Perbedaan tajam lain antara Bouraq-Singa Vs Garuda yakni GAM menggunakan singa yang bukan binatang khas Indonesia. Singa hidup di belantara Afrika atau India. Sedangkan Bouraq merupakan kendaraan Nabi Muhammad SAW dalam Isra Mikraj yang bisa terbang.Â
Bouraq dan Garuda sama-sama bisa terbang dan menjadi nama pesawat udara di Indonesi. Perbedaan lain, bouraq identik dengan Islam dan garuda identik dengan Hindu sebagai agama asli masyarakat Nusantara ini.  Garuda adalah kendaraan Dewa Wisnu (hal 110-112) Singa dikenal sebagai raja rimba yang bisa mengendalikan rajawali atau mitos burung garuda. Penampilan singa lebih berwibawa dengan bulu-bulunya yang melingkari  kepalanya yang terkesan seperti mahkota.Â
Untuk urusan ini, Hasan Tiro yang mencipta lambang GAM mampu menghentikan retina menancap pandangan pada singa yang perkasa layaknya simbol negara Singapore. Di sisi lain, lambang ini mampu mengumpulkan dukungan dari dalam dan luar negeri. Rakyat Aceh lebih cepat paham dengan kisah buraq yang dikisahkan ulang pada acara Maulid.Â
Sepintas lalu, bendera GAM mirip dengan bendera Turki yang tidak memiliki dua garis hitam di bawah dan di atas. Sebaliknya, bendera Indonesia berasal dari panji-panji kerajaan Majapahit. Sejatinya, Â bendera RI sama dengan bendera Monaco yaitu sama-sama Merah Putih.Â
Hanya perbandingan ukuran yang berbeda. RI berbanding 2:3 dan Monaco berbanding 4:5. Simbol adalah bentuk perjuangan. Setiap orang, organisasi atau negara memiliki simbol masing-masing.Â
Otto yang juga sosiolog Aceh dalam pengantar menyebutkan pada umumnya organisasi politik di mana pun memiliki empat hal simbolik yakni bendera, lambang, lagu dan slogan. Elemen ini diproduksi wujudnya dan dikonstruksi legendanya. Bahkan kalau perlu, materialnya sama sekali tidak memiliki landasan empiris. (hal. xix).Â
Secara keseluruhan, penulis mengakui agak sulit menelusuri lambang-lambang GAM. Hal ini dimungkinkan karena masih langka penulis atau intelektual yang membedah pernik-pernik GAM yang juga termaktub dalam MoU Helsinki.Â
Buku bersampul hitam ini akan mematuk pembaca bila simbol Bouraq-Singa dan Garuda ditampilkan berwarna. Bagaimana pun, sampul depan adalah etalase buku.Â
Saya tidak paham, mengapa, penulis atau editor membiarkan menulis nama Soekarno dengan Sukarno atau Suharto dengan Soeharto yang dijumpa berulang kali. Apakah ini juga bagian protes atau ketidaksukaan penulis kepada penguasa rezim orde lama dan rezim orde baru?
--
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H