Mohon tunggu...
H.I.M
H.I.M Mohon Tunggu... Administrasi - Loveable

Hanya orang biasa yang memiliki 1 hati untuk merasakan ketulusan, 1 otak untuk berpikir bijak dan 1 niat ingin bermanfaat bagi orang lain | Headliners 2021 | Best in Specific Interest 2021 Nominee

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Wahai Wanita, Bekerjalah Selagi Bisa

10 Juli 2020   15:26 Diperbarui: 10 Juli 2020   15:29 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang Wanita Bekerja Sambil Mengasuh Anak. Sumber Okezone

Emansipasi wanita telah memberikan ruang bagi para wanita untuk mendapatkan hak seperti pria termasuk dalam urusan karir. Namun tidak semua wanita menggunakan kesempatan tersebut karena berbagai pertimbangan seperti ingin fokus menjaga keluarga, tidak diijinkan oleh orang tua/suami, ingin santai, tidak ingin diribetkan dalam dalam pekerjaan ataupun biaya kebutuhan sudah dapat dipenuhi oleh suami.

Pandangan bahwa menjadi Ibu Rumah Tangga (IRT) juga adalah pekerjaan adalah sah-sah saja karena memang kondrat seorang wanita adalah mengurus suami dan anak-anaknya. Namun ada hal lain yang saya pandang seorang wanita jika memungkinkan sebaiknya ikut bekerja.

  • Dengan bekerja, seorang wanita dapat mengantisipasi hal buruk terjadi

Jangankan 10 tahun kedepan, nasib kita besok pun tidak ada yang tahu dan seakan menjadi rahasia Sang Pencipta. Ini seperti yang sempat terjadi oleh nenek saya. 

Nenek saya menikah muda, sekitar usia 16 tahun sudah menikah dengan kakek saya. Kakek saya diceritakan seorang pekerja keras sehingga penghasilannya sudah cukup memenuhi kebutuhan keluarga. 

Nenek pun tidak bekerja hanya fokus untuk menjaga 8 anak-anaknya. Sayang ketika anak bungsu baru berusia 2 bulan, kakek mengalami kecelakaan dan meninggal di tempat.

Kehidupan berubah drastis, nenek mulai depresi apakah bisa menghadapi hidup tanpa suami dengan 8 orang anak yang mayoritas masih kecil. Ibu saya yang merupakan anak pertama masih duduk di kelas 3 SMA. Selama ini nenek hanya mengandalkan penghasilan kakek. 

Selama masih ada kakek, ibu saya bercerita kehidupan keluarga tergolong sejahtera. Hampir tidak terjadi kekurangan sandang, pangan dan papan. Namun semua berubah setelah kakek meninggal dan nenek tidak memiliki pekerjaan.

Berdasarkan cerita ibu saya, nenek harus rela menitipkan anak-anaknya ke beberapa saudara dari kakek maupun nenek. Otomatis mereka harus berpencar dan berharap dapat hidup dari bantuan saudara. 

Mengingat mereka menggantungkan hidup pada saudara maka pasti ada garam-garam kehidupan. Mau tidak mau harus diterima karena nenek tidak bisa membiayai semua anaknya meskipun setelah dewasa satu persatu bisa kembali dan lengkap hingga sekarang.

Pengalaman ini pasti juga banyak terjadi di sekitar kita. Ini menegaskan bahwa jangan terlalu menggantungkan hidup kepada suami atau orang tua. Ketika suatu musibah terjadi seperti kasus perceraian, suami meninggal, dicampakan suami atau kebangkrutan maka istri bisa tetap berjuang karena sudah ada pekerjaan yang mampu membiayai hidupnya selama ini.

Bayangkan ketika terjadi perceraian saat wanita sudah berusia 35tahun keatas tanpa ada pengalaman kerja. Meskipun memiliki gelar sarjana sekalipun pasti akan susah mendapatkan pekerjaan yang cocok baginya karena usia sudah tidak produktif dan tidak ada pengalaman. Kalaupun ada pekerjaan pasti yang bersifat serabutan atau pekerjaan yang bukan idaman banyak orang.

Saya begitu sering membaca atau menonton berita tentang seorang wanita yang memilih bunuh diri ketika suaminya mencampakan diri dan tidak memiliki pekerjaan untuk bertahan hidup. Atau berita yang tengah viral seorang ibu tega melukai anaknya karena depresi ditinggalkan oleh suami serta tidak memiliki pekerjaan.

Jangan sampai kasus tersebut menimpa para wanita lainnya. Ini karena mereka tidak mempersiapkan diri jika suatu hal buruk terjadi dan terlalu terlena dengan pemberian suami atau orang lain. Sehingga ketika sesuatu yang tidak diinginkan terjadi justru membuat mereka rentan depresi.

  • Meningkatkan ekonomi keluarga

Bagi yang sudah menikah, dengan bekerja otomatis sumber penghasilan akan berasal dari 2 sumber yaitu suami dan istri. Adanya 2 sumber ini tentu semakin meningkatkan kesejahteraan rumah tangga. 

Apabila seorang istri merasa penghasilan suami terasa pas-pasan atau bahkan kurang untuk memenuhi kebutuhan harian maka dibutuhkan sumber penghasilan tambahan. 

Inilah saat yang tepat untuk istri membantu memberikan tambahan pemasukan bagi keluarga. Seorang suami memiliki penghasilan sesuai UMK, misalkan 3 juta per bulan. 

Biaya ini untuk kebutuhan sehari-hari, uang sekolah anak, kebutuhan jajan anak, biaya membeli susu atau popok bagi yang memiliki anak balita, membayar kontrakan bulanan, cicilan motor dan sebagainya. Untuk sekedar menabung pun akan terasa berat. Tentu hidup akan dijalani seirit mungkin dengan harapan gaji 3 juta akan cukup selama sebulan.

Namun ketika seorang istri juga bekerja dan mendapatkan gaji sama sesuai UMK maka sebulan penghasilan akan menjadi 6 juta rupiah. Denagn jumlah segitu, kebutuhan akan bisa terpenuhi dan bahkan bisa menyisihkan penghasilan untuk ditabung.

  • Balas budi anak pada orang tua

Kita sebagai anak pasti menginginkan untuk bisa membalas budi kepada orang tua yang sudah melahirkan dan membesarkan kita selama ini. Sejak kecil pasti terlintas pikiran saya akan mensejahterakan orang tua, ingin memberangkatkan haji, orang tua biar duduk santai tidak usah bekerja lagi, ingin membelikan orang tua rumah atau kendaraan.

Ketika seorang wanita menikah dengan status tidak bekerja maka penghasilan suami lebih banyak digunakan untuk kebutuhan keluarga inti. jangan heran bila impian untuk membahagiakan dan membalas budi kepada orang tua akan terasa sulit. 

Ketika seorang istri ikut bekerja maka penghasilan akan bertambah. Penghasilan suami dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga inti. Penghasilan istri dapat digunakan untuk membalas budi kepada orang tua kandung ataupun mertua.

  • Aplikasi ilmu yang sudah didapat

Sebenarnya agak sayang melihat seorang wanita memiliki tingkat pendidikan tinggi seperti lulusan S1 atau bahkan S2 dan memutuskan untuk tidak bekerja atau menjadi IRT. Saya menyebut kasus ini sebagai penggangguran berpendidikan. 

Ketika banyak wanita tidak mampu menempuh pendidikan tinggi dan susah mendapatkan pekerjaan yang ideal karena terganjal tingkat pendidikan justru ada yang sudah memiliki pendidikan tinggi namun memilih untuk tidak bekerja di sektor formal.

Ketika kita diberikan kesempatan untuk kuliah maka sejatinya ada keterampilan dan pemahaman yang lebih dibandingkan mereka yang hanya lulusan sekolah menengah. Ketika bekerja di sektor formal, tentu kita dapat mengaplikasikan ilmu yang didapat selama sekolah/kuliah. Harapannya ilmu yang didapat selama ini berguna dan semakin terasah selama bekerja.

Ketika seorang wanita memilih menjadi IRT memang ilmu tidak langsung menghilang. Dia masih mengingat ilmu yang didapat tapi pastinya akan tidak sekuat mereka yang mampu mengaplikasikan dalam dunia kerja. Karena ilmu pun butuh praktek.

Bekerja bukan berarti harus selalu di sektor formal seperti bekerja di kantor atau instansi tertentu. Masih banyak pilihan kerja yang tetap bisa memberikan pemasukan tambahan bagi keluarga namun tugas sebagai istri ataupun ibu bagi anak tetap terlaksanakan.

Pekerjaan seperti membuka warung, membuka usaha catering, menjahit, dropshipper, menjual kue kering, ataupun guru bimbel adalah sebagian pekerjaan yang dapat ditekuni tanpa harus meninggalkan keluarga. Intinya sebisa mungkin wanita dapat mandiri dan menghasilkan uang yang nantinya selain untuk menambah pemasukan keluarga juga untuk antisipasi apabila sesuatu yang tidak diinginkan terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun