Mohon tunggu...
H.I.M
H.I.M Mohon Tunggu... Administrasi - Loveable

Hanya orang biasa yang memiliki 1 hati untuk merasakan ketulusan, 1 otak untuk berpikir bijak dan 1 niat ingin bermanfaat bagi orang lain | Headliners 2021 | Best in Specific Interest 2021 Nominee

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Selamatkan Pahlawan Medis dengan Patuh Divaksin

29 Januari 2021   12:43 Diperbarui: 3 Februari 2021   07:01 557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi vaksin Covid-19 yang sedang dikembangkan. (sumber: SHUTTERSTOCK/PalSand via kompas.com)

Hari ini saya tidak sengaja melihat status teman di WhatsApps dari anggota gereja yang juga merupakan suami dari teman saya di kantor tentang ucapan belasungkawa telah meninggal seorang biarawati yang juga berprofesi sebagai dokter karena terkonfirmasi Covid-19. 

Suami teman saya ini bekerja di Dinas Kesehatan Pemprov DKI Jakarta sehingga seringkali membagikan informasi perkembangan Covid-19.

Teman saya cerita jika dirinya merasa was-was mengingat suaminya bekerja di instansi kesehatan mengingat memiliki resiko tinggi tertular Covid-19. Apalagi mereka memiliki seorang anak kecil yang imun tubuhnya belum terlalu kuat. 

Seringkali teman saya ini bercerita jika tenaga kesehatan khususnya dokter dan perawat yang dirinya kenal ternyata menjadi bagian dari korban meninggal karena menangani wabah ini.

Memprihatinkan karena tenaga medis ini adalah aset bangsa mengingat yang menjadi korban memiliki Gelar profesor, Doktor hingga spesialis di bidang kesehatan. Mereka gugur ketika melaksanakan tugas mulia selama menangani pasien Covid-19.

Kabar baiknya kini sudah tersedia Vaksin Cov-2 hasil temuan ilmuwan dunia seperti AstraZeneca dari Inggris, Moderna dari Jerman, Sinovac dari China ataupun Pfizer asal Amerika Serikat yang bekerjasama dengan Perusahaan Jerman. 

Pemerintah pun gencar menyosialisasikan penggunaan vaksin Cov-2 untuk menekan penyebaran virus korona. Ini dibuktikan dengan telah dicanangkan beberapa tahapan pemberian vaksin dengan mempertimbangkan skala prioritas si penerima. Berikut tahapan yang saya sandur dari beberapa sumber. 

Tahap 1 (Januari-April 2021)

Tahap ini diprioritaskan untuk tenaga kesehatan,asisten tenaga kesehatan, tenaga penunjang hingga mahasiswa yang tengah menjalani profesi kedokteran. Mereka menjadi garda terdepan dan awal penerima vaksin mengingat resiko tinggi tertular Covid-19 dari pasien. 

Bangsa kita sudah cukup kehilangan aset bangsa dengan banyaknya tenaga kesehatan yang berguguran karena tertular Covid-19 dari pasien. Beratnya tugas para tenaga kesehatan dalam melayani dan mengatasi penyebaran Covid-19 membuatnya energi dan pikiran yang dikeluarkan sehinga membuat imun mereka menjadi lemah sehingga beresiko tinggi jika tertular Covid-19.

Tahap 2 (Januari-April 2021)

Tahap ini diprioritaskan bagi para petugas pelayanan publik seperti TNI/Polri, aparat hukum, pelayanan publik, perbankan, BUMN serta petugas lain yang bergerak dalam pelayanan kepada masyarakat. 

Vaksin COVID-19. Sumber Situs Alodokter
Vaksin COVID-19. Sumber Situs Alodokter

Disisi lain kelompok usia lanjut diatas 60 tahun akan diprioritaskan pula untuk pemberian vaksin di gelombang ini. Tujuannya ada banyak instansi yang melakukan interaksi dengan masyarakat sehingga peluang tertular Covid-19 karena banyak bertemu dengan orang baru dalam aktivitas mereka. 

Tidak hanya itu kelompok usia lanjut diatas 60 tahun memiliki tingkat imun lemah dan tidak sekuat mereka dari kalangan kawula muda. Untuk itu pemberian vaksin bertujuan untuk membuat imun kebal dari penyakit Covid-19.

Tahap 3 ( April 2021-Maret 2022)

Tahap ini ditujukan kepada masyarakat yang rentan dari sisi geospasial, sosial dan ekonomi.

Tahap 4 (April - Maret 2022)

Tahap terakhir ini ditujukan kepada masyarakat atau pelaku ekonomi lainnya dengan pendekatan kluster dengan menyesuaikan ketersediaan vaksin.

---

Secara personal saya masuk dalam kategori Tahap Ketiga namun hati ini sudah antusias menerima vaksin. Meskipun masih ada pihak pro dan kontra terhadap pemberian vaksin namun saya lebih melihat dari hal positif. Berusaha memandang suatu hal dari sisi manfaat dan dampak positif seperti.

Vaksin Cov-2 pasti sudah lolos uji dan kelayakan baik dari BPOM dan MUI sebagai lembaga yang bertanggung jawab terhadap peredaran obat dan makanan. Pemerintah pusat bahkan memberikan jaminan bahwa Vaksin yang disetujui untuk diberikan kepada khalayak umum sudah lolos uji dan aman. 

Ini dibuktikan dimana Presiden RI, Bapak Joko Widodo menjadi orang pertama yang menerima Vaksin Sinovac dan disusul oleh jajaran TNI, Polri, Menteri Kesehatan (Menkes), pemuka agama, perwakilan kaum milenial hingga perwakilan masyarakat umum.

Saya sangat menghargai dan mengapresiasi tindakan ini sebagai bentuk membangun kepercayaan publik (public trust) ditengah adanya pihak kontra serta pihak yang pesimis terhadap penanganan Covid-19. 

Tidak bijak rasanya jika saya sebagai rakyat tidak mendukung upaya pemerintah untuk menghentikan penyebaran virus. Salah satu cara yang bisa saya lakukan adalah menjadi bagian dari si penerima vaksin.

Jika kita mau mengulas kisah perjalanan hidup kita, sebenarnya vaksin bukanlah hal baru. Sejak Balita, orang tua kita sudah memberikan vaksin sebagai upaya meningkatkan kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit yang rentan terjadi pada anak dibawah umur seperti vaksin Polio, Campak, Heoatitis B, BCG, DTG dan sebagainya. Adanya vaksin tersebutlah yang membuat kita bisa terhindar dari beberapa penyakit berbahaya.

Para jemaah haji yang akan berangkat ke tanah suci pun harus memenuhi salah satu syarat yaitu wajib menerima vaksin meningitis untuk memperkuat kekebalan tubuh terhadap infeksi yang menyebabkan inflamasi pada selaput yang melindungi otak dan sumsum tulang belakang. Selain itu juga dianjurkan jemaah untuk mendapatkan vaksin influenza dan pneumonia untuk antisipasi virus penyakit lainnya.

Artinya pemberian vaksin bukanlah hal baru serta hilangkan pemikiran bahwa vaksin akan merubah tubuh manusia menjadi Zombie atau Titan. Jujur saya tertawa membaca komentar netijen yang takut jika disuntik Vaksin maka nanti berubah menjadi wujud yang menyeramkan. Mungkin mereka terhipnotis kisah X-Men ataupun Serial Attack on Titan yang populer di masyarakat. 

Sederhananya jika vaksin bisa merubah kita menjadi sosok menyeramkan harusnya sejak masa Balita kita sudah berubah menjadi sosok tersebut. Buktinya hingga saat ini kita bisa hidup dengan normal, sibuk bercanda gurau, bekerja dan saya pun bisa menuliskan artikel ini di Kompasiana. Artinya ketakutan yang tidak beralasan seperti itu harusnya bisa kita hilangkan.

Alasan lain saya begitu antusias karena saya ingin melindungi orang terkasih di sekitar saya khususnya para tenaga medis. 

Kenapa?

Bayangkan jika aktivitas saya ternyata sangat rentan tertular Covid-19 dan kekhawatiran tersebut ternyata terjadi. Saya tanpa sadar beraktivitas normal seperti biasa ke kantor, berinteraksi dengan banyak orang, pulang ke rumah dan bertemu keluarga. 

Apa yang terjadi? 

Ketidaktahuan saya bahwa telah menjadi Orang Tanpa Gejala COVID-19 justru membahayakan orang disekitar saya. Bisa jadi orang yang saya lakukan interaksi terkena virus ini melalui saya. Artinya saya bertindak sebagai media perantara penyebaran virus. 

Saya tidak berani membayangkan ketika saya dirawat di Rumah Sakit ternyata menularkan penyakit saya ke tenaga medis seperti perawat dan dokter. Mereka yang berusaha mati-matian untuk menyembuhkan saya ternyata mereka terkena virus tersebut dari saya. 

Mereka yang awalnya sehat kini ikut mengalamai karantina bahkan tidak sedikit tenaga medis yang berusia lanjut dan dalam kondisi lemah harus menyerah dengan keadaan. Mereka gugur sebagai pahlawan kesehatan.

Saya tidak berani membayangkan keluarga yang mereka tinggalkan. Bisa jadi ada dari tenaga medis yang meninggal adalah tulang punggung keluarga, baru menikah, istrinya tengah mengandung dan menunggu kelahiran, memiliki anak kecil yang butuh perhatian orang tua atau adalah panutan dalam keluarga mereka masing-masing. 

Jangan sampai keegoisan kita menolak untuk divaksin justru mencelakakan mereka yang tengah berjuang tidak hanya untuk orang lain, bangsa dan negara namun juga mereka berjuang untuk keluarganya sendiri. 

Inilah alasan mengapa saya antusias untuk menjadi bagian dalam penerima vaksin tahap 3. Saya berkaca pada suami teman saya yang sudah menerima vaksin Tahap 1. Dirinya tampak sehat bugar dan dapat beraktivitas dengan normal. 

Teman saya pun dapat sedikit lega setidaknya suaminya memiliki kekebalan tubuh yang lebih baik karena suaminya adalah tulang punggung keluarga dan sangat dekat dengan anaknya. 

Meskipun banyak anggapan bahwa vaksin Cov-2 yang beredar saat ini masih memiliki efek samping dan dianggap tingkat keberhasilan membunuh virus COVID-19 belum 100 persen namun bukan berarti kita egois untuk tidak bersedia divaksin. 

Saya percaya seiring waktu vaksin akan mengalami penyempurnaan dan saya yakin upaya pemerintah untuk meminta rakyatnya divaksin bukan tanpa sebab. Pasti sudah melalui perhitungan dan analisa yang mendalam. 

Saya Siap Divaksin, bagaimana denganmu? 

#KitaSiapVaksin
#Covid19SegeraBerlalu
#2021HarusLebihBaik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun