Mohon tunggu...
H.I.M
H.I.M Mohon Tunggu... Administrasi - Loveable

Hanya orang biasa yang memiliki 1 hati untuk merasakan ketulusan, 1 otak untuk berpikir bijak dan 1 niat ingin bermanfaat bagi orang lain | Headliners 2021 | Best in Specific Interest 2021 Nominee

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Bolehkah Ada Misi Terselubung di Kompasiana?

17 Juli 2020   21:08 Diperbarui: 17 Juli 2020   21:44 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa tujuanku menulis di Kompasiana?

Saya sempat bertanya pada diri sendiri. Mengapa satu bulan ini saya cukup intens menulis di Kompasiana? Saya memflash back ke memori awal bagaimana saya mengenal dan mencoba menulis di Kompasiana.

Saya dari dulu memang hobi menulis. Semasa sekolah, nilai bahasa Indonesia saya tergolong bagus. Saya bahkan selalu dekat dengan guru Bahasa Indonesia sejak SMP hingga SMA. 

Beberapa kali mencoba ikut lomba menulis seperti esai dan lomba tulis puisi. Bersyukur mayoritas tulisan saya Menang. Iya Menang_gung Malu alias hanya sebagai peserta penghibur. Sebenarnya ada juga yang menang tapi tidak banyak.

Sejak SMA ikut ekstrakurikuler Mading dan Jurnalistik. Puji Tuhan dipercaya sebagai Ketua Ekstrakurikuler Mading di SMA.

Berlanjut ke kuliah, saya mengenal sosok yang berpengaruh penting dalam pengembangan keterampilan menulis saya. Namanya Santi, asal Bali yang juga satu daerah dengan saya hanya beda kabupaten. 

Santi ini merupakan siswa berprestasi selama SMA. Beberapa kali juara lomba KIR (Karya Tulis Remaja). Saya salut karena tidak banyak orang tertarik untuk berprestasi dalam kepenulisan.

Suatu ketika saat Mahasiswa Baru (Maba), ada tugas untuk mengumpulkan karya tulis sebagai syarat kelulusan Ospek. Santi mengajak saya untuk 1 kelompok (mungkin karena Maba dan belum banyak yang dikenal).

Saya dengan senang hati bergabung. Saya pun hanya perlu mengedit karya tulis yang Santi tulis dan ketik. Entah kenapa saat di Kampus, saya tidak sengaja melihat poster lomba karya tulis bertemakan inovasi di bidang ilmu sosial yang diperuntukkan untuk Maba. 

Hati kecil saya berkata, saya harus ikut. Tapi saya tidak punya pengalaman menulis karya tulis. Mengingat ini adalah lomba berkelompok maka saya berinisiatif mengajak Santi.

Awalnya dirinya menolak karena ingin fokus kuliah. Saya ingat sampai memohon biar karya tulis yang dibuat bisa diikutkan lomba. 

Pikir saya tugas kuliah itu akan berkutat dengan makalah, laporan dan skripsi. Semua butuh kemampuan keterampilan menulis yang baik. Ini alasan saya ingin belajar kepenulisan dari Santi.

Semangat dan rayuan saya membuat Santi luluh juga. Kami pun mendaftar lomba tersebut. Saya ingat biaya pendaftaran 100 ribu dan kami iuran 50 ribu/orang.

Kami dibimbing kakak senior dari organisasi badan riset fakultas. Terbentuk 2 tim yang ternyata dari jurusan yang sama. Ini menjadi moment perkenalan saya pada dunia riset.

Hari lomba pun dimulai. Semua hasil latihan dipresentasikan depan para juri. Tim teman saya berhasil menyabet Juara 3 dan tim saya menyabet juara Harapan 3. 

Sebagai Juara Harapan 3, saya dan Santi hanya mendapat uang 100ribu. Nominal tidak seberapa bahkan ibarat balik modal. Tapi hati saya senang bukan main karena ini prestasi pertama saya di dunia kepenulisan.

Beberapa bulan kemudian Universitas mengadakan lomba yang sama untuk Maba sebagai agenda rutin. Mengingat perwakilan fakultas 5 kelompok dan saya pernah menang di lomba yang lain. Saya dan Santi otomatis lolos sebagai perwakilan fakultas.

Kami menyempurnakan tulisan hingga lebih baik dengan mempertimbangkan masukan juri pada lomba sebelumnya. Ketika lomba entah kenapa kami bisa memberikan hasil terbaik.

Fakultas saya menyabet 1 medali emas dan 3 perunggu. Medali emas disumbangkan oleh tim saya dan Santi. Kali ini hadiahnya cukup besar 1,5 juta untuk juara 1.

Bayangkan masih Maba saya mendapatkan uang sebanyak itu. Sejak itu saya berjanji lebih mendalami dunia riset dan kepenulisan. Ternyata dunia kepenulisan bisa menghasilkan uang bila ditekuni.

Hal yang buat saya bangga, selama kuliah saya jarang meminta uang bulanan. Ibu kaget karena saya jarang meminta uang. Saya tunjukan beberapa sertifikat juara dan piala dari hasil lomba menulis. 

Setiap semester saya bisa mendapatkan pendanaan lebih dari 15 juta dari beberapa proposal yang saya ajukan melalui program riset.

Saya ingat 2015 menjadi tahun perdana saya menulis di Kompasiana. Saat itu ada lomba menulis dari sebuah produk. Saya pun iseng membuat tulisan dan keberuntungan saya mendapat juara 2 di Kompasiana. 

Tulisan perdana langsung mendapatkan apresiasi. Suatu kebanggaan yang tidak saya lupakan.

Sejak saat itu saya mengikuti beberapa lomba yang diadakan Kompasiana. Beberapa kali berhasil mendapatkan hadiah baik berupa uang tunai hingga produk.

Terlalu semangat menulis ternyata tidak baik. Saya pernah berada di kondisi muak menulis. Jujur saat itu terlalu aktif menulis, melakukan riset membaca jurnal dan memikirkan alur tulisan membuat saya jenuh. 

Pernah otak saya buntu ketika hendak menulis. Otak saya seakan berkata, istirahatlah sejenak.

Saya menganalogikan diri saya seperti seekor katak. Ketika di atas tanah lebih banyak diam namun tiba-tiba semangat melompat dan kemudian diam lagi. 

Tulisan saya di Kompasiana pun seperti itu. Beberapa kali menulis hanya seputar lomba. Jika tidak ada lomba, saya enggan menulis. Seakan tidak ada motivasi. Tujuan saya saat itu hanya uang dan hadiah.

Suatu ketika tulisan saya menjadi headline dan memancing banyak orang membaca. Bahkan ada 2 tulisan yang berhasil menembus diatas 10 ribu pembaca. 

Tulisan pertama tentang kritik saya terhadap aksi Amir, sang pejalan kaki fenomenal yang sempat viral (baca disini). Saya prihatin masih ada sosok yang rela berpura-pura hanya untuk menarik simpati masyarakat. Tulisan ini bahkan sempat menjadi trending mingguan.

Tulisan kedua tentang informasi pekerjaan yang akan hilang dalam belasan tahun kedepan. (Baca disini). Tulisan ini bahkan tebus 15 ribu pembaca kurang dari 24 jam membuat saya senang bukan kepayang.

Membuat saya senang itu ternyata mudah. Cukup tulisan mendapat label pilihan apalagi artikel utama sudah membuat hati berbunga-bunga. Mendapat respon positif pun seakan menjadi bara api yang siap membakar semangat menulis.

Saya mantapkan ada 3 Misi Terselubung yang ingin saya dapatkan di Kompasiana

Misi pertama, saya ingin berbagi informasi dan pengalaman melalui sebuah tulisan. Tidak heran tulisan saya lebih banyak seputar pengalaman atau kejadian yang ada disekitar saya. 

Topik seputar karir dan humaniora menjadi topik favourite saya karena banyak informasi yang ingin saya bagikan kepada pembaca.

Misi kedua, saya ingin memiliki banyak teman. Di kompasiana, saya mendapat banyak sosok pembaca setia yang sering hadir memberikan semangat melalui penilaian dan komentar positif. Saya menganggap mereka sebagai sahabat dan keluarga cendekiawan karena hanya mengenal melalui tulisan.

Saya pun paham ada tradisi saling support. Tidak jarang saya pun menyempatkan diri membaca artikel orang lain dan ikut memberikan respon positif.

Di Kompasiana pun saya mendapat banyak sosok inspiratif seperti pak Felix tani, om gege, pak Tjiptadinata dan Bu Roselina. Sungguh menarik seakan mengenal mereka melalui sebuah tulisan.

Misi ketiga, saya ingin mendapat centang biru. Sudah rahasia umum bahwa centang biru di Kompasiana menunjukkan kapabilitas si penulis sudah diakui oleh admin Kompasiana dan pembaca.

Inilah yang mendasari hampir 2 bulan cukup intens menulis. Kesalahan saya mungkin saya tidak fokus pada 1 topik karena syarat centang biru harus menjadi pakar dari suatu topik dan tulisannya mendapat predikat pilihan dan jika bisa menjadi artikel utama.

Kelemahan saya adalah ketika ingin fokus pada 1 topik. Kembali lagi otak saya mulai jenuh dan ingin menulis hal lain. Alhasil saya mengikuti kata otak saya. 

Apapun tulisan meski topik beragam, saya ingin menuliskan selagi saya bisa. Lebih baik menulis dengan topik beragam tapi bermanfaat dibandingkan saya stagnan dan jenuh. Khawatir saya enggan lagi menulis.

Setiap orang pasti memiliki misi dan tujuan sendiri mengapa dirinya menulis di Kompasiana. Saya berusaha menanamkan pikiran, 

Tulislah sesuatu yang bermanfaat. Meskipun tidak ada yang membaca tapi kamu tahu tulisanmu adalah buah pikiran dan pastinya tidak merugikan orang lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun