Topik pilihan Kompasiana bulan ini terkait Bluffing CV mengingatkan saya pada pengalaman saat meng-handle plan di Pasuruan, Jawa Timur.Â
Saya diberi kepercayaan oleh manajemen untuk menjadi "top management" untuk plan di Pasuruan Jawa Timur. Artinya segala urusan di pabrik maupun cabang di Jawa Timur menjadi salah satu tanggung jawab saya termasuk dalam menentukan Sumber Daya Manusia (SDM).Â
Ada teringat saat itu diminta oleh manajemen pusat untuk membuka depo di beberapa wilayah di Jawa Timur.
Mau tidak mau saya menginstrusikan HRD untuk membuka lowongan mulai dari Kepala Depo, Admin, Kepala Gudang hingga tim distribusi.Â
Mengingat saat itu harus membuka banyak lowongan untuk menempati beberapa depo yang tersebar di Surabaya, Sidoarjo, Malang dan Gresik, maka jumlah pelamar pun membludak.
Saya masih ingat HRD sampai kewalahan menyeleksi CV pelamar karena pelamar hingga ratusan orang, sedangkan yang akan dipanggil hanya puluhan orang saja. Sempat terlontar ucapan dari HRD, "Wuah pak yang ngelamar dan CV-nya bagus-bagus loh pak".
Saya jawab, "Wuah yang benar?" Sambil ikut membaca sekilas CV yang masuk. Saya percayakan kepada HRD untuk menyeleksi awal mana kandidat yang perlu di panggil untuk tes seleksi.
Tibalah waktu saat kandidat terpilih untuk seleksi di pabrik. Layaknya seleksi di tempat kerja lainnya, kandidat yang dipanggil akan diseleksi awal seperti tes kemampuan bidang, psikotes, kemampuan komputer, interview HRD dan barulah interview user.
Saya baru melakukan seleksi kepada kandidat yang dianggap layak lolos hingga di tahap interview user.Â
Di sini saya hanya melakukan wawancara terkait potensi kandidat dengan posisi yang ditawarkan, pengalaman si kandidat hingga tawar menawar gaji dan fasilitas yang diinginkan si kandidat.
Oooo, pada tahap ini menjadi momen paling mendebarkan bagi si kandidat. Ini karena untuk di kantor saya, jika kandidat dianggap layak pada interview user, maka kandidat tersebut bisa dinyatakan lolos seleksi dan bisa untuk tanda tangan kontrak kerja.
Ironisnya, pada tahap ini pula interviewer akan melakukan penilaian dan pembanding, mana kandidat terbaik dari CV namun juga pembawaan diri saat proses seleksi. Tidak jarang akan ditemukan kandidat yang "kurang" sesuai dengan apa yang mereka tulis di CV dengan kenyataan selama interview.
Tidak salah memang ketika kita berusaha menulis sebaik mungkin pengalaman diri ataupun pencapaian dalam CV. Ini karena hal pertama yang dilihat oleh HRD atau selektor untuk menyeleksi kandidat adalah melalui CV yang ditulis. Nyatanya cara ini tergolong berhasil, buktinya mereka bisa dipanggil dan mengikuti tahap seleksi.
Namun bluffing CV akan menjadi bumerang bagi kandidat di saat proses interview, baik yang dilakukan oleh HRD ataupun user, kenapa?
Berikut beberapa alasan kenapa bluffing CV berlebihan justru menjadi bumerang bahkan mengancam tidak diterimanya si kandidat dalam proses seleksi.
Pertama, Selektor adalah Orang Berpengalaman
Hal yang patut disadari bahwa HRD atau user di suatu perusahaan pasti diisi oleh orang yang berpengalaman baik, dari sisi bidang kerjaan maupun pengalaman dalam menyeleksi orang.Â
Seorang HRD yang sudah berpuluh-puluh tahun bekerja di suatu perusahaan tentu saja sudah menyeleksi ribuan atau jutaan CV yang masuk.Â
Di sini mereka sudah terbiasa menemukan CV yang dituliskan sangat memukau namun nyatanya berbeda dengan kenyataan.
Ingatlah HRD umumnya lulusan psikologi yang belajar banyak tentang kemampuan melihat potensi dan kemampuan kandidat.Â
Mereka akan langsung paham mana kandidat yang menulis apa adanya dengan yang dibuat-buat. Ini karena hasil psikotes dan wawancara sangat susah untuk ditipu.
User pun tidak jauh berbeda, mereka sudah terbiasa bertemu dengan kandidat untuk menyeleksi. Mereka akan jadikan pengalaman saat menyeleksi kandidat sebagai upaya menentukan mana yang pantas diterima atau tidak.
Kedua, Selektor Terbiasa Mengkroscek CV
HRD dan user pastinya akan melakukan kroscek apa yang ditulis pelamar di CV dengan kemampuan asli melalui proses interview. Akan sangat terlihat mana kandidat yang menyampaikan secara jujur ataupun tidak.
Hal yang paling mudah melihat kejujuran si kandidat adalah dari gesture bicara, cara penyampaian dan cara pembawaan si kandidat.
Misalkan si kandidat menulis memiliki pengalaman sebagai supervisor di perusahaan besar dengan pengalaman yang cukup lama. Ketika selektor melakukan kroscek, apa tugas kerja yang selama ini dilakukan.Â
Si kandidat memberikan jawaban dengan bola mata bergerak ke kanan dan kiri yang menandakan keraguan dan ketidakbenaran informasi. Atau si kandidat menyampaikan pengalaman dengan terbata-terbata dan terkesan malu-malu.
Selektor pasti akan meragukan apa yang ditulis di CV karena bila benar memiliki pengalaman sebagai supervisor di perusahaan besar maka pasti jiwa leadership sudah terbentuk, terbiasa berbicara dengan banyak orang khususnya anak buah dan memiliki visi yang kuat.Â
Ketika selektor sudah memiliki keraguan terhadap penyampaian dengan apa yang ditulis di CV maka itu akan menjadi pertanda buruk bagi si kandidat.
Ketiga, Bluffing CV Justru Membuat Rasa Penasaran Selektor
Hal yang patut dipahami adalah selektor pun adalah manusia biasa yang juga memiliki rasa penasaran yang tinggi. Ini pun terjadi pada saya saat menyeleksi kandidat untuk mengisi pos tertentu yang dibutuhkan.
Semakin menarik CV yang dibuat maka akan membuat rasa penasaran yang tinggi bagi si selektor. Siapkan diri untuk pertanyaan yang tidak terduga dari si selektor.
Misalkan si kandidat menuliskan pengalaman kerja sebagai founder suatu start up. Ketika saya menemukan kandidat dengan CV pengalaman kerja seperti ini, maka akan muncul beberapa pertanyaan di benak saya.
"Jika selama ini menjadi founder di sebuah start up. Mengapa mendaftar di perusahaan ini untuk posisi X?"
"Bagaimana kamu menyesuaikan diri jika diterima di perusahaan mengingat sebagai founder pasti terbiasa bekerja mengatur team bukan diatur dalam sebuah team? "
Pertanyaan ini akan terkesan menjebak si kandidat. Butuh jawaban yang memukau dan bijak untuk menjelaskan pertanyaan dari interviewer.Â
Ini karena pasti ada sebuah alasan mendasar mengapa dirinya yang sudah memiliki posisi penting justru melamar di suatu perusahaan.
Kandidat yang melakukan bluffing CV akan kewalahan dalam menyampaikan jawaban terhadap pertanyaan tersebut. Jawaban yang terkesan dibuat-buat akan mudah terbaca saat proses interview.
Keempat, Bluffing CV dapat Merusak Citra Kandidat
Ketika seorang kandidat melakukan bluffing CV dan terbaca oleh selektor maka ini akan meninggalkan citra buruk bagi si pelamar. Mengapa?
Selektor akan memberikan catatan kecil pada CV si pelamar. Dia akan menuliskan penilaian dirinya terhadap si kandidat.
Contoh sederhana, selektor menuliskan catatan, si kandidat tidak memiliki potensi sesuai dengan CV. Atau kroscek ulang ke perusahaan kandidat yang lama terkait kebenaran data.
Apabila memang dinyatakan kebohongan. Selain kandidat tidak akan diterima juga akan memberikan kesan buruk bagi si kandidat. Seandainya ada posisi lowongan lain di perusahaan tersebut dan si kandidat kembali melamar.Â
Biasanya HRD atau user sudah ingat dengan si kandidat dan pastinya potensi gagal seleksi akan besar karena adanya catatan negatif terhadap si pelamar.
Itulah beberapa alasan mengapa sebisa mungkin jangan melakukan Bluffing CV. CV yang menarik karena adanya indikasi penambahan pencapaian atau posisi yang tidak sesuai justru akan membahayakan bagi si kandidat pelamar.Â
Proses interview justru menjadi proses yang sangat penting karena interviewer akan membaca potensi dan kebenaran dari si pelamar. Ingatlah proses seleksi itu memberikan pengalaman mendalam bagi si selektor.
Semakin sering seseorang HRD atau user melakukan proses seleksi maka mereka akan tahu mana kandidat yang jujur atau membual dalam CV. Itu yang saya lakukan saat melakukan seleksi seorang kandidat di perusahaan.
Semoga bermanfaat
--HIM--
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H