Sara-rasanya. Baik sebagai analis, konsultan, ataupun politikus murni, saya jarang kalah dalam urusan dukung-mendukung calon kepala daerah. Ya, betul, saya sama sekali tak mencatat jumlah kemenangan itu.
Memoar yang saya tulis bertajuk "Mengalir Meniti Ombak: Memoar Kritis Tiga Kekalahan". Tebal sekali. 568 halaman. Itu buku paling jujur terakhir yang saya tulis, tahun 2010.
Praktis, sejak itu saya adalah dustawan.
Nama saya masih dicatat wikipedia sebagai salah seorang politikus Partai Golkar yang secara terbuka menyatakan "Partai Golkar segoyianya mendukung Jokowi - Ahok dalam putaran kedua" secara live dalam acara Kopi Pagi TV One. Setelah itu, saya pulang kampung, bertanam buah naga yang sangat subur, walau sempat mendapat peringatan keras dari pimpinan partai. Disuruh balik ke Jakarta, kampanye untuk Dr Fauzi Bowo.Â
~~ Padahal, istri saya tahu persis, bagaimana kedekatan "genetik" antara saya dengan Fauzi Bowo. Sebabnya, Fauzi adalah "menantu" pendiri CSIS, Sudjono Humardani, tempat saya bekerja selama delapan tahun lebih, setelah "dipungut dari office boy" ~~
Walau, setelah menjadi Gubernur DKI Jakarta, saya tidak pernah menginjakkan kaki di Balaikota, atau bertemu Jokowi. Dengan Ahok, beberapa kali.
Sebagai Manager Program Fox Indonesia, konsultan politik yang didirikan oleh Rizal Mallarangeng dan kawan-kawan, saya sempat menjadi komandan lapangan pemenangan Alex Noerdin di Sumatera Selatan pada 2008.Â
Selain itu, saya bekerja secara pribadi membantu Ratu Atut di Banten dan Airin Rachmy Diani di Tangerang Selatan. Perintah datang dari abang saya, Andi Achmad Dara Piliang. Begitu juga dengan pilgub Sumut, Jambi, Bengkulu, Bangka Belitung, Riau dan lain-lain.
Ya, terkecuali dalam membantu Ahmed Zaki Iskandar di Kabupaten Tangerang. Karena pilkadanya sama, 2013. Zaki tertawa dengan APBD dan PAD Kota Pariaman. Tapi ia yang kirimkan sejumlah logistik berupa poster-poster kecil cantik menyerbu Kota Pariaman.Â
Peristiwa Pilgub DKI Jakarta 2012 terlanjur membuat saya patah arang. Kebetulan, sejumlah daerah langsung meminta saya menjadi tim pendamping kiriman Balitbang DPP Partai Golkar. Lalu saya berkeliling Kalimantan, termasuk dalam pemilihan Gubernur Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur, plus bupati dan walikotanya.
Dalam persoalan pencalonan Bupati Barito Utara, kembali saya berbeda dengan DPP Partai Golkar. Bahkan sampai ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara di Palangkaraya. Saya bersaksi melawan DPP Partai Golkar yang waktu itu diwakili sahabat saya yang sama-sama  pernah dikirim belajar ke Partai Komunis Tiongkok di Pudong, Shanghai, tahun 2010, Hakim Kamaruddin.