Mohon tunggu...
H.I.M
H.I.M Mohon Tunggu... Administrasi - Loveable

Hanya orang biasa yang memiliki 1 hati untuk merasakan ketulusan, 1 otak untuk berpikir bijak dan 1 niat ingin bermanfaat bagi orang lain | Headliners 2021 | Best in Specific Interest 2021 Nominee

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Benarkah Menjadi Guru antara Pengabdian dan Keikhlasan?

26 Juni 2020   14:58 Diperbarui: 26 Juni 2020   15:44 630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perjuangan Guru Di Daerah Tertinggal. Sumber Pendidikan.id

Siapa yang kalau sudah besar nanti mau jadi guru?, Pertanyaan ini pernah terlontar oleh guruku kepada saya dan teman-teman ketika masih Sekolah Dasar (SD). Begitu banyak teman termasuk saya yang mengancungkan jari yang bermimpi menjadi guru.

Sosok guru telah menjadi sosok orang tua di sekolah. Cerdas, baik, sayang kepada anak meski kadang juga menunjukkan sisi galak adalah karakter yang membekas di hati para murid saat itu.

Waktu terus berlalu hingga ternyata saya memilih bekerja di sektor swasta dan impian saat SD itu hanyalah sebatas impian. Ada teman SD yang tetap mewujudkan impiannya menjadi guru meski jumlahnya hanya hitungan jari.

Meskipun guru merupakan profesi mulia namun ada pertimbangan lain mengapa saya ataupun teman lain memilih mengejar karir di sektor lainnya.

Bukan rahasia umum lagi bahwa gaji dan tunjangan guru masih terbilang kecil bila dibandingkan profesi PNS atau sektor swasta lainnya. Nasib ini semakin memprihatinkan bagi mereka yang menjadi guru honorer di daerah tertinggal dan pedalaman yang butuh perjuangan ekstra untuk mengajar sekaligus bertahan hidup dengan gaji yang pas-pasan.

Teman saya yang sekarang berprofesi sebagai Guru di Riau bercerita bahwa sebenarnya dulu dirinya dihadapkan pada dua keputusan sulit dalam karirnya. Setelah lulus, dia mencoba melamar sebagai PNS. Ternyata nasib beruntung terjadi dirinya lolos dalam seleksi 2 bidang PNS yang berbeda yaitu sebagai guru SMP atau menjadi staff di Badan Pusat Statistik.

Akhirnya karena ketertarikannya untuk mengajar akhirnya memilih sebagai guru di SMP yang lokasinya di pedalaman Riau. Pertimbangannya selain ingin membagikan ilmu ternyata profesi sebagai seorang guru sangat dihormati dan disegani di kampungnya.

Hal yang tidak terduga terucap dari dirinya, menjadi guru itu adalah bentuk pengabdian sekaligus keikhlasan.

Saya awalnya kurang paham hingga dirinya bercerita tentang kisah teman-temannya yang satu profesi. Ada temannya semasa kuliah harus ditempatkan sebagai guru di daerah pedalaman Kalimantan. Listrik saja infonya tidak ada di tempatnya mengajar bahkan ketika menjelang malam suasana di daerahnya akan langsung terasa sepi. Lokasi tempat temannya mengajar sangat jauh dengan lokasi kampung terdekat dan dirinya tidak memiliki alat transportasi sehingga meminta ijin untuk tinggal di salah satu ruangan di sekolahnya mengajar. Cerita lainnya temannya yang lain juga berjuang harus menggunakan perahu hingga berjam-jam untuk mengajar di daerah Kalimantan.

Jika tidak ada rasa mengabdi dan keikhlasan pada diri mereka pasti sudah banyak guru yang bernasib sama memilih untuk menyerah

Ada kisah guru yang cukup menarik dan bahkan sempat viral dimana ia mendapatkan gaji sebesar Rp. 200.000/bulan. Bahkan dengan gajinya tersebut ia bahkan merinci untuk apa saja gajinya tersebut seperti untuk keperluan ibunya sehari-hari, kencan bersama pacar, memberikan rewards untuk murid hingga disisihkan sedikit untuk tabungan nikah. (Berita selengkapnya klik disini). Kisah pilu lainnya seperti yang dialami ibu guru Nining Suryani di Pandeglang, Banten. Ketidakmampuannya untuk menyewa tempat tinggal yang layak karena berpenghasilan Rp. 350.000/bulan membuat dirinya menempati toilet sekolah di tempatnya mengajar (berita selengkapnya klik disini). Sebenarnya masih banyak kisah lainnya yang menimpa guru honorer di Indonesia yang jarang terekspos oleh media nasional.

Padahal kita tahu untuk menjadi guru harus menempuh pendidikan hingga sarjana yang membutuhkan biaya kuliah yang tidak sedikit. Bahkan bisa jadi biaya kuliah yang dihabiskan per bulan akan terasa lebih besar jika mendapatkan gaji seperti kasus diatas. Perlu perhatian banyak pihak agar kesejahteraan guru dapat terangkat.

Sebenarnya pemerintah telah mulai memberikan prihatian lebih terhadap kesejahteraan guru. Ini terlihat dari pemberian tunjangan sertifikasi guru hingga penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk membayar gaji guru honorer. Namun bentuk perhatian kepada guru tersebut ternyata belum dirasakan oleh para guru khususnya yang di daerah pedalaman.

Saya cukup salut dengan rasa pengabdian seorang guru karena tugas mereka sangatlah berat seperti mendidik, melakukan penilaian siswa, membuat kurikulum, persiapan akreditasi sekolah, sertifikasi guru, kenaikan golongan dan sebagainya. Tugas tersebut saya rasa bisa melebihi tugas karyawan di kantor atau PNS di instansi lainnya mengingat tidak sering tugas tersebut harus dikerjakan di rumah. Teman saya bercerita kalau ibunya yang berprofesi guru SD sering meminta dirinya maupun adiknya untuk membantu mengoreksi tugas siswa SD. Ini menandakan bahwa tugas terlalu banyak sehingga tidak terhandle selama jam aktivitas sekolah.

Pengabdian Guru Honorer. Sumber Jambi Ekspress
Pengabdian Guru Honorer. Sumber Jambi Ekspress

Jiwa keikhlasan juga ikut berpengaruh. Bayangkan saja guru honorer di daerah pedalaman bahkan ada yang dibayar dengan hasil bumi dari orang tua siswa. Jangan kaget jika ada kisah guru yang tidak mendapatkan sama sekali bayaran namun sebagai balasan jasanya orang tua siswa rela memberikan beras, sayur, buah-buahan, umbi-umbian hasil panen dari kebun untuk diberikan kepada guru di desanya. Saya membayangkan hal tersebut saja mungkin hanya bisa prihatin.

Ini mengingat saya sebagai manusia umumnya juga memiliki kebutuhan seperti membeli pakaian, traveling, nongkrong bersama teman, membeli paketan internet, ataupun membeli bensin untuk akomodasi sehari-hari namun jika bayaran yang diterima ternyata bukan dalam bentuk uang namun kebutuhan pokok. 

Bisa dibayangkan bila guru tersebut sudah memiliki keluarga atau tanggungan lainnya seperti orang tua ataupun adik. Tentu ini akan menjadi tekanan hidup tersendiri yang harus dilalui oleh seorang guru khususnya guru honorer yang berpenghasilan tidak menentu. Inilah yang dikatakan teman saya bahwa seorang guru butuh keikhlasan yang besar untuk menerima. Jika banyak orang masih mengeluh tentang pendapatan mereka yang masih standar UMK maka perlu berkaca pada kisah hidup guru honorer. Sebuah bentuk dilema yang masih terjadi di dunia pendidikan khususnya di negara berkembang.

Tidak heran banyak guru yang membuka jasa bimbingan belajar atau les privat sebagai sumber pendapatan tambahan. Beruntunglah guru yang memiliki background pengajaran dimana siswanya membutuhkan pendampingan tambahan seperti matematika, fisika, kimia, bahasa inggris dan sebagainya. Namun bagi guru dengan latar belakang seperti bimbingan konseling, sejarah, kewarganegaraan ataupun pelajaran lainnya yang tidak termuat dalam Ujian Akhir Nasional tentu sangat susah untuk mendapatkan penghasilan tambahan dari les privat. Mau tidak mau mereka harus mencari sumber penghasilan lain seperti berdagang, ojek, berkebun atau pekerjaan lain diluar profesinya sebagai guru.

Ada sedikit penyemangat yang pernah saya katakan kepada teman saya yang berprofesi sebagai guru.

Mungkin saat ini mereka tidak bisa kaya harta layaknya orang lain yang bekerja di sektor swasta namun ilmu yang mereka bagikan tentu akan menjadi tabungan pahala.  Saat ini guru mungkin miskin harta di dunia namun mereka akan kaya pahala di surga.

Kata-kata ini sering saya sampaikan apabila ada teman atau kenalan yang berprofesi guru yang mengeluhkan tentang tugas dan penghasilan dirinya. 

Saya juga memiliki quote penyemangat buat teman yang ragu apakah profesi guru cukup diterima apabila melamar kekasihnya kelak. Ketika bertemu calon mertua dan ditanya mengenai profesi, kamu kerja sebagai apa? ketika mengatakan sebagai guru, masih ada pandangan sebagian orang menganggap profesi guru belum memberikan kesejahteraan finansial. Dikhawatirkan akan menjadi pertimbangan bagi calon mertua untuk menerima calon menantu yang berprofesi sebagai guru terutama guru honorer.

Saya selalu katakan, bilang sama calon mertuamu nanti. "Menantu idaman itu justru yang berasal dari Guru. Anak orang lain aja dijaga dan dididik menjadi lebih baik apalagi anak bapak". 

Quote ini sebenarnya banyak ada di internet namun bisa menjadi pegangan bagi para guru muda yang hendak melamar kekasihnya namun khawatir dirinya kurang mendapat respon positif dari calon mertua. Harapannya dapat menjadi nilai jual dikemudian hari hari. Ingatlah apapun pekerjaan meskipun hanya seorang guru honorer apabila dikerjakan dengan ikhlas dan benar maka yang didapatkan pastilah halal dan berkah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun