Siapa yang kalau sudah besar nanti mau jadi guru?, Pertanyaan ini pernah terlontar oleh guruku kepada saya dan teman-teman ketika masih Sekolah Dasar (SD). Begitu banyak teman termasuk saya yang mengancungkan jari yang bermimpi menjadi guru.
Sosok guru telah menjadi sosok orang tua di sekolah. Cerdas, baik, sayang kepada anak meski kadang juga menunjukkan sisi galak adalah karakter yang membekas di hati para murid saat itu.
Waktu terus berlalu hingga ternyata saya memilih bekerja di sektor swasta dan impian saat SD itu hanyalah sebatas impian. Ada teman SD yang tetap mewujudkan impiannya menjadi guru meski jumlahnya hanya hitungan jari.
Meskipun guru merupakan profesi mulia namun ada pertimbangan lain mengapa saya ataupun teman lain memilih mengejar karir di sektor lainnya.
Bukan rahasia umum lagi bahwa gaji dan tunjangan guru masih terbilang kecil bila dibandingkan profesi PNS atau sektor swasta lainnya. Nasib ini semakin memprihatinkan bagi mereka yang menjadi guru honorer di daerah tertinggal dan pedalaman yang butuh perjuangan ekstra untuk mengajar sekaligus bertahan hidup dengan gaji yang pas-pasan.
Teman saya yang sekarang berprofesi sebagai Guru di Riau bercerita bahwa sebenarnya dulu dirinya dihadapkan pada dua keputusan sulit dalam karirnya. Setelah lulus, dia mencoba melamar sebagai PNS. Ternyata nasib beruntung terjadi dirinya lolos dalam seleksi 2 bidang PNS yang berbeda yaitu sebagai guru SMP atau menjadi staff di Badan Pusat Statistik.
Akhirnya karena ketertarikannya untuk mengajar akhirnya memilih sebagai guru di SMP yang lokasinya di pedalaman Riau. Pertimbangannya selain ingin membagikan ilmu ternyata profesi sebagai seorang guru sangat dihormati dan disegani di kampungnya.
Hal yang tidak terduga terucap dari dirinya, menjadi guru itu adalah bentuk pengabdian sekaligus keikhlasan.
Saya awalnya kurang paham hingga dirinya bercerita tentang kisah teman-temannya yang satu profesi. Ada temannya semasa kuliah harus ditempatkan sebagai guru di daerah pedalaman Kalimantan. Listrik saja infonya tidak ada di tempatnya mengajar bahkan ketika menjelang malam suasana di daerahnya akan langsung terasa sepi. Lokasi tempat temannya mengajar sangat jauh dengan lokasi kampung terdekat dan dirinya tidak memiliki alat transportasi sehingga meminta ijin untuk tinggal di salah satu ruangan di sekolahnya mengajar. Cerita lainnya temannya yang lain juga berjuang harus menggunakan perahu hingga berjam-jam untuk mengajar di daerah Kalimantan.
Jika tidak ada rasa mengabdi dan keikhlasan pada diri mereka pasti sudah banyak guru yang bernasib sama memilih untuk menyerah