Di zaman saat ini teknologi dan sosial media memiliki peranan yang sangat penting. Segala informasi dapat kita temukan dan ketahui hanya melalui gadget khususnya terhadap review atau penilaian terhadap suatu brand.
Ekonomi digital seperti e-commerce, travel online, shopping online ataupun aplikasi digital lainnya seakan memudahkan aktivitas manusia.Â
Saya ingat 10 tahun lalu ketika ingin membeli barang seperti baju atau sepatu akan langsung datang ke swalayan, mal atau pasar tradisional untuk membeli produk yang kita inginkan.
Umumnya kita akan mengecek langsung ukuran, bahan, kenyamanan hingga harga produk tersebut sebelum membeli. Kini kita lebih dimanjakan dengan hanya membuka aplikasi e-commerce atau shopping digital maka produk yang diinginkan dapat dicari.Â
Berdasarkan review dan penilaian yang diberikan pembeli lainnya bisa jadi patokan apakah produk yang kita cari sesuai dengan yang diinginkan.Â
Dulu saat ada kegiatan panitia acara di kampus. Saya mendapat tugas untuk mencari hotel untuk tamu dan peserta dari luar kota yang hadir dalam acara kampus. Saya akan berkeliling seharian mencari hotel untuk melihat fasilitas, lokasi, harga, maupun kondisi kamar hotel.Â
Saat ini saya cukup buka travel online seperti Traveloka, Oyo, Reddoorz, Pegi-pegi atau Agoda dan melihat hotel terdekat. Saya juga bisa melihat kondisi kamar, fasilitas serta kenyamanan melalui review dan penilaian pengunjung.Â
Tidak sedikit untuk mendukung marketing digital, suatu produk membayar jasa seseorang yang dianggap berpengaruh dan memiliki pengikut yang banyak di sosial media untuk memberikan review terhadap produk tertentu yang umumnya dikenal dengan istilah endorse.Â
Umumnya mereka melirik orang-orang yang sudah dikenal publik seperti artis ataupun pihak lain yang memiliki banyak pengikut di sosial media seperti influencer, selebgram ataupun Youtuber.Â
Selain review atau promosi yang dilakukan oleh influencer sebenarnya ada pula konsumen yang secara sukarela memberikan ulasan atau review terhadap suatu produk atau jasa tanpa dibayar sedikitpun. Umumnya mereka akan memberikan review apa adanya berdasarkan pengalaman yang dirasakan.Â
Menurut saya ada etika yang harus dijaga oleh influencer atau pihak sukarelawan ketika ingin memberikan penilaian atau promosi. Ini karena nyatanya masih banyak influencer yang justru melakukan kesalahan yang saya anggap cukup fatal. Apa saja itu?Â
Tidak Mengindahkan Prinsip Apple to Apple
Adakalanya seseorang memberikan penilaian dengan membandingkan suatu produk dengan produk lainnya yang dianggap sebagai kompetitor. Ironisnya ada reviewer yang justru salah kaprah, di mana dirinya melakukan penilaian yang tidak sebanding.Â
Contohnya seorang influencer membandingkan Hotel A yang merupakan hotel bintang 2 dengan Hotel B yang notabanenya bintang 5.Â
Influencer memberikan penilaian bahwa kamar di Hotel A tidak besar, kamar mandi tidak tersedia bathtube untuk berendam, menu sarapan terasa biasa saja dan saat tidak ada kolam renang dan ruang fitnes di sekitar hotel.Â
Dirinya membandingkan dengan Hotel B karena kamarnya lebih besar, pelayanan staf ramah bahkan pintu hotel dibuka khusus oleh staf hotel, barang bawaan dibawa oleh room boy dan fasilitas hotel lengkap dan mewah.Â
Ini adalah suatu kesalahan yang besar mengingat yang dibandingkan tidak apple to apple. Kita tahu bahwa harga kamar Hotel A pastilah berkisar ratusan ribu dibandingkan dengan Hotel B yang harganya bisa jutaan rupiah.Â
Harusnya influencer membandingkan hotel bintang 2 dengan hotel bintang hotel 2 dan hotel bintang 5 dengan hotel bintang 5.
Alhasil kesalahan seperti ini tentu akan merugikan Hotel A karena penilaian yang diberikan oleh influencer akan menjadi pertimbangan bagi calon penghuni hotel.Â
Tidak melakukan kroscek dan filterisasi
Kesalahan ini pernah menimpa artis ibu kota dan influencer ternama yang mempromosikan alat kecantikan khususnya kosmetik atau obat kesehatan.Â
Di satu sisi mereka dibayar untuk memberikan penilaian terhadap produk secara positif atau mengikuti arahan dari pihak peng-endorse.Â
Artis atau influencer terlalu percaya terhadap produk yang dipromosikan sehingga tidak melakukan kroscek legalitas produsen, keamanan produk ataupun filterisasi terhadap bahan informasi yang diberikan oleh pihak peng-endorse.
Saya ingat betul ada beberapa artis ibu kota dan influencer yang berurusan dengan pihak berwajib dan BPOM karena produk yang dipromosikan justru tidak memiliki sertifikasi halal, lolos BPOM dan bahkan ada yang mengandung zat berbahaya bagi tubuh.
Sebagai public figure yang diminta untuk mengendorse sebuah produk seharusnya tetap memegang tanggung jawab sosial untuk meng kroscek segala hal yang berkaitan dengan kualitas, legalitas dan keamanan dari produk/jasa yang dipromosikan.Â
Menutupi kekurangan produk secara sadar
Jika pada kasus di atas, influencer melakukan kesalahan karena ketidaktahuan dan kurang informasi yang didapat namun ada pula yang sebenarnya sudah tahu ada kecacatan atau kekurangan produk namun ditutupi.Â
Mereka mengganggap bahwa mereka telah dibayar dengan mahal oleh si peng-endorse maka mereka akan memberikan informasi sepositif mungkin agar si peng-endorse puas dan tentu mereka bisa dibayar lebih mahal.
Saya agak kecewa melihat artis/influencer ternama dan berpengaruh justru mempromosikan judi online di sosial media mereka. Mereka menginformasikan bahwa judi online tersebut resmi dan akan memberikan keuntungan yang berlipat-lipat dengan banyak bonus yang diberikan.Â
Sejatinya mereka sadar bahwa itu hanya kebohongan semata ataupun sadar bahwa judi online adalah haram dilakukan. Nyatanya mereka merasa bayaran yang diberikan si peng-endorse sangat menggiurkan sehingga akan menutupi informasi yang dianggapnya menyimpang dari sebenarnya.Â
Saya yakin seyakin-yakinnya bahwa si influencer justru tidak menggunakan atau memakai jasa tersebut karena mereka tahu itu adalah bohong tapi mereka rela memberikan informasi bohong karena dibayar.Â
Tidak Menjaga Integritas Personal
Ketika ada seorang sosok yang dikenal agamis, santun dan dipuja oleh banyak orang justru menerima endorse produk obat kuat. Ini tentu memberikan kesan bahwa tokoh tersebut tidak memiliki integritas.Â
Sepatutnya dirinya lebih mengutamakan mempromosikan endorse dari jasa agen umroh/haji, makanan halal, pakaian nuansa agama dan sebagainya yang sejalan dengan citra dirinya yang dikenal publik dibandingkan produk/jasa yang bertolak belakang dengan citra dirinya. Contohnya produk kuat, situs judi online, saham yang tidak jelas dan sebagainya.Â
***
Itulah 4 hal yang membuat penilaian atau promosi yang dilakukan influencer justru menjadi kesalahan besar tidak hanya untuk dirinya namun juga orang lain yang terpengaruh akibat penilaian dan promosi yang dilakukan.Â
Berharap siapapun yang ingin melakukan review tetap menjaga profesionalitas tidak hanya dari sisi dirinya sendiri namun juga bagi si peng endorse maupun calon konsumen.Â
Semoga bermanfaat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H