Adik saya memberikan pandangan yang membuka pikiran saya. Baginya minta dan pinjam adalah kata yang berbeda makna. Jika meminta maka si peminta tidak ada kewajiban untuk mengembalikan dan si pemberi pun sudah ikhlas uangnya diberikan pada orang lain.Â
Istilah pinjam maka si penerima ada kewajiban untuk mengembalikan dan si pemberi pun masih berpikir jika uang/barang akan kembali suatu saat nanti.Â
Ini adalah kesalahan dasar yang kerapkali terjadi di sekitar kita. Adik saya seakan menekankan bahwa jika memang susah untuk mengembalikan maka sebaiknya jangan pakai istilah pinjam.Â
Meskipun tidak sedikit diantara kita sungkan menggunakan istilah minta karena berkaitan dengan harga diri. Namun penggunaan istilah pinjam yang salah kaprah inilah membuat polemik utang-piutang menjadi runyam.Â
Pada kasus ini juga saya belajar bahwa kita perlu memahami kembali perbedaan kata pinjam dan minta. Saya pun pernah dikondisi uang kurang seribu rupiah saat membayar suatu barang.Â
Saat itu ada teman yang membawa uang lebih. Saya pernah langsung bilang, boleh minta gak uang seribu rupiah karena uang yang saya bawa kurang.Â
Nyatanya teman saya tetap membantu. Kenapa saya to the point memilih minta daripada pinjam? Sebagai manusia biasa, adakalanya saya dihinggapi rasa lupa apalagi nominal yang dipinjam tidak terlalu besar.Â
Saya takut ketidaksengajaan saya lupa terhadap utang yang nominal tidak besar justru berdampak pada hubungan pertemanan atau bahkan bisa jadi pemberat kita di akhirat ini.Â
Jikapun suatu saat saya teringat pernah dibantu oleh teman saat kekurangan uang. Saya mungkin akan mengganti dengan cara berbeda seperti mentraktirnya makan.Â
2. Terlalu Berlandaskan Kepercayaan
Bukan rahasia umum lagi jika kita sebagai masyarakat budaya timur selalu mengutamakan kepercayaan pada kerabat, teman atau orang lain. Nyatanya ini justru menjadi suatu kesalahan lain dalam utang-piutang karena segala hal bisa berpotensi merusak kepercayaan.Â