Mohon tunggu...
H.I.M
H.I.M Mohon Tunggu... Administrasi - Loveable

Hanya orang biasa yang memiliki 1 hati untuk merasakan ketulusan, 1 otak untuk berpikir bijak dan 1 niat ingin bermanfaat bagi orang lain | Headliners 2021 | Best in Specific Interest 2021 Nominee

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Agen Tour and Travel Berdarah-darah, Antara Opsi Gulung Tikar atau Gulung Karpet

16 Juli 2020   13:33 Diperbarui: 17 Juli 2020   02:56 1724
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi penumpang sedang menunggu boarding di bandara. Pandemi Covid-19 juga menghantam usaha tour and travel| Sumber: Shutterstock

Bulan Mei--Agustus harusnya menjadi masa panen bagi agen tour and travel mengingat pada masa ini banyak momen spesial. Setidaknya ada 5 momen yang dapat meningkatkan pundi-pundi pemasukan bagi agen tour and travel yaitu :

1. Libur Lebaran

Pada masa ini banyak orang memanfaatkan jasa travel untuk mudik ke kampung halaman atau bahkan ada perusahaan/keluarga yang sengaja memesan travel untuk suatu rute tertentu. 

2. Kenaikan Kelas maupun Kelulusan

Banyak agen tour and travel yang bekerja sama dengan pihak sekolah untuk melaksanakan tur menjelang kenaikan dan kelulusan sekolah. Tidak heran pada masa libur sekolah atau menjelang pengumuman kelulusan akan mudah ditemukan rombongan wisata dari sekolah A, B, C, D menuju suatu obyek wisata lokal ataupun luar daerah.

3. Lebaran Haji

Pada masa ini banyak pesanan paket wisata haji ataupun sekadar umroh bagi umat muslim. Tidak heran pada masa lebaran haji semua reservasi baik tiket pesawat, bus hingga penginapan akan full sudah dibooking oleh agen perjalanan wisata haji/umroh.

4. Liburan Semester dan Tahun Ajaran Baru

Bulan Juni-Agustus merupakan masa peralihan semester dari genap ke ganjil bagi yang menempuh pendidikan tinggi hingga merupakan tahun ajaran baru bagi para siswa. 

Pada momen ini mahasiswa yang berasal dari luar daerah akan memilih balik ke kampung halamannya masing-masing atau bahkan melakukan wisata ke daerah yang ingin dikunjungi. 

Tidak hanya itu pada periode ini juga banyak pemesanan travel oleh orangtua siswa untuk mendaftarkan putra-putrinya sekolah atau kuliah yang letaknya ada di luar daerah tinggalnya.

5. Perjalanan Bisnis

Bagi kalangan pekerja atau profesional pada masa Juni--Agustus banyak dilakukan perjalanan bisnis mengingat ini merupakan tengah tahun sehingga akan banyak target dan proyek yang harus diselesaikan selama periode ini. Mau tidak mau mereka memanfaatkan layanan tour and travel l untuk membantu dari sisi akomodasi.

Pandemi ini ibarat meteor jatuh dari langit ke permukaan bumi. Datang secara tiba-tiba, bergerak cepat dan kemudian menghancurkan segala sesuatu yang ada di depannya. 

Bagi pelaku usaha tour and travel, usaha mereka seakan luluh lantak. Bagaimana tidak, sebelumnya mereka dengan mudah menjual paketan wisata dan tiket akomodasi karena tingginya permintaan dari konsumen. 

Seakan cuan datang sendirinya tanpa harus dijemput. Membayangkan puluhan atau bahkan ratusan juta yang akan diterima selama periode ini namun meteor datang tanpa permisi. 

Impian mereka hancur seiring pelarangan bepergian dari pemerintah, penutupan tempat wisata hingga kepanikan masyarakat akan virus Korona.

Jangankan mengunjungi tempat wisata, belanja bahan makanan di pasar dekat rumah saja sudah membuat orang berpikir berulang kali. Sektor pendukung pariwisata menjadi sektor yang paling terdampak dari pandemi ini. 

Contohnya Bali yang selama ini ramai hingga kini sepi akan kunjungan wisatawan. Bahkan saya menganggap saat dulu terjadi Bom Bali 1 dan 2 pun tidak sesepi ini. Setidaknya masih ada wisatawan lokal yang mau berkunjung. Kini disaat tempat wisata dan hotel dibuka pun hampir tidak ada pengunjung.

Pameran Agen Tour dan Travel. Sumber Kumparan.com
Pameran Agen Tour dan Travel. Sumber Kumparan.com
Pada akhir Mei kemarin, aplikasi pemesanan akomodasi online Airy pun harus mengucapkan salam perpisahan. Ini menunjukkan usaha tour and travel sedang berdarah-darah dan kritis. Ibarat tengah koma dan menghadapi 2 kondisi yaitu hidup kembali atau garis datar panjang selamanya alias mati.

Keluarga teman kuliah saya memiliki usaha tour and travel. Saya melihat sendiri bagaimana terpuruknya usaha milik teman saya ini selama pandemi karena kebetulan letak kantornya berdekatan dengan salah satu cabang perusahaan saya. 

Ketika saya mampir ke cabang, saya melihat beberapa mobil komersil seperti Elf dan Toyota Hiace terparkir di depan kantor. Padahal biasanya kendaraan itu selalu digunakan mengantar wisatawan yang berkunjung ke Malang atau pemesanan untuk rute tertentu misal ke Jogja atau ziarah makam Wali Songo.

Tidak hanya itu mobil pribadi yang biasanya disewakan ke wisatawan pun harus ikut berbaris rapi di depan kantornya.

Teman saya cerita bahwa usaha tour and travel miliknya sedang dalam masa sulit. Bahkan kantornya pun sudah tutup sejak April lalu dan karyawan yang ada harus dirumahkan. Pilihan sulit tapi apa daya tidak ada pemesanan berarti tidak ada pemasukan untuk membayar operasional dan gaji karyawan. 

Keprihatinan lainnya unit kendaraan Hiace tersebut baru tahun lalu dibelinya dengan sistem kredit. Keluarganya tidak pernah menyangka akan ada musibah seperti ini yang membuat dirinya dan keluarganya memeras otak untuk keluar dari masalah ini.

Apa yang membuat agen tour and travel berada pada 2 opsi yaitu gulung tikar atau gulung karpet. Jika gulung tikar maka artinya sudah tidak ada harapan lagi selain menutup permanen usahanya. 

Jika gulung karpet, pemilik agen masih memiliki harapan bahwa usahanya masih bisa berjalan di kemudian hari sehingga dirinya hanya menutup sementara usahanya tersebut. Saya menilai ada 3 hal yang membuat usaha ini berdarah-darah hingga saat ini.

Pertama, Masyarakat Sudah Kian Cerdas

Saat ini sudah bermunculan layanan aplikasi online yang membantu masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya untuk berwisata atau bepergian. Sebut saja Traveloka, Pegi-Pegi, Booking.com, Tiket.com, NusaTrip, KAI Access, dan sebagainya yang membantu masyarakat untuk memesan tiket kendaraan, penginapan, tiket wisata ataupun sewa kendaraan.

Masyarakat tidak hanya cerdas dari sisi penggunaan teknologi namun juga mulai memperhitungkan aspek ekonomis. Jika dirinya harus memesan tiket pesawat ke agen tour and travel maka dirinya harus pergi ke agen terdekat. 

Bensin yang dikeluarkan akan menjadi pertimbangan, kemudian biaya parkir serta adanya tambahan biaya pemesanan dari harga tiket. Sedangkan jika memesan tiket melalui aplikasi tiket online maka bisa dilakukan dengan tidur-tiduran, sesuaikan jadwal, dan tinggal bayar via mobile banking, internet banking, kartu kredit atau merchant yang bekerjasama.

Saya selama ini baru 2 kali memesan tiket dengan membeli langsung ke agen tour. Ini pun sudah lama sekali saat awal kuliah karena masih belum ada aplikasi tiket online. 

Namun semenjak ada tiket online, saya sudah tidak ada kepikiran untuk membeli tiket dengan pergi ke agen tour. Saya percaya banyak orang memiliki pemikiran sama. Adanya perpindahan cara konvensional ke arah teknologi modern menyebabkan usaha agen tour and travel mulai mengalami keterpurukan.

Jangan kaget melihat agen tour yang hanya mengandalkan penjualan tiket pesawat ataupun bus mulai banyak yang mengucapkan salam perpisahaan karena tidak dapat bersaing.

Kedua, Pembatalan Dalam Jumlah Besar

Selama masa pandemi ini telah terjadi pembatalan secara besar-besaran baik dari konsumen ataupun penyedia layanan akomodasi. Banyak penerbangan yang dibatalkan, pelarangan operasional untuk kendaraan umum hingga pembatasan akses masuk membuat konsumen maupun penyedia layanan akomodasi melakukan pembatalan. 

Menurut saya pembatalan perjalanan selama pandemi ini merupakan terbesar selama Indonesia berdiri atau bahkan lingkup dunia.

Dampak pembatalan ini akan sangat memukul usaha tour and travel. Ini karena konsumen yang sudah memesan mau tidak mau akan menuntut pengembalian uang pemesanan. Sedangkan uang pemesanan bisa jadi sudah dibayarkan ke pihak penyedia akomodasi atau terpakai untuk operasional kantor. 

Saya baru tahu bahwa agen tour and travel bekerja sama dengan pihak penyedia akomodasi misalkan PT KAI, maskapai penerbangan ataupun hotel dengan sistem deposit. Artinya agen perlu menyetorkan sejumlah uang untuk deposit dan ketika ada pemesanan akan langsung memotong dari deposit tersebut.

Ini artinya ketika ada pembatalan sepihak. Agen akan mengajukan permintaan pengembalian dana ke pihak penyedia akomodasi. Sayangnya karena ini merupakan kejadian tidak terduga atau force majeure maka proses pengembalian akan lama, terbelit-belit atau bahkan pengembalian lebih berupa kredit poin, voucher atau reschedule. 

Saya pernah mengalami hal ini ketika saya sudah memesan tiket perjalanan keluar negeri pada bulan April kemarin. Penerbangan dibatalkan dan diberikan opsi untuk reschedule atau kredit poin. Karena situasi ini tidak pasti kapan akan berakhir saya memilih kredit poin. 

Disisi lain saya juga ada pemesanan tiket melalui salah satu penyedia online ternyata proses refund terbelit-belit hingga harus merelakan kehilangan uang pemesanan.

Ini saya percaya juga terjadi di agen tour and travel. Kondisinya banyak pembeli yang tidak mau tahu kondisi ini dan meminta pengembalian dalam bentuk cash secepat mungkin. Padahal agen tour and travel hanya mendapatkan voucher atau kredit poin dari perusahaan penyedia layanan akomodasi sebagai penggantian. 

Artinya tidak ada uang cash yang bisa diberikan kepada konsumen yang ingin melakukan pembatalan. Kondisi ini yang membuat pelaku usaha agen tour and travel berdarah-darah menghadapi kondisi ini.

Ketiga, Pemilik Kehabisan Modal

Ketika tidak ada pemasukan selama berbulan-bulan serta masih ada beban operasional yang perlu ditanggung seperti sewa kantor, perawatan kendaraan, pengembalian tiket konsumen, penggajian karyawan, perawatan armada, dan sebagainya membuat modal pemilik pasti akan berkurang. 

Tidak heran banyak terjadi pemilik usaha menjual asetnya untuk menutupi pengeluaran selama pandemi ini.

Saya berkaca pada usaha teman saya, selama April sampai Juli usahanya tutup maka biaya sewa kantor terbuang percuma, tidak hanya itu armadanya pun harus tetap rutin diservice dan biaya listrik ataupun air meskipun kantor tutup harus tetap dibayarkan. Ini yang membuat pemilik usaha kelimpungan memutar otak untuk mencari solusi.

Ketiga faktor inilah yang membuat pengusaha agen tour and travel ada di persimpangan jalan. Memilih tutup selamanya atau memilih bertahan dengan tetap memikirkan segala pengeluaran yang tetap harus dijalani. Jika sahabat kompasiana berada pada situasi ini, memilih opsi mana?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun