Masih ingatkah saat aku malas pergi ke sekolah karena ingin bermain kelereng, ku titipkan surat ijin tidak masuk kelas padamu dengan alasan sakit? Namun ternyata dirimu cerita ke teman kalau aku sebenarnya asyik bermain kelereng dengan tetangga rumah dibandingkan ke sekolah.Â
Lucu jika diingat ketika aku marah padamu karena hal tersebut. Rasa kesalku membuatmu menghindar untuk pulang sekolah denganmu. Ku memilih berjalan menjauh di belakangmu karena rasa emosi.
Entah kenapa dirimu bersembunyi di balik pohon dan tiba-tiba muncul dan berkata, maafkan aku sambil menunjukkan jari kelingking untuk berdamai. Kelakuan yang lucu jika diingat sebuah keluguan anak kecil.Â
Kita layaknya anak kecil yang telah menjadi sahabat. Ada tawa, ada kesal, ada permusuhan namun anak kecil tetaplah anak kecil. Dirinya akan lupa jika sedang marah dan akan segera berbaikan lagi.
Wahai sahabat masa kecilku,Â
Ada rasa terharu yang tidak bisa ku hilangkan. Dirimu adalah saksi ketika keluargaku tengah terpuruk. Kondisi dimana keluargaku berada di titik terendah. Kehidupan yang semula tampak normal namun berubah semenjak ayahku tidak ada.Â
Aku ingat harus pindah rumah ke sebuah kontrakan kecil yang letaknya sangat jauh. Kamu meminta padaku untuk main ke rumahku yang jaraknya jauh untuk anak kecil seusia kita hanya untuk menyapa keluarga ku. Itulah momen dimana aku merasa telah menemukan seorang sahabat baik.
Entah kenapa dari semua teman SD saat di Mardiyuana Serang aku hanya ingat 2 nama saja dan salah satunya dirimu, sahabatku Abdul Syukur.Â
Kelas 4 SD disaat ku harus pindah ke Bali mengikuti orang tuaku. Kepindahan ku pun terasa mendadak. Tidak ada kata perpisahan kepada teman-teman saat itu termasuk kepada dirimu.Â
Wahai sahabat masa kecilku,Â
Meskipun kita hanya berteman sebentar namun dirimu adalah sahabat terbaik masa kecilku. Orang yang mensupport aku disaat aku tengah terpuruk.Â