Kini di ajang olahraga muncul istilah pemain melakukan blusukan ke kandang lawan. Saya membayangkan kalimat ini saja tertawa lucu.Â
Padahal jika kita menempatkan diri sebagai pemain bola maka tugas utama kita adalah datang ke tempat lawan dengan maksud mencetakan gol dengan tidak baik-baik. Saya garisbawahi dengan tidak baik-baik karena pemain akan langsung menendang bola sekuat tenaga tanpa permisi dulu kepada penjaga gawang.Â
Lucu rasanya jika benar makna blusukan muncul dalam ajang olahraga. Saya membayangkan seorang pemain menggiring bola kemudian saat tepat berada di depan gawang musuh. Dirinya mengeluarkan senyum manis ala acara blusukan dan bilang dengan sopan, permisi saya ijin menendang bola ya ke gawang kalian. Pasti itu hanyalah momen mustahil terjadi.Â
Entah kenapa ada istilah kandang lawan juga mengganjal di hati saya. Kandang identik dengan rumah hewan peliharaan seperti burung, ayam, kucing, marmut dan sebagainya. Terasa kasian sekali seorang kiper yang merupakan punggawa utama menjaga pertahanan team justru gawangnya dikatakan sebagai kandang. Jika kandang maka kiper dianggap sebagai hewan dong. Hehe
Apakah saya langsung menyalahkan komentator karena merusak tatanan bahasa Indonesia?Â
Saya tidak menyalahkan 100 persen karena sejatinya peran komentator olahraga saat ini ibarat memegang madu di tangan kanan dan racun di tangan kiri.Â
Memegang madu di tangan kanan ibarat apa yang disampaikan komentator olahraga dapat memancing rasa keseruan, ketegangan dan kelucuan dalam 1 moment yang sama.Â
Justru ini yang membuat acara pertandingan menjadi menarik karena penonton tidak hanya dipenuhi ketegangan dan kewas-wasan pemain idolanya kalah namun juga mendapatkan canda tawa karena aksi si komentator.Â
90 menit pertandingan bola bisa saja tidak akan terasa karena komentator pintar mengaduk perasaan penonton dan juga membuat penonton terhibur. Jika komentator tidak cerdik dalam bermain kata, situasi bisa membosankan dan bahkan penonton ngantuk serta memilih meninggalkan acara meski acara pertandingan masih berlangsung.Â
Disisi lain aksi komentator ini juga dapat menjadi racun yang membahayakan. Kenapa? Kita selalu mengajarkan adik, anak atau generasi muda untuk menggunakan kata atau kalimat dengan baik dan benar, mudah dipahami dan tidak menyalahi kaedah bahasa.Â
Nyatanya kata atau kalimat komentator justru mencederai usaha tersebut. Sangat disayangkan bila orang dewasa memilih diksi bahasa yang ambigu dan terkesan nyeleneh untuk acara yang disaksikan oleh berbagai kalangan usia.Â