Awalnya dirinya menolak karena ingin fokus kuliah. Saya ingat sampai memohon biar karya tulis yang dibuat bisa diikutkan lomba.Â
Pikir saya tugas kuliah itu akan berkutat dengan makalah, laporan dan skripsi. Semua butuh kemampuan keterampilan menulis yang baik. Ini alasan saya ingin belajar kepenulisan dari Santi.
Semangat dan rayuan saya membuat Santi luluh juga. Kami pun mendaftar lomba tersebut. Saya ingat biaya pendaftaran 100 ribu dan kami iuran 50 ribu/orang.
Kami dibimbing kakak senior dari organisasi badan riset fakultas. Terbentuk 2 tim yang ternyata dari jurusan yang sama. Ini menjadi moment perkenalan saya pada dunia riset.
Hari lomba pun dimulai. Semua hasil latihan dipresentasikan depan para juri. Tim teman saya berhasil menyabet Juara 3 dan tim saya menyabet juara Harapan 3.Â
Sebagai Juara Harapan 3, saya dan Santi hanya mendapat uang 100ribu. Nominal tidak seberapa bahkan ibarat balik modal. Tapi hati saya senang bukan main karena ini prestasi pertama saya di dunia kepenulisan.
Beberapa bulan kemudian Universitas mengadakan lomba yang sama untuk Maba sebagai agenda rutin. Mengingat perwakilan fakultas 5 kelompok dan saya pernah menang di lomba yang lain. Saya dan Santi otomatis lolos sebagai perwakilan fakultas.
Kami menyempurnakan tulisan hingga lebih baik dengan mempertimbangkan masukan juri pada lomba sebelumnya. Ketika lomba entah kenapa kami bisa memberikan hasil terbaik.
Fakultas saya menyabet 1 medali emas dan 3 perunggu. Medali emas disumbangkan oleh tim saya dan Santi. Kali ini hadiahnya cukup besar 1,5 juta untuk juara 1.
Bayangkan masih Maba saya mendapatkan uang sebanyak itu. Sejak itu saya berjanji lebih mendalami dunia riset dan kepenulisan. Ternyata dunia kepenulisan bisa menghasilkan uang bila ditekuni.
Hal yang buat saya bangga, selama kuliah saya jarang meminta uang bulanan. Ibu kaget karena saya jarang meminta uang. Saya tunjukan beberapa sertifikat juara dan piala dari hasil lomba menulis.Â