konsumtif.Â
Hindari penggunaan kartu kredit atau limit online untuk berbelanja sistem berhutang. Kita tidak pernah tahu bagaimana kondisi finansial kita kedepannya.Â
Ada kisah yang sempat saya baca di berita online dimana seorang pengguna layanan paylater menggunakan limitnya untuk belanja sebesar ratusan ribu. Apadaya ketidakmampuannya berbayar hingga 6 bulan justru membuat tagihannya membengkak hingga diatas 3 juta rupiah.Â
Belajar pada kisah ini, sebaiknya jika kita menyadari kondisi finansial tengah labil maka hindari memanfaatkan fasilitas kredit atau pinjaman. Ini akan membuat masalah baru ketika kita tidak mampu membayar tagihan tersebut. Apalagi selama PPKM, ada banyak karyawan yang harus dirumahkan.
4. Mulai Mandiri untuk Memasak
Saran ini ditujukan bagi mereka yang hidup merantau dan selama ini selalu membeli makanan. Ketika masa PPKM banyak tempat makan yang tutup dan menerapkan sistem take away. Jikalau menggunakan layanan pesan online tentu akan dikenakan biaya pemgiriman yang membuat harga makanan semakin mahal.Â
Bagi anak perantau atau kos-kosan, kini saatnya mulai mandiri untuk belajar menu masakan sederhana. Jangan hanya mampu memasak air panas dan mie instan semata.
PPKM darurat bisa jadi menjadi masa untuk berhemat. Untuk itu kita harus bisa merubah mindset yang semula beli makanan diluar menjadi masak sendiri.Â
Dengan masak sendiri tentu akan lebih hemat apalagi jika dilakukan dengan banyak oramg sistem patungan. Saya pernah masak makanan sendiri dengan 3 teman. Bermodalkan 20ribu/orang. Kami bisa makan enak untuk 1 hari full padahal jika pesan makanan diluar. Uang 20ribu bisa saja kurang ataupun jika cukup hanya untuk 1 kali makan saja.Â
Ketika masak mandiri dan secara beramai-ramai. Uang tersebut bisa untuk menghidangkan menu telur dadar, daging ayam/ikan, sayur, kerupuk dan sambal. Menu sehat ditengah pandemi.
***
Kita tidak memungkiri bahwa PPKM darurat juga membuat kecemasan sendiri di tengah masyarakat apalagi yang terkena dampak seperti dirumahkan, tidak memiliki penghasilan dan pusing untuk bertahan hidup.Â
Kondisi ini bukan berarti kita menyerah dan mengharapkan orang lain untuk membantu. Justru kita bisa rubah mindset dan perilaku untuk melakukan cara khusus yang bisa membuat kita survive di tengah PPKM darurat apalagi jika benar akan diperpanjang 6 minggu.Â
Saya berharap 4 langkah diatas bisa menjadi gambaran positif apa yang bisa kita lakukan untuk survive ditengah ketidakpastian masa PPKM darurat. Tetap semangat dan harus optimis kita bisa melalui masa terberat ini bersama.Â
Semoga Bermanfaat
--HIM--
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H