4. Mengadakan Hiburan Wayang Kulit Menguras Kantong
Seorang teman semasa kuliah ada yang berprofesi sebagai dalang wayang kulit. Dirinya menginformasikan bahwa jika dirinya diundang untuk menampilkan atraksi wayang kulit makan pihak pengundang setidaknya membayar belasan hingga puluhan juta rupiah untuk sekali atraksi.Â
Biaya ini sudah meliputi jasa dalang, sinden, tukang gamelan pendamping, dan sebagainya. Biaya ini tentu tidak murah khususnya bagi mereka yang tinggal di perkampungan.Â
Tidak jarang warga yang memiliki hajatan lebih menyukai mengundang penyanyi dangdut keliling, anak band atau atraksi tarian daerah untuk menghibur warga dibandingkan menggunakan jasa dalang wayang kulit.
Ke-4 kondisi inilah yang membuat pamor wayang kulit kian meredup di tengah perubahan perilaku masyarakat serta bertebaran atraksi hiburan lainnya.Â
Saya cukup senang ketika ada stasiun TV Nasional yang mengusung konsep hiburan wayang orang berjudul Opera Van Java. Acara ini bahkan sempat menjadi terfavorit dengan berhasilnya meraih penghargaan Panasonic Gobel Awards untuk acara program dan para pemainnya.Â
Acara yang sempat dimeriahkan oleh Parto, Sule, Aziz, Andre, Nunung serta beberapa artis pelawak lainnya membuat kita terpingkal-pingkal karena aksi konyolnya.Â
Tim kreatif berhasil memadukan nilai budaya lokal tanah air dengan budaya modern yang tengah berkembang. Ini yang membuat acara ini mudah diterima oleh semua kalangan, usia dan suku budaya.Â
Ketika acara ini dikemas dengan konsep serta pemain baru. Jujur ada rasa kerinduan yang mendalam terhadap konsep dan pemain OVJ yang lama. Kondisi ini juga yang saya rasakan terhadap perkembangan wayang kulit di tanah air.Â
Saat ini saya merasakan ada kerinduan terhadap pagelaran wayang kulit karena sarat budaya, adat istiadat, dan kearifan lokal. Ini karena atraksi banyak mengangkat kisah Ramayana, Mahabharata, Petruk, dan Dolar maupun kisah lokal lainnya.Â
Disisi lain kita tidak menepis bahwa atraksi wayang kulit seakan mulai ditinggalkan dimana mulai menyusutnya jumlah penonton. Dulu ketika masih kecil, ketika ada hajatan di suatu desa dan mengundang atraksi pagelaran wayang kulit. Banyak warga dari desa lain yang sengaja datang untuk menonton. Namun kini situasi seakan berbeda.Â