Ucapan ini menjadi kalimat pemungkas bila kita sedang membicarakan orang lain ke lawan bicara kita. Maksud hati agar pembahasan ini hanya antara si pemberi info dan pendengar saja.
Kesalahan fatal muncul ketika kita lupa bahwa gosip adalah bumbu cerita. Bagi mereka yang hobi bergosip menegaskan bahwa tanpa ada gosip, cerita terasa hambar.
Kita juga luput bahwa teman kita pun memiliki teman lain baik dalam lingkaran pergaulan yang sama atau berbeda dengan kita. Mereka pun mengucapkan janji yang sama namun ujung-ujungnya gosip tersebut tersebar secara cepat dan luas.
Ini pernah terjadi dengan teman saya. Dia bekerja di salah satu perusahaan besar yang berasal dari Jepang. Teman saya ini menjadi salah satu dari 20an orang yang diterima bekerja dengan tugas penempatan diluar daerah yang berbeda-beda.
Suatu ketika di salah satu grup sosial media angkatan kerjanya. Mereka saling bercerita tentang pengalaman kerja di daerah masing-masing. Terlalu terlena dengan topik, beberapa orang mulai menceritakan tentang sifat dan karakter atasan di daerah penempatan.
Teman saya pun ikut meramaikan menceritakan bahwa atasannya galak, moody, cerewet dan tidak bisa diajak bekerja sama dan diceritakan dalam grup. Tanpa disangka salah satu anggota grup menceritakan hal tersebut dalam meeting kinerja.
Alhasil teman saya dipanggil dan disidang oleh manajemen mulai dari Spv hingga manager. Nasibnya udah bisa ketebak, hari itu juga kontraknya dipaksa berakhir.
Dirinya tidak menyangka obrolan yang hanya diantara teman angkatan kerja dan sudah dipercaya justru bocor hingga ke manajemen.
 Siapa yang patut disalahkan? Ya pasti teman saya
Sebaiknya jika ingin cerita tentang atasan lebih baik bercerita ke teman diluar kerja yang tidak ada keterkaitan dengan obyek cerita. Resiko seperti ini bisa saja terjadi bagi para pekerja yang hobi gosipin atasan dengan sesama tekan kerja.
Jangan pernah beri julukan khusus untuk atasan.