Tanggal 4 Februari 2019 menjadi momen petualanganku ke Kawah Ijen yang terletak di perbatasan antara Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Bondowoso. Agenda ke Kawah Ijen memang sempat beberapa kali tertunda karena alasan waktu, personil hingga cuaca yang tidak mendukung.
Kawah Ijen menawarkan pesona wisata yang unik dan berbeda dari wisata pendakian lainnya. Ini dikarenakan kita akan disuguhi pemandangan kawah dengan latar api biru yang dikenal dengan isitlah Blue Fire, di mana fenomena ini hanya terdapat di Kawah Ijen, Indonesia dan Islandia.Â
Sungguh hal membanggakan karena banyak wisatawan domestik dan mancanegara yang seakan menjadikan Kawah Ijen sebagai tujuan wisata yang harus dikunjungi.
Saya mengagendakan wisata ke Kawah Ijen bersama dengan 3 orang lainnya namun dengan rute pemberangkatan berbeda. Saya berangkat dari Pasuruan ke Banyuwangi dengan menggunakan Kereta Mutiara Timur Siang dengan jadwal berangkat dari Bangil pukul 09.54 WIB dan tiba di Banyuwangi sekitar pukul 15.20 WIB.Â
Harga tiket kereta hanya 160 ribu Rupiah sekali berangkat. Ketiga teman saya berangkat dari Denpasar Bali dengan menggunakan travel dengan jam pemberangkatan pukul 11.00 WITA dan sampai banyuwangi Pukul 17.00 WIB.
Patut diperhatikan bahwa pendakian ke Kawah Ijen untuk melihat pesona Blue Fire, maka pendakian harus dilakukan pada tengah malam sehingga dianggap waktu yang tepat untuk melihat Blue Fire serta matahari terbit (sunrise) saat tiba di puncak Ijen. Ini alasan mengapa kami menjadwalkan agar sampe di Banyuwangi harus sore agar ada waktu untuk persiapan pendakian dan istirahat sejenak.
Sesampainya di Banyuwangi, kami menginap di salah satu homestay yang terletak di arah Kota Banyuwangi seharga Rp 125.000 per kamar maupun per hari untuk 2 orang dan sudah termasuk sarapan pagi.Â
Fasilitas yang didapat standar, kamar double bed dengan kipas angin serta shared bathroom. Pertimbangan adalah karena kami ingin melakukan wisata secara backpacker dan mengingat penginapan hanya untuk istirahat sebentar serta tempat menaruh barang bawaan sehingga tidak perlu yang mahal.
Transportasi yang digunakan adalah dengan sewa motor seharga Rp 75.000 per unit termasuk helm 2 pieces dan jas hujan untuk 2 orang. Mengingat Kawah Ijen merupakan bagian dari Gunung Ijen sebagai gunung berapi aktif yang selalu mengeluarkan gas belerang sehingga wajib untuk membawa masker wajah khusus.Â
Patut diperhatikan bahwa masker wajah ini berbeda dengan masker yang sering digunakan di rumah sakit atau ketika kita sedang flu karena masker yang digunakan untuk pendakian harus tebal serta mampu filter udara khususnya yang berasal dari gas belerang. Bagi yang tidak memiliki, sobat dapat sewa di lokasi seharga Rp 25.000 per pieces. Harga yang cukup murah bukan?
Ini karena pada jam tersebut hampir dipastikan tidak ada SPBU yang masih beroperasi dan sangat jarang ditemukan penjual BBM eceran ketika perjalanan. Untunglah kami masih berada di area kota dan masih ada 1 penjual BBM eceran sehingga kami dapat mengatasi 1 masalah ini.
Ketika sobat berencana ke Kawah Ijen dengan kendaraan pribadi baik motor atau mobil. Perhatikan selalu kondisi kendaraan seperti lampu, rem, hingga kondisi ban.Â
Jalan ke Gunung Ijen memang kategori bagus artinya sudah mulus dan teraspal namun jalan yang terus menanjak, sepi dan kadang licin saat hujan dapat menjadi ancaman bagi kita.Â
Ada 1 pantangan yang harus dipatuhi bagi pengendara kendaraan motor khususnya motor matic yaitu dilarang untuk mematikan mesin kendaraan saat berada di jalan menurun. Pantangan ini menjadi wajib dipatuhi mengingat resiko besar jika mesin kendaraan dimatikan saat jalan turunan seperti terjungkil ke depan jika melakukan rem mendadak, motor susah dikendalikan hingga elektrika mesin akan rusak dan susah dihidupkan lagi.
Perjalanan ke Gunung Ijen memang membutuhkan konsentrasi yang cukup tinggi karena berada di keheningan malam, suasana sepi, daerah hutan dan tentu saja medan yang menantang.Â
Saya sangat sarankan bila ke sini dengan motor seorang diri atau jumlah peserta dikit agar melakukan konvoi dengan peserta lain untuk mengantisipasi kesasar ataupun permasalahan lain di jalan seperti motor mogok atau tidak kuat menanjak.
Harga tiket masih terjangkau yaitu Wisatawan Domestik dan berkunjung di hari biasa hanya Rp 5.000 per orang serta parkir kendaraan motor hanya Rp 5.000 per unit serta bagi yang ingin berkemah cukup membayar Rp 5.000. Harga yang sangat ramah di kantong.
Hal menarik ketika sobat mengunjungi Kawah Ijen adalah akan sangat mudah menemukan masyarakat sekitar yang menawarkan jasa ojek. Awalnya saya kaget, wuah di gunung ada layanan ojek tapi bentuknya berbeda. Bukan ojek motor yang umumnya kita lihat, namun lebih kepada gerobak kecil yang didesain agar penumpang dapat berbaring.
Iseng bertanya tentang tarif, dan yang membuat saya terpukau tarifnya berkisar Rp 700.000 naik turun gunung. Saya pikir harga ini sangat mahal tapi tunggu dulu adalah alasan lain kenapa harga ini ternyata pantas.
Saya mendaki dengan penuh semangat. Dari awal gerbang kita akan berjalan dengan medan menanjak namun landai. Sesekali kami mengobrol dengan sesama wisatawan dan melihat pemandangan hutan di tengah malam. Setengah jam berlalu, kini medan yang harus dilalui mulai berat dengan tanjakan yang cukup terjal dan berkelok.
Pikirku sudah barang tanggung, tetap lanjutkan saja dan lumayan jika harus mengeluarkan uang ratusan ribu. Lebih baik tetap berjalan kaki saja, toh ini tantangan naik gunung.
Satu Jam berlalu dari awal pendakian, medan kini lebih terjal dibandingkan sebelumnya. Meskipun jalanan sudah berupa tanah setapak bukan semak belukar namun tingkat ketinggian tanjakan semakin terasa. Kaki ini semakin pegal dan lelah untuk berjalan.Â
Banyak pendaki tenaganya terkuras dan terpaksa duduk di tengah jalan. Beberapa anak kecil bahkan menangis dan mengatakan capek berjalan. Orang tua seakan tidak memiliki tenaga lagi untuk mengendong sampai di puncak.
Momen ini menjadi peluang emas bagi jasa ojek gunung karena mereka mendapatkan penumpang yang butuh jasa mereka. Inilah kejadian yang mematahkan anggapan saya bahwa harga ojek gunung yang semula saya anggap mahal namun ternyata sebanding dengan perjuangannya.Â
Bayangkan untuk mendorong penumpang untuk naik di setiap jengkal membutuhkan tenaga 2 orang, dengan 1 orang bertindak sebagai penarik gerobak dari atas dan 1 lainnya bertugas mendorong dari bawah. Penumpang hanya tinggal duduk atau tidur berbaring hingga sampai di puncak.
Butuh waktu 1,5 hingga 2 jam pendakian dari awal gerbang hingga atas Gunung Ijen. Jika sobat mengganggap perjuangan telah usai, maka hal itu salah. Tujuan utama kami adalah melihat Blue Fire artinya untuk mendapatkan spot terbaik.Â
Kami harus turun menuju kawah yang berjarak 800 meter dari perbatasan gunung. Jarak 800 meter memang bukan jarak yang jauh seandainya kita berjalan di area yang datar. Sebaliknya 800 meter menuruni kawah justru lebih menakutkan dibandingkan proses pendakian.
Informasi penting adalah ketika mendaki atau menuruni Gunung Ijen, pengunjung sebaiknya membawa senter atau penerangan sendiri. Ini karena jalan kecil, gelap dan butuh penerangan. Salah sedikit, kita bisa terjatuh ke dalam jurang.
Saya sempat mengobrol dengan masyarakat setempat yang juga pencari belerang. Beliau mengatakan pernah ada wisatawan yang jatuh dan terluka saat menyelusuri kawah karena tidak membawa alat penerangan sehingga terpeleset.Â
Hal ekstrim lainnya diinfokan ada wisatawan yang terjatuh karena terpeleset dan akhirnya meninggal. Informasi ini tentu membuat saya dan teman menjadi agak waswas. Hal yang perlu diperhatikan gunakan alas kaki yang tidak licin dan nyaman. Ancaman ketika hujan, jalan menjadi lebih licin dan resiko menjadi lebih besar.
Menuruni jalan menuju Kawah Ijen butuh waktu sekitar 45-60 menit karena kondisi pengunjung yang banyak dan harus berjalan secara bergiliran ditambah kita harus berhati-hati memilih pijakan batu saat menurun.Â
Saya sampai di kawah sekitar pukul 05.30 WIB dan sedikit kecewa karena Blue Fire sudah tidak terlihat karena matahari sudah tampak. Alhasil hanya bisa berfoto ria melepaskan rasa kelelahan dan menikmati suasana Kawah Ijen di pagi hari.Â
Sepanjang jalan menuruni kawah, kita akan lebih sering berpapasan dengan masyarakat penambang belerang. Disatu sisi mereka menjadi penyemangat karena membantu kami memilih pijakan batu yang aman.Â
Di sisi lain, banyak para penambang yang menawarkan batu belerang kepada pengunjung. Eittsss, jangan asal menerima. Tidak jarang mereka meminta bayaran jika pengunjung membawa batu tersebut.
Ternyata ada filosofi yang berharga bahwa pengunjung perlu mencontoh kura-kura. Ia merupakan hewan yang dikenal lambat namun tidak pantang menyerah. Dirinya akan berjalan setapak demi setapak untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai dan hewan ini akan berhasil mencapai tujuannya.
Inilah filosofi yang menggambarkan para pendaki Gunung Ijen. Mereka ibarat kura-kura yang berjalan setapak dan perlahan dalam mendaki ataupun menuruni gunung. Namun meski berjalan lambat, jika sudah memiliki niat yang kuat pasti tujuan yang ingin dicapai terwujud.
Tips ke Kawah Ijen : Saya sarankan jangan menggunakan sepatu kesayangan atau sepatu mahal. Cukup gunakan sepatu dengan alas kaki yang masih bagus dan biasa karena disaat menuruni kawah ijen. Sepatu akan bergesekan dengan batu dan menjadi tumpuan sehingga mayoritas sepatu pengunjung rusak. Salah satunya adalah sepatu saya dan teman-teman yang semuanya rusak setelah dari Ijen.
Semoga yang belum ke Ijen dapat mengagendakan segera dan merasakan keindahan Kawah Ijen serta Blue Fire. Saat terbaik kesini pada Bulan Maret sampe Agustus. Selamat berwisata!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H