Mohon tunggu...
H.I.M
H.I.M Mohon Tunggu... Administrasi - Loveable

Hanya orang biasa yang memiliki 1 hati untuk merasakan ketulusan, 1 otak untuk berpikir bijak dan 1 niat ingin bermanfaat bagi orang lain | Headliners 2021 | Best in Specific Interest 2021 Nominee

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Pahami 5 Risiko Buruk Menjadi "Social Climber" di Media Sosial

6 Mei 2021   00:44 Diperbarui: 6 Mei 2021   20:03 1169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Respon Ketika Mendengar Cerita Fiktif. Sumber Shutterstock dreamstime.com

Seorang teman memposting dirinya tengah berpose memegang gadget IPhone keluaran terbaru yang harganya fantastis bagi saya. Rasa kagum saya seketika berubah menjadi Ilfeel ketika tahu gadget yang digunakan ternyata milik orang lain yang dipinjam sebagai properti fotonya seolah-olah IPhone tersebut miliknya. 

Hal ini semakin memprihatinkan seiring munculnya postingan-postingan atau video konten yang berusaha memamerkan sesuatu yang dimiliki dan merendahkan orang lain.

Saya sering melihat pengguna sosial media menggunakan istilah kaum miskin atau missqueen kepada masyarakat yang dianggap tidak mampu mengikuti gaya hidup mewah yang ditampilkan atau memiliki sesuatu barang yang dianggap mahal dan ekslusif.

Contoh dalam terlihat pada video berikut. 


Saya yakin banyak dari Kompasianer yang memiliki kisah serupa dimana melihat postingan seseorang yang berusaha terlihat ekslusif dan berpenampilan glamour namun nyatanya hanya fiktif belakang demi sebuah konten atau postingan sosial media semata. Saya baru tahu bahwa fenomena ini lebih dikenal sebagai social climber. 

Mengutip pada salah satu situs kesehatan, social climber dianggap sebagai kebiasaan orang yang memamerkan sesuatu barang, kondisi, dan hal yang dapat meningkatkan status sosialnya (sumber klik disini). 

Hal yang menarik bahwa sebenarnya banyak dari social climber justru berasal dari kalangan menengah ataupun menengah kebawah yang berusaha mati-matian agar terlihat kaya dan populer.

Nyatanya social climber justru dianggap sebagai salah satu gangguan psikis yang banyak menyerang generasi muda yang notabanenya haus popularitas dan pengakuan dalam sosial media. Tanpa disadari ada 5 bahaya ketika seorang memiliki karakter social climber dalam sosial media. Apa saja itu? 

1. Terlihat Bodoh dan Kampungan

Percaya atau tidak bahwa mereka yang social climber di sosial media justru banyak mendapat cap sebagai sosok yang bodoh dan kampungan dari pengguna sosial media lain. Kondisi ini tentu berputar 180 derajat dari harapan yang selama ini diharapkan oleh si social climber. 

Nyatanya orang yang merupakan sosok milyarder atau terlahir dari kalangan kaya raya justru enggan menunjukkan kekayaannya kepada khalayak umum. Kita bisa lihat kisah almarhum Bob Sadino, sosok milyarder yang justru ke mana-mana menggunakan kaos oblong dan celana pendek. 

Kisah lainnya yang sempat menghebohkan dan menjadi inspirasi ketika muncul postingan mengenai sosok orang terkaya di Indonesia, Bapak Michael Bambang Hartono yang memiliki kekayaan diatas 500 triliun rupiah serta merupakan bos dari BCA serta Djarum justru memilih berpenampilan sederhana dan masih suka makan Tahu Pong langganan yang bukan berasal dari restoran mewah. 

Sosok Michael Bambang Hartono, orang terkaya di indonesia yang Tampil Sederhana. Sumber Twitter/@ayudh69
Sosok Michael Bambang Hartono, orang terkaya di indonesia yang Tampil Sederhana. Sumber Twitter/@ayudh69

Saya salut dengan sosok yang berusaha bersahaja ditengah harta yang bergelimpangan dibandingkan mereka yang sebenarnya hidup pas-pasan namun ingin terlihat mewah di sosial media. Ibarat 2 sisi bertolak belakang dimana orang kaya seakan enggan pamer kekayaan namun disisi lain orang biasa ingin berusaha pamer dengan apa yang dimiliki.

Wajar akhirnya muncul penilaian bodoh dan kampungan tersemat pada diri si social climber. Apalagi jika si social climber adalah sosok Orang Kaya Baru (OKB) seperti memiliki uang banyak setelah menjual harta warisan keluarga, memenangkan undian dengan jumlah fantastis dan sebagainya langsung memposting jumlah uang dan barang branded yang dimiliki seakan-akan dirinya telah kaya dari lahir. 

2. Resiko Tercipta Karakter Opportunis

Demi menciptakan citra ekslusif dan glamour, adakalanya si social climber akan menunjukan sikap opportunis yaitu mencoba memanfaatkan orang lain demi keuntungan pribadinya. 

Contoh sederhana si X lebih memilih circle pertemanan dengan orang-orang kaya karena berharap bisa merasakan fasilitas yang mereka miliki. Seringkali si X akan memposting dirinya tengah berlibur di villa yang mewah, mengendarai mobil mahal, menggunakan barang branded yang nyatanya milik temannya. 

Ketika seseorang terlalu bersikap opportunis dalam setiap aktivitasnya maka dirinya telah menetapkan standar khusus dalam hidupnya.

Mereka yang dianggap tidak sesuai dengan standar seperti tidak berasal dari orang kaya, tidak memiliki IPhone, tidak memiliki mobil, bukan kalangan selebgram atau tokoh yang dikenal maka tidak akan masuk dalam lingkaran pertemanannya. Ini karena tidak ada hal yang bisa dimanfaatkan dari mereka yang tidak memenuhi standar hidupnya. 

Sistem pertemanan ini tentu kurang sehat karena ada pihak yang berusaha mencari keuntungan pribadi dari sebuah pertemanan. Tidak heran orang semacam si X akan dicap sebagai sosok toxic yang bisa merugikan orang lain yang dari awal ingin berteman secara tulus. 

3. Resiko Jadi Incaran Pihak Tertentu

Ketika kita terlalu sibuk menciptakan citra sebagai orang kaya dengan postingan menggunakan mobil supercar, menggunakan berlian harta ratusan juta, barang branded yang nilainya fantastis maka kita perlu bersiap menjadi obyek yang diincar oleh pihak tertentu. 

Postingan si social climber memang akan menunjukan rasa kagum dan iri bagi sebagian orang yang melihat. Kondisi ini bisa berbahaya jika akhirnya dirinya diincar oleh pelaku kejahatan. Banyak kasus dimana pelaku kejahatan sudah mengincar korbannya melalui sosial media. 

Belajar pada kasus yang menimpa Kim Kardashian seorang selebritis dunia yang suka memposting dirinya dengan berbagai barang mewah. Aktivitas dirinya di sosial media memicu aksi perampokan yang dilakukan 2 orang di apartemennya. Perampok dan berhasil menggasak perhiasan dan barang lainnya yang harganya jutaan dollar (sumber klik disini). 

Jika pada kasus Kim Kardashian, dirinya telah diincar oleh perampok karena melihat postingan dirinya menggunakan barang mewah maka untuk kasus si Climber Social bisa jadi segala aktivitas pamernya di sosial media juga akan memicu kasus kriminal yang sama namun juga bisa menjadi obyek incaran dari dinas pajak. 

Saya pernah membaca sebuah berita online dimana ada seorang Social Climber hobi memposting dirinya menggunakan mobil mewah yang harganya milyaran rupiah. Postingan dirinya seakan-akan mobil tersebut miliknya. Alhasil dirinya didatangi pihak pegawai pajak untuk mengecek apakah dirinya sudah membayar pajak terhadap kepemilikan mobil mewah tersebut. Ternyata si social climber ini mengaku bahwa mobil tersebut hanya pinjaman semata demi sebuah postingan di sosial media. 

Kasus seperti ini seharusnya menjadi pembelajaran bahwa postingan yang mengarah pada sisi pamer kekayaan justru akan memicu perhatian orang lain untuk melakukan tindakan kriminal atau sekedar melakukan pengecekan. Inilah mengapa banyak orang yang memang kaya justru menghindari melakukan postingan berlebih terkait kekayaan yang dimiliki. Tujuannya agar dirinya terhindari dari incaran pihak-pihak yang tidak diinginkan. 

4. Resiko Depresi dan Dikucilkan

Apa yang akan sobat lakukan jika mengetahui bahwa postingan si social climber hanyalah palsu atau fake semata? Tidak jarang akan muncul bullying serta dikucilkan di tengah masyarakat karena terbukti melakukan kebohongan. 

Saya teringat seorang artis yang sering berkoar-koar bahwa dirinya memiliki harta berlimpah, berasal dari keluarga ningrat dan kekayaannya seakan tidak habis untuk 7 keturunan. Sebuah kejadian tidak terduga terjadi ketika dirinya terjerat kasus narkoba, semua fakta tentang dirinya perlahan terkuak. 

Mulai dari mobil yang sering digunakan adalah milik temannya, kehidupan keluarga berbeda dari yang dikisahkan dan beberapa kebohongan lainnya. Dampak dari kejadian tersebut, banyak netijen yang membully dirinya bahkan keluarganya pun ikut terkena dampaknya. 

Kondisi ini tentu memprihatinkan karena ketika kebohongan sosial media terbongkar justru hujatan dan bullyian dari orang sekitar yang akan diterima.

Seandainya saya di posisi tersebut tentu akan merasa malu dan depresi karena masyarakat akan mengganggap saya sebagai pembohong dan manusia yang suka berhalusinasi demi sebuah popularitas. 

5. Terjerat Hutang Demi Bisa Populer

Si social climber tentu akan melakukan berbagai cara agar bisa terlihat layaknya orang kaya dan ekslusif. Salah satu caranya adalah membeli barang mewah dan branded dimana sejatinya barang tersebut tergolong mahal bagi dirinya. 

Demi memiliki barang tersebut seringkali harus dengan berhutang kepada berbagai pihak. Seringkali muncul kasus seseorang terlilit hutang kartu kredit dalam jumlah besar karena terlalu suka beli barang mewah atau dikejar debt collector karena tagihan dan hutang sudah menumpuk. 

Hanya sebuah pengakuan diri di sosial media, banyak orang berpikir sempit dengan memilih berhutang agar bisa mewujudkan citra dirinya. Padahal kemampuan finansialnya masih ada dilevel bawah untuk memiliki barang tersebut. 

***

Bagi saya upaya melakukan social climber di sosial media ibarat sebuah bumerang. Adakalanya bumerang akan melambung tinggi seperti yang kita harapkan namun tanpa disadari bumerang akan balik menghantam kita. 

Seperti itulah kehidupan si social climber yang akan bangga dan senang ketika ada orang lain yang memberikan suatu penilaian sesuai yang diharapkan. Namun ketika kenyataan terbongkar bahwa dirinya hanyalah social climber justru dampak negatif akan mulai menyerang balik. 

Ada harapan bahwa pengguna sosial media lebih bijak dalam melakukan postingan mengingat netijen kian cerdas untuk menyaring dan mencari kebenaran informasi dari postingan kita di sosial media. Jangan sampai niat ingin dikagumi justru berbuah rasa malu karena postingan berbeda dengan kenyataan. 

Semoga Bermanfaat

--HIM--

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun