Saya pernah mendengar istilah bahwa ada 3 hal yang bisa menyatukan masyarakat dari berbagai belahan dunia yaitu Agama, Olahraga dan Musik.Â
Contoh sederhana, ketika ada sebuah konser bertajuk Mengenang Karya Michael Jackson. Akan ada jutaan masyarakat dunia yang rela berbondong-bondong datang untuk larut dan menjadi bagian dari acara tersebut. Meskipun terkendala bahasa tidak menjadi penghalang karena musik adalah bahasa universal.Â
Kembali pada kasus Borobudur, Kondisi ini bisa terjadi juga pada masa kejayaan Dinasti Syailendra yang berhasil menyatukan masyarakat dunia melalui harmoni musik. Bahkan saya menilai Mataram Kuno berhasil menerapkan diplomasi musik serta branding musik dengan cara yang tidak biasa.Â
Pembangunan Borobudur Sebagai Bagian Dari Diplomasi Musik
Kita sadar bahwa pembangunan Candi Borobudur dilakukan dalam jangka waktu yang cukup panjang bahkan diperkirakan lebih dari 50 tahun. Pada jangka panjang tersebut tentu ada upaya pengenalan yang dilakukan oleh Keluarga Dinasti Syailendra yang memerintah Kerajaan Mataram Kuno kepada kerajaan tetangga di Nusantara ataupun diluar negeri.Â
Kita ambil contoh sederhana, setiap tanggal 17 Agustus kita merayakan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia (HUT RI). Pemerintah pusat secara rutin mengundang negara tetangga dan sahabat untuk ikut menjadi bagian dari kemeriahan peringatan HUT RI di Istana Merdeka.Â
Tujuan dari undangan tersebut sarat makna diplomasi karena pemerintah Indonesia ingin memperkenalkan budaya dan kekayaan nusantara melalui atraksi yang ditampilkan selama peringatan tersebut.Â
Presiden Jokowi bahkan meminta undangan menggunakan pakaian daerah serta melibatkan atraksi nyanyian lagu dan permainan alat musik tradisional untuk diperkenalkan kepada tamu dan media luar negeri.Â
Harapannya keunikan budaya dan tradisi di Nusantara semakin dikenal dan menjadi daya tarik wisata masyarakat internasional dikemudian hari sekaligus memperkuat branding Wonderful Indonesia. Ini karena ada ulasan media asing yang ikut mempromosikan keunikan tersebut. Menurut saya pemerintah berhasil memainkan taktik soft diplomacy.Â
Ini pula lah yang dilakukan oleh Dinasti Syailendra untuk menggunakan momen pembangunan Borobudur untuk menjadi media diplomasi kepada para kerajaan tetangga.Â
Mengingat dahulu mayoritas kerajaan di Asia Tenggara, Asia Selatan dan Asia Timur masih kental bercorak Hindu-Buddha maka upaya diplomasi musik sangat berpotensi untuk diterapkan.Â