Mohon tunggu...
H.I.M
H.I.M Mohon Tunggu... Administrasi - Loveable

Hanya orang biasa yang memiliki 1 hati untuk merasakan ketulusan, 1 otak untuk berpikir bijak dan 1 niat ingin bermanfaat bagi orang lain | Headliners 2021 | Best in Specific Interest 2021 Nominee

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Di Zaman TikTok, Masih Relevankah Banyak Anak Banyak Rezeki?

14 Maret 2021   18:52 Diperbarui: 14 Maret 2021   19:06 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Orang Tua dengan Banyak Anak. Sumber: www.seoghoer.dk

Dulu ada pepatah Banyak Anak Banyak Rejeki. Tidak heran para orang tua dulu memiliki anak dalam jumlah besar. Nenek saya memiliki anak hingga 9 orang. Bahkan Nenek Buyut saya hingga 14 orang. 

Bagi para orang tua dulu anak dianggap rejeki (walaupun kini pun masih seperti itu) sehingga ketika banyak anak tentu rejeki juga akan banyak. Mungkin dulu pepatah itu masih relevan dimana anak tidak banyak tuntutan, mengenyam pendidikan tinggi bukanlah keharusan dan tidak banyak gengsi sosial di sekitar mereka. 

Ketika banyak anak maka tugas dan peran orang tua terbantukan. Di masyarakat pedesaan misalnya, ketika memiliki banyak anak. Anak yang sudah memasuki usia dewasa akan membantu ayahnya di sawah, kebun atau beternak. Anak yang remaja khususnya yang masih gadis membantu ibu membersihkan rumah, memasak, mencuci dan merawat adiknya yang masih kecil.

Tentu pekerjaan yang banyak bila dikerjakan oleh banyak orang akan terselesaikan dengan cepat dan memberikan hasil berlipat-lipat. Namun masih relevankah dimasa sekarang, masa dimana perkembangan Tiktok menjadi tren di kalangan anak kecil hingga orang dewasa? 

Pernah suatu ketika seorang helper di tempat kerja memberanikan diri meminjam uang kepada saya. Alasannya karena istrinya akan melahirkan anaknya yang ke-7. Saya sampai kaget tahu jumlah anaknya sebanyak itu dimana mayoritas masih usia dibawah 10 tahun. Bahkan ada balita kembar yang sebentar lagi bersiap menambah adik baru. Saya pun membantu sesuai kebutuhannya. 

Ironisnya teman kerja saya menceritakan kisah si helper. Saya mendapatkan info jika ada beberapa anaknya yang harus direlakan diasuh kerabat atau orang lain karena tidak sanggup membiayai hidup keluarga sebanyak itu. Entah kenapa ada perasaan berkecamuk dalam hati, apakah ini bisa dikatakan orang tua yang kurang bijak? 

Kenapa saya bilang kurang bijak? Ketika pemerintah mencanangkan program Keluarga Berencana 2 anak cukup atau ada hal lain untuk menunda kehamilan seperti Pil KB, penggunaan kontrasepsi dan sebagainya. Helper saya terlalu bersemangat "bercocok tanam" namun ketika sudah menghasilkan bibit justru diberikan kepada orang lain untuk dirawat dan dibesarkan. 

Orang tua bijak pasti memiliki perhitungan matang terkait masa depan anak-anaknya. Dirinya akan berusaha memberikan yang terbaik untuk putra-putrinya bahkan berusaha agar mereka tidak terlantar. Namun masih ada orang tua yang berpikiran "kolot" seperti masih berpegangan banyak anak banyak rejeki, jika belum punya anak cowok maka istri harus hamil lagi atau pakai alat kontrasepsi akan bertentangan dengan agama karena keturunan adalah rejeki dari Sang Pencipta. 

Saya seakan ingin bertanya balik, jika punya banyak anak ternyata si orang tua justru menelantarkan si anak, tidak mampu merawat hingga diberikan kepada orang lain serta tidak bisa adil kepada anak-anaknya. Tentu ini akan jauh lebih berdosa. 

Kita kembali lagi di jaman Tiktok saat ini. Kebutuhan hidup semakin meningkat, pergaulan anak kian modern, tingginya rasa gengsi hingga kondisi perekonomian tidak menentu maka sebaiknya perlu bijak dalam memiliki anak. 

Tidak usah jauh, melihat keponakan saya. Ketika ada kakaknya dibelikan HP, anak yang lain juga menuntut hal sama. Karena tidak tega melihat anaknya muram dan ngambek, semua anaknya kini memiliki HP masing-masing. Ini banyak terjadi di sekitar kita. Tentu kita harus siap dari sisi anggaran apalagi kini tidak punya HP dianggap ketinggalan jaman dan akan dikucilkan dalam pergaulan. 

Beranjak ke usia sekolah, kebutuhan anak pasti tinggi untuk mendaftar sekolah, bayar SPP, beli seragam sekolah, dan membeli peralatan sekolah. Saya tidak bisa bayangkan jika saat ini ada orang tua yang punya anak hingga 12 orang. Pasti diantara mereka ada yang akan lanjut ke TK, SD, SMP atau SMA secara bersamaan. Orang tua dengan kondisi ekonomi pas-pasan akan memutar otak bagaimana mensiasati kondisi ini. Berhutang akan menjadi jalan alternatif yang banyak diambil. 

Biaya untuk masuk TK di tempat saya saja bisa menyentuh angka 2 juta itu untuk uang pendaftaran, biaya gedung, seragam, uang buku, biaya kegiatan pendukung anak, hingga SPP awal. Kebutuhan untuk jenjang lebih tinggi pasti semakin mahal. Apalagi jika ada orang tua yang gengsi dan ingin menyekolahkan anak di sekolah unggulan. Pasti biaya akan semakin tinggi. 

Saya buat kalkulasi sederhana. Seorang ayah memiliki 4 orang anak memiliki penghasilan 4 juta/bulan dan hanya bekerja seorang diri dengan rumah mengontrak.

  • Bayar kontrakan 500 ribu/bulan, 
  • Biaya makan dan kebutuhan sehari-hari 1,5 juta/bulan (estimasi 30 ribu/hari), 
  • Biaya listrik dan air 300rb/bln, 
  • Kebutuhan sekolah 4 anak sekitar 600ribu/bln (uang saku, uang transport, beli peralatan sekolah, dll) 
  • Kebutuhan operasional ayah sekitar Rp. 500 rb/bulan
  • Kebutuhan operasional ayah sekitar Rp. 500 ribu/bulan
  • Bayar cicilan/kredit Rp. 500ribu/bulan

  • Biaya lain-lain 100ribu/bulan

Adanya 6 anggota keluarga (ayah, ibu dan 4 anak) maka orang tua harus pintar mengelola keuangan. Bisa jadi biaya makan dan kebutuhan sehari-hari 50 ribu/hari, ibu hanya masak sayur, tempe, tahu dan ikan. Karena harga bumbu dan gas semakin mahal.

Seandainya keluarga ikut program KB hanya ada Ayah, Ibu dan 2 anak tentu hidup bisa lebih sejahtera. Uang makan 50 ribu/hari bisa sekali-kali digunakan untuk memasak menu ayam atau daging, sayur dan tempe. Ini karena semakin sedikit jumlah perut yang diisi maka uang dapat digunakan secara lebih maksimal. 

Ada kisah menarik yang pernah saya temui. Orang tua mengeluh karena di jaman saat ini anak-anaknya terlalu banyak permintaan kepada orang tua. Ada yang minta sepeda motor untuk digunakan ke sekolah padahal masih SMP. Ada yang minta handphone keluaran terbaru, ada yang minta di kamar diisi AC atau orang tua membelikan setiap barang yang diminta anaknya. Nyatanya si orang tua tidak memiliki budget lebih untuk mengabulkan permintaan anak. 

Bayangkan jika dirinya punya 6 anak dan semuanya hobi meminta ini itu kepada orang tua. Anak kecil belum ada pikiran orang tua punya gak ya uang untuk beli, atau orang tua gajinya cukup gak ya untuk kebutuhan rumah sehari-hari. Pemikiran anak kecil masih lingkup, aku mau ini dan belikan. Kalau gak, aku ngambek sama papa atau mama. 

Inilah mengapa saya menyatakan orang tua harus bijak untuk memiliki anak banyak. Di jaman Tiktok saat ini, banyak anak maka banyak kebutuhan yang harus dipenuhi. Cukuplah gaji untuk mencukupi kebutuhan mereka, kuatkan mental kita menghadapi tingkah laku dan keaktifan anak. Orang tua yang baru punya anak satu saja banyak yang stres mengasuh anak apalagi ini punya anak sangat banyak. 

Bagi saya, anak adalah titipan Tuhan. Artinya kita harus menjaga si anak sebaik-baiknya. Jangan sampai orang ingin banyak anak tapi tidak dirawat sebaik-baiknya. Bahkan karena ketidaksanggupannya, anak diberikan kepada orang lain untuk dirawat. Yang ada kita telah menyia-nyiakan titipan Tuhan dan otomatis pertanggungjawaban kita di akhiran akan berat. 

Ayo para orang tua, bijaklah dalam memiliki anak. Jangan karena hawa nafsu ingin punya banyak anak namun kita tidak merawat dan menjaganya dengan baik. Pertimbangkanlah lagi karena kita hidup di jaman Tiktok dimana segala kebutuhan sangat mahal dan selalu naik. 

Semoga bermanfaat

--HIM--

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun